JAKARTA - Menyikapi sejumlah materi krusial di RUU pemilu yang belum tuntas, Ketua DPR Marzuki Alie memiliki pandangan berbeda dengan sikap resmi fraksinya. Hingga saat ini, Fraksi Partai Demokrat masih mendukung dipertahankannya sistem proporsional terbuka berbasis suara terbanyak.
Marzuki, rupanya, berpandangan lain. Wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menyatakan cenderung setuju sistem pemilu diubah menjadi tertutup berbasis nomor urut. "Pandangan pribadi saya, sebaiknya tertutup. Partai Demokrat maunya terbuka. Tapi, sebagai pribadi, saya berhak menyuarakan," kata Marzuki di gedung DPR Kamis (5/4).
Marzuki mengungkapkan, hampir semua fraksi cenderung mengerucut ke sistem tertutup. Mereka belajar dari Pemilu 2009. Ketika itu, gesekan antarcaleg di internal partai sangat kencang. Untuk memenangi persaingan, terjadilah politik biaya tinggi yang sangat boros. "Yang menang ya jelas yang kapitalnya kuat dan partai yang cukup sosialisasi. Kalau tidak cukup mampu, mereka kalah oleh orang-orang yang punya uang," ungkapnya.
Menurut Marzuki, kondisi tersebut berimplikasi serius terhadap kualitas parlemen. "DPR ini, kalau diisi orang-orang yang punya uang (saja, Red), kasihan," ujarnya.
Dengan menerapkan sistem tertutup, proses kaderisasi parpol akan kembali berjalan. "Yang kemarin itu (Pemilu 2009, Red) seolah-olah terlepas dari parpolnya," tegas Marzuki.
Soal parliamentary threshold (PT), Marzuki menawarkan diambil titik tengah. Sekarang opsi yang muncul sudah mengarah antara 3-4 persen. Titik tengahnya adalah 3,5 persen. Angka itu sudah naik dari PT pemilu lalu sebesar 2,5 persen.
"Kalau 3,5 persen sudah cukup bagus. Sudah ada peningkatan dari yang sebelumnya," ujar Marzuki. Hingga saat ini, posisi Partai Demokrat masih pada angka 4 persen.
Secara terpisah, Ketua Pansus RUU Pemilu Arif Wibowo menjelaskan, pada Senin (9/4) pansus RUU pemilu menerima laporan final dari panja. Keesokannya, diteruskan penyampaian pandangan mini fraksi dan pengambilan keputusan tingkat I. "Termasuk, merumuskan materi voting di paripurna kalau empat materi krusial itu belum mengerucut," kata Arif.
Empat materi tersebut adalah soal sistem terbuka atau tertutup, besaran parliamentary threshold, kuota kursi per dapil, dan mekanisme penghitungan kursi. Sidang paripurna untuk RUU pemilu akan dilakukan pada Rabu atau Kamis. "Voting-nya nanti bisa isu per isu atau voting paket isu. Kalau paket isu, berarti paket proporsional tertutup dan paket proporsional terbuka," jelas Arif.
Namun, dia belum bisa menjelaskan lebih detail "isi" masing-masing paket. "Bergantung rapat Selasa nanti," ujarnya.
Dia hanya menyampaikan, sejauh ini PDIP tetap menghendaki sistem tertutup. Sebaliknya, Partai Demokrat terbuka. Sementara itu, Golkar fleksibel terbuka atau tertutup.
Tetapi, soal kuota kursi DPR per dapil, Golkar mematok harus 3"8. Itu sama dengan usul awal PDIP. Partai kecil umumnya meminta 3"10 kursi. "Kuncinya ada di tiga fraksi besar. Fraksi menengah kecil intinya bisa tetap menjadi peserta pemilu dan dapat tempat di DPR mendatang," ungkap politikus PDIP itu.
Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi menyatakan bahwa sudah ada kemajuan terkait dengan isu-isu krusial. Partai Golkar yang sebelumnya bersikukuh di angka PT 5 persen kini mau berkompromi. "Golkar sudah turun empat (persen), PAN empat, PPP empat," kata Viva.
Alokasi kursi, lanjut Viva, juga sudah mengalami perubahan. Partai Demokrat sepakat untuk berkompromi dengan kisaran 3"10 kursi per dapil, termasuk pula Golkar dan PDIP. "Metode perhitungannya tidak akan terjal, voting apa tidaknya bergantung PDIP," sebutnya.
Menurut Viva, jika disetujui, proporsi semacam itu bisa membangun solidaritas antarpartai. Dalam hal ini, parpol setidaknya bisa bersaing melalui idealisme masing-masing. "PAN mengembangkan wacana kebinekaan karena sembilan partai ini multisederhana yang sangat krusial," katanya. (pri/bay/c7/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hendardji Janji Bangun Waduk
Redaktur : Tim Redaksi