jpnn.com - SURABAYA – Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium semakin turun. Dari 843 SPBU di Jawa Timur, sepuluh persen di antaranya tak lagi menjual premium.
Alasannya, angka penjualan BBM dengan research octane number (RON) 88 itu terus menurun sehingga SPBU berhenti menjual.
BACA JUGA: Pengoperasiaan Terminal 3 Diharapkan Jadi Kado Kemerdekaan
’’Penurunan omzet premium memang cukup tinggi karena selisih harga premium dengan pertalite sangat tipis,’’ kata Area Manager Communication & Relation PT Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Heppy Wulansari kemarin (28/7).
Di Jatim, premium saat ini dihargai Rp 6.550 per liter, sedangkan pertalite Rp 6.900 per liter. Perbedaan harga pertalite dan premium hanya Rp 350 per liter. Alhasil, masyarakat lebih memilih pertalite.
BACA JUGA: Toyota Kuasai 30,6 Persen Pangsa Pasar
Konsumsi premium menurun sejak tahun lalu menjadi sekitar 14 ribu kiloliter (kl) per hari. Pada Juli 2016, angka tersebut turun 33 persen menjadi 9.400 kl per hari. Di sisi lain, penjualan pertalite saat ini mencapai 4.950 kl per hari.
Demikian pula penjualan pertamax yang meningkat 37 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. ’’Di beberapa SPBU, penurunan penjualan premium bahkan sampai di atas 50 persen. Tren ini diprediksi terus terjadi ke depan,’’ lanjut Heppy.
BACA JUGA: IHSG Masih Positif, Profit Taking Menghantui
Konsumsi premium di sebuah SPBU dinilai rendah jika tak sampai 40 persen. Pertamina cukup selektif dalam mengizinkan apakah sebuah SPBU diperbolehkan tidak menjual premium atau tidak. ’’Itu juga tergantung permohonan dari pengelola SPBU,’’ tambahnya.
Heppy menyimpulkan, masyarakat semakin teredukasi tentang perbedaan RON dari masing-masing bahan bakar. Pertalite dan pertamax yang memiliki RON 90 dan 92 mempunyai kualitas pembakaran yang lebih baik dan penggunaannya juga lebih hemat ketimbang premium.
Selain faktor edukasi, banyak SPBU yang tertarik mengikuti program SPBU khusus. Artinya, SPBU tersebut hanya menjual produk nonsubsidi sehingga tidak menjual premium dan solar.
Kriteria SPBU khusus itu, antara lain, berada di dekat lokasi permukiman, lahannya tidak luas, dan ada pernyataan kesanggupan dari pengusaha SPBU. Program itu sebetulnya ada sejak dua tahun lalu, tapi sepi peminat.
’’Namun, sekarang dengan kondisi penjualan premium yang terus menurun, makin banyak SPBU yang ingin menjadi SPBU khusus,’’ papar Heppy. (rin/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tepuk Tangan! Rupiah Terus Menguat
Redaktur : Tim Redaksi