KARANGANYAR - Anggaran pendidikan sebesar ratusan triliun rupiah yang disalurkan ke-20 kementerian kurang mendukung terciptanya kualitas guru dan pembentukan karakter anak-anak bangsa. Ketua DPR RI, Marzuki Alie menyebutkan, 20 kementerian mendapatkan bagian dari anggaran pendidikan dari APBN 2012 sebesar Rp 288,957 triliun atau sekitar 20 persen dari APBN 2012 negara.
"Tetapi sejauh mana mereka mampu memanfaatkan anggaran sebesar itu secara maksimal sesuai visi pendidikan untuk membentuk karakter anak bangsa masih diragukan. Nah tugas DPR untuk mengawal penggunaan uang negara sebesar itu sehingga dapat dimanfaatkan maksimal demi dunia pendidikan,” kata Ketua DPR RI, Marzuki Alie di hadapan 4.500 anggota PGRI di Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa siang (3/1).
Marzuki mengatakan, masing-masing kementerian mendapat Rp 102,518 triliun. Sisanya sebesar Rp 186,439 triliun diserahkan ke sesuai UU Otonami Daerah. Namun Marzuki khawatir dana itu tidak pernah memberikan dampak maksimal terhadap hasil pendidikan itu sendiri. Ini karena visi dan misi masing-masing kementerian itu berbeda.
”Masalahnya karena mereka (20 kementrian) tidak ada yang sama dalam arah membangun. Juga beda dalam menciptakan anak bangsa yang mampu bersaing dalam dunia global sekaligus mempunyai akhlak yang baik. Ini yang seharusnya dievaluasi. Cita-cita saya setiap guru mendapat penghasilan setidaknya Rp 15 juta sebulan. Nah sekarang penghasilan sudah mulai meningkat, guru-guru yang sudah disertifikasi pendapatannya Rp 4 jutaan sebulan karena mendapatkan tunjangan profesi, yang belum lulus sertifikasi pendapatannya pun tidak kurang dari Rp 2 juta,” paparnya panjang lebar.
Selain itu, lanjutnya, untuk meningkatkan kualitas guru, pihaknya mengharapkan pemerintah mendirikan sekolah guru yang terpusat dan memiliki standar tinggi yang dapat bersaing dengan dunia internasional secara global. Ia mencontohkan, bagaimana kepolisian mempunyai Akademi Kepolisian, PTIK hingga Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) dan Sekolah Staf Perwira Tinggi (Sespati) maupun sekolah bintara untuk anggota Polri.
”Harapan saya semua guru di negara ini punya sekolah yang tersentralisasi seperti di Polri itu. Sekolah pendidikan guru itu akan mengatasi sistem rekrutmen yang masih bermasalah. Saya inginkan kualitas guru yang sama, baik di perkotaan maupun pelosok,” jelasnya.
Hal lain yang menjadikan pendidikan mempunyai posisi strategis dalam keberlangsungan berbangsa dan bernegara, lanjut Marzuki, apabila rakyat dan generasi muda bangsa mendapat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan yang maksimal dan murah dari negara. ”Tiga faktor inilah yang paling vital. Pendidikan generasi muda berkualitas harus dari guru yang berkualitas. Ini yang terus diperjuangkan DPR,” ujarnya.
Marzuki menyayangkan pengelolaan pendidikan di daerah sesuai UU Otda yang dikelola Pemda. ”Apa yang kita lihat sekarang, guru honorer saja ada yang pendapatannya Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu, guru TK honorer malah ada yang pendapatannya Rp 60 ribu sebulan. Dengan yang pendapatan sebesar itu bagaimana mau diharapkan guru yang berkualitas dengan out pun pengajaran yang berkualitas pula,” ungkapnya.
Ketua Umum PGRI Sulistyo mengakui minimnya pendapatan para guru honorer. Ia mempertanyakan mengapa buruh saja memiliki aturan Upah Minimal Provinsi sementara guru tidak.
”Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, BOS sudah 12 tahun dilaksanakan. Tapi banyak guru yang masih tidak sejahtera khususnya guru honorer. Ini yang diperjuangkan PGRI. Makanya kami usulkan supaya pendapatan guru non-PNS dan honorer dibuatkan standar minimalnya yang masuk akal,” lontarnya.
Soal kebijakan otonomi daerah yang cenderung arogan dan sewenang-wenang juga disoroti Sulistyo. ”Otda malah sewenang-wenangnya menindas guru karena golongannya diturunkan dengan dalih menghemat anggaran,” pungkasnya. (ind/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, SBY Godok Satgas Baru
Redaktur : Tim Redaksi