jpnn.com, BEIRUT - Kendati Saad Hariri telah pulang kampung dan menyatakan menunda pengunduran diri yang diumumkan di Riyadh pada 4 November lalu, tak berarti gejolak di Lebanon selesai. Justru tengah memasuki babak baru.
’’Riyadh memperlakukan PM Lebanon sebagai penduduk Saudi yang kerajaan bisnisnya sudah lama di bawah pengawasan ketat Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman,’’ ujar analis politik untuk kebijakan AS dan Timur Tengah Joe Macaron.
BACA JUGA: Sadis!! ISIS Penggal Kepala 15 Prajuritnya Sendiri
Bapak beranak tiga itu memang tak bisa berbuat banyak. Sebab, dia juga memiliki kewarganegaraan Saudi. Keluarganya tinggal di Saudi dan hampir seluruh bisnisnya di negeri itu pula.
Riyadh bisa dengan mudah menyandera keluarganya dan menghancurkan bisnisnya jika dia tak patuh. Di pihak lain, Hariri membutuhkan uang untuk bisa berkampanye dan ikut dalam pemilu berikutnya.
BACA JUGA: Hariri Tunda Pengunduran Diri
Tapi, di sisi lain, memaksa Hariri mundur ternyata juga tidak memuluskan keinginan Saudi untuk menekan Hizbullah. Sebab, penahanan Hariri justru semakin membuat pamor putra Rafic Hariri itu melejit.
Seluruh faksi di Lebanon ingin dia pulang dan tetap memerintah, termasuk Hizbullah.
BACA JUGA: Jeddah Diterjang Banjir, Netizen: Kiamat Sudah Dekat
’’Penduduk Lebanon sudah memiliki cukup pengalaman dan pengetahuan untuk mengatasi masalah dengan dialog. Kami tidak mau didikte pihak luar,’’ kata Walid Jumblatt, politikus Lebanon dari faksi Druze, Sabtu (25/11).
Di negara yang kerap diguncang konflik itu, mundurnya Hariri bakal meretakkan stabilitas. Juga mengganggu komitmen yang dibangun setelah perang saudara. Yakni, semua faksi harus memiliki peran di pemerintahan.
Di Lebanon, posisi PM harus diisi kelompok Sunni dan disetujui presiden maupun parlemen. Pergantian untuk memilih sosok yang tepat membutuhkan waktu berbulan-bulan. Bahkan mungkin bertahun-tahun.
Ketika PM mundur, kabinet otomatis dibubarkan. PM harus terpilih dulu sebelum membentuk kabinet baru. Dengan metode pemilihan PM seperti di atas, bakal ada kekosongan kekuasaan dan pemerintahan dalam jangka panjang di Lebanon jika Hariri mundur.
Melucuti Hizbullah seperti keinginan Saudi juga lebih sulit. Persenjataan mereka yang dibiayai Iran jauh lebih canggih daripada milik militer Lebanon.
Syiah di Lebanon memang minoritas, tapi mereka adalah minoritas terbesar di negara tersebut. Sebagian besar ada di militer. Jadi, memerintah militer untuk melucuti Hizbullah jelas tidak mungkin. Perang saudara bisa meletus kembali.
Karena itulah, sejak awal sebelum diminta mundur oleh Saudi, Hariri menegaskan tak bisa mengambil risiko sebesar itu dengan Hizbullah. Masa depan negaranya terancam.
Belum diketahui apakah Hariri berencana hanya menunda pengunduran dirinya sementara atau selamanya. Yang jelas, untuk sementara ini dia akan bertemu dengan berbagai kelompok politik dan kabinetnya untuk membahas Lebanon ke depan.
Dengan popularitasnya yang justru meroket setelah ditahan Saudi, bakal kian sulit mencari pengganti Hariri. Saudi pasti sudah menyadari perkembangan itu. Untuk saat ini, opsi terbaik masih Hariri.
’’Usaha Saudi untuk menyerahkan kekuasaan kepada kakaknya, Bahaa Hariri, telah gagal. Pemerintah Lebanon masih bertahan dan reputasi Saudi menurun gara-gara masalah Lebanon itu,’’ ujar Macaron.
Dengan kata lain, ibarat sepak bola, untuk sementara Lebanon unggul 1-0 atas Saudi saat ini. Bahkan, kabarnya, mereka telah mencopot jabatan Menteri Urusan Teluk Thamer Al Sabhan gara-gara dianggap tidak pecus menangani masalah Lebanon itu.
Tapi, ya perlu diingat, sepak bola berlangsung 90 menit. Banyak kemungkinan yang masih bisa terjadi. (Al Jazeera/Independent/Stratfor/Reuters/sha/c19/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perdana Menteri yang Hilang Itu Telah Kembali
Redaktur & Reporter : Adil