Marcus/Kevin di Mata Keluarga dan Pelatih

Selasa, 14 Maret 2017 – 08:31 WIB
Kevin Sanjaya, Herry Iman Pierngadi dan Marcus Fernaldi. Foto: BWF

jpnn.com - Kesuksesan Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo meraih juara All England 2017 disambut antusias publik tanah air. Euforia di mana-mana, termasuk keluarga dari pemain.

BAYU SAKSONO-NURIS ANDI PRASETYO, Banyuwangi

BACA JUGA: Marcus/Kevin Sejajar dengan 10 Ganda Legenda Indonesia

Luapan kegembiraan dirasakan keluarga Kevin di Dusun Sumberayu, Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Rumah keluarga Kevin Sanjaya di Banyuwangi Selatan tampak sepi malam itu (12/3). Di dalam rumah yang terletak di tepi jalan raya dekat Pasar Sumberayu tersebut hanya ada pasangan Sugiarto Sukamuljo, 57, dan Niawati, 51.

Orang tua Kevin itu memang hanya tinggal berdua di rumah yang berjarak sekitar 35 km dari pusat kota Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut. Kakak Kevin, Nico Prasetya Sukamuljo, sudah lama berkarier dan menetap di Bali.

BACA JUGA: Gadis Imut-imut Taiwan Tutup All England dengan Manis

Pasutri itu sudah siap di depan layar televisi sejak pukul 19.00. Mereka terus memantau siaran langsung pertandingan superseries premier All England 2017 di Barclaycard Arena, Birmingham, Inggris.

"Di rumah hanya saya dan papanya Kevin. Kami nonton di TV terus mulai partai pertama. Ternyata, Kevin baru main sekitar jam setengah sebelas,’’ ujar Niawati kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi tadi malam (13/3).

BACA JUGA: Bikin Lawan Bertengkar, Marcus/Kevin Juara All England

Ibu dua anak tersebut menyatakan, selama kejuaraan All England 2017 berlangsung, keluarga besar Sukamuljo terus memantau perkembangan Kevin dan Marcus. Mereka terus berkomunikasi lewat grup WhatsApp untuk bersama-sama memberikan dukungan bagi Kevin dan Marcus. Komunikasi dalam grup WA itu terus mengalir seolah tanpa henti.

’’Keluarga kami di Kemayoran (Jakarta) juga nonton ramai-ramai di televisi. Hanya saya dan suami di Banyuwangi nonton berdua saja di rumah,’’ jelas Niawati.

Ketika saatnya final ganda putra dimulai, Niawati dan Sugiarto Sukamuljo semakin gelisah. Mereka mengaku panas dingin saat putra bungsunya yang berpasangan dengan Marcus bertanding dalam babak final. ’’Rasanya deg-degan terus sepanjang pertandingan. Wis, pokoknya badan saya adem panas,’’ tutur Niawati.

Begitu satu-satunya wakil Indonesia di final itu akhirnya juara, orang tua Kevin gembira bukan kepalang. Bangga, bahagia, senang, dan terharu. ’’Saya sangat bersyukur. Sebab, jadi juara All England ini memang sejak kecil dicita-citakan Kevin. Saya sangat bangga,’’ ujar Niawati dengan suara serak terbata-bata.

Luapan kegembiraan juga dirasakan sang ayah, Sugiarto Sukamuljo. Bukan hanya Kevin yang mengimpikan juara All England. Sugiarto juga menginginkan anak bungsunya itu bisa menjadi juara dalam kejuaraan bulu tangkis paling tua sejagat tersebut. Karena itu, ketika cita-cita tersebut akhirnya terwujud, perasaan mereka campur aduk.

Maklum, perjuangan untuk meraih juara itu tidak mudah. Kevin/Marcus harus menghadapi lawan-lawan berat mulai babak pertama hingga final. Apalagi di final yang berlangsung dua game itu, mereka menghadapi lawan bebuyutan, pasangan Tiongkok Li Junhui/Liu Yuchen. Kevin/Marcus akhirnya menang dengan skor 21-19, 21-14.

Niawati mengungkapkan, anaknya mengenal badminton sejak usia 3 tahun. Kevin, kata dia, sudah bisa bertanding bulu tangkis setahun kemudian saat duduk di TK Theresia Muncar, Banyuwangi.

’’Pertama saat masih TK itu, Kevin bergabung di klub PB Putra 46 Jember. Papanya yang telaten mengantarkan latihan ke Jember empat kali dalam seminggu,’’ ujar Niawati.

Padahal, jarak rumah mereka di Muncar, Banyuwangi, menuju Jember tidak bisa dibilang dekat. Jarak Banyuwangi dengan Jember hampir 100 km. Mereka juga harus berkendara dengan mobil melintasi jalan berliku naik turun di lintasan Gunung Gumitir, perbatasan Banyuwangi-Jember.

’’Saat itu, pulang dari sekolah (TK), kami langsung berangkat ke Jember. Makanya, mobil Isuzu Panther kami saat itu kami desain seperti kamar tidur untuk Kevin,’’ jelas Niawati.

Selain dilengkapi kasur dengan bantal, di mobil ada kostum latihan bulu tangkis untuk Kevin. ’’Pokoknya lengkap isinya,’’ ujar ibu rumah tangga itu.

Selanjutnya, perjalanan berguru Kevin menimba ilmu bulu tangkis semakin lengkap ketika dia memasuki usia sekolah dasar di SD Katholik Muncar. Ketika tak lagi bergabung dengan PB Putra 46 Jember, Kevin banyak belajar dari berbagai pelatih bulu tangkis di Banyuwangi.

’’Hampir semua pelatih di Banyuwangi pernah diikuti. Ada teman yang bilang di sana ada pelatih bagus, Kevin langsung ikut. Sampai terakhir, kelas III SD, Kevin bergabung di klub PB Sari Agung di Kecamatan Genteng, Banyuwangi,’’ tutur Niawati.

Ketika berusia 10 tahun dan masih duduk di kelas V SD, Kevin mulai menjajal ikut audisi bulu tangkis PB Djarum Kudus. Namun, dalam upaya pertama itu, Kevin gagal lolos. Baru setahun kemudian, ketika kelas VI SD, Kevin dinyatakan lolos seleksi pada 2007. ’’Setelah itu, dia sekolah SMP dan seterusnya di Djarum Kudus,’’ kata sang mama.

Sejak bergabung di PB Djarum Kudus dan kemudian menjadi atlet pelatnas, Kevin jarang pulang kampung ke Banyuwangi. Sebagai atlet yang disiplin mengikuti jadwal latihan dan turnamen, dia hanya mendapat cuti setahun sekali saat libur Natal dan Tahun Baru.

’’Saat masih di Djarum, dapat libur cuti dua kali, yakni saat Lebaran dan akhir tahun. Sekarang di pelatnas cutinya hanya saat akhir tahun,’’ jelas Niawati.

Masa cuti biasanya digunakan Kevin untuk pulang kampung ke Banyuwangi. Misalnya, pada liburan terakhirnya akhir tahun lalu, dia mengisinya dengan rekreasi bersama kakak dan keluarga ke Pantai Bangsring dan berlayar ke Pulau Tabuhan di Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi. ’’Dia memang suka jalan-jalan. Kadang ke kawah Gunung Ijen. Tapi, dia suka ke pantai kalau libur,’’ tandas Niawati.

Sementara itu, cerita suka duka perjuangan Marcus Fernaldi Gideon hingga menjadi juara All England tak kalah mengharukan. Sinyo –sapaan akrab Marcus– sempat memutuskan untuk keluar dari pelatnas Cipayung setelah tidak dikirim untuk tampil di All England 2013. Saat itu dia memutuskan untuk hengkang dari Cipayung dan berkarier di jalur profesional.

Potensi Sinyo akhirnya diendus manajemen PB Jaya Raya, Jakarta. Melalui rapat manajemen, akhirnya Sinyo mendapat tawaran untuk berpartner dengan Markis Kido, peraih medali emas Olimpiade 2008 bersama Hendra Setiawan. 

"Sinyo memang punya potensi. Kami menangkap itu. Karena itu, dia kami pasangkan dengan Markis Kido,” ujar Ketua Harian Jaya Raya Imelda Wiguna kepada Jawa Pos.

Benar saja, prestasi Sinyo bersama Markis Kido cukup baik. Bahkan, keduanya sempat mencicipi aroma juara Prancis Open Super Series 2013 dan Indonesia Masters Grand Prix Gold 2014.

Capaian tersebut jelas menjadi bukti dari Sinyo untuk tim pelatih ganda putra pelatnas dan PP PBSI kala itu. Hingga akhirnya panggilan untuk kembali ke Cipayung datang kepada Sinyo pada awal 2015.

Keputusan kembali ke pelatnas itu juga berarti bahwa Sinyo harus menerima kenyataan untuk berpisah dengan Markis Kido. Padahal, saat itu (awal 2015) keduanya masuk top ten ganda putra dunia. Kans untuk bersaing mendapatkan slot di Olimpiade Rio, Brasil, cukup besar buat mereka. Tetapi, Sinyo memutuskan untuk kembali ke pelatnas dan tampil bersama Kevin Sanjaya hingga menjuarai All England 2017 Minggu malam (12/3).

Enam bulan pertama bersama Kevin, Sinyo sempat mengalami paceklik gelar juara. Hingga pada Juli 2015, Kevin/Marcus akhirnya menjuarai Taiwan Masters Grand Prix. Itu merupakan gelar pertama yang dia raih di turnamen resmi BWF. Prestasi keduanya diraih pada Oktober tahun yang sama, kala tampil sebagai runner-up di Taiwan Open. 

Kegelisahan karena gagal meraih gelar sempat membuat Kevin/Marcus nyaris berpisah. Hal itu diakui pelatih ganda putra pelatnas Herry Iman Pierngadi. Kepada Jawa Pos, pria yang menjadi saksi sejarah kehebatan ganda putra Indonesia dari masa ke masa itu mengatakan bahwa Kevin/Marcus sempat galau lantaran tak kunjung meraih gelar. ”Tetapi, saya mencoba memberikan pengertian kepada mereka,” lanjutnya.

Pendekatan personal kepada keduanya membuahkan hasil. Titik balik atau prestasi besar buat Kevin/Marcus muncul sepanjang 2016. Total, empat gelar mereka dapatkan. Terlebih lagi, tiga di antaranya diraih di level superseries.

Capaian besar itu berlanjut pada 2017. Sempat disimpan di sejumlah turnamen level grand prix dan grand prix gold, Kevin/Marcus akhirnya meledak dengan menjuarai All England 2017. ”Permainan mereka luar biasa. Darah muda, main cepat jadi andalan, dan itu bagus buat mereka,” lanjut Herry IP –sapaannya.

”Indonesia layak bangga memiliki ganda putra potensial seperti mereka,” tandas pelatih bertangan dingin tersebut. (*/c5/c11/ari/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ganda Negeri Ginseng Permalukan Eropa di All England


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler