jpnn.com - Musim lebaran dan musim tahun ajaran baru yang saling berdekatan beberapa tahun terakhir membuat para tukang jahit super sibuk. Mitra Tailor, salah satu yang cukup dikenal di Pekanbaru, Riau, bisa diterima order hingga 4.000 stel.
HENDRAWAN, Kota Pekanbaru
BACA JUGA: Tenang...Siswa Tidak Wajib Beli Seragam
Riau Pos (Jawa Pos Group) menyambangi Mitra Tailor di Jalan KH Ahmad Dahlan, beberapa hari lalu. Memang dari luar terlihat ada mobil Honda Jazz dan beberapa sepeda motor terlihat.
Tapi bangunan itu sangat tua. Ruang depannya juga tidak begitu tertata, jauh dari kesan eksklusif.
BACA JUGA: KPAI Turun Tangan Usut Sampul Buku Bergambar Cabul
Hari itu wartawan disambut Fajri (24), supervisor sekaligus Koordinator Mitra Tailor. Di sana beberapa penjahit, pemotong bahan terlihat sibuk beraktivitas. Potongan bahan pakaian yang berserakan di lantai seakan dibiarkan. Satu unit setrika uap terlihat dibiarkan dalam kondisi hidup. ''Kalau tidak pakai itu kami bisa lembur sampai jam 4 pagi di sini bang,'' celetuk Fajar setengah bercanda terkait setrika uap tersebut.
Dari luar memang seperti rumah tua, tapi bagaian dalam aktivitasnya begitu sibuk. Terlihat salah seorang pekerja tidur terlentang di meja. Kata Fajar, pekerjanya itu sudah kecapekan.
BACA JUGA: Catat, Sekolah Dilarang Menjual Seragam dan Buku
Karena memang tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya jumlah pesanan baju sekolah berada di puncaknya. Apalagi tahun ini waktu lebaran dan masuk sekolah berdekatan.
''Kalau tahun lalu itu yang pesan baju sekolah sudah mulai sejak Mei, paling lambat Juni. Kalau tahun ini karena beradu dengan lebaran, banyak yang pesan setelah lebaran. Mungkin karena orang tua beli baju lebaran dulu, baju sekolah setelah lebaran,'' kata Fajri.
Fajri menyebutkan, beberapa tahun belakangan pada musim anak sekolah dan lebaran pesanan baju rata-rata 4.000 stel dalam rentang waktu sekitar empat bulan. Jadi dalam satu bulan dirinya dan penjahit lainnya harus menyiapkan 1.000 stel baju.
Untuk menyelesaikan pakaian sebanyak itu, Fajri menyebutkan Mitra Tailor punya dua toko lainnya. Satu juga berada Ahmad Dahlan, tidak jauh dari toko utamanya dan satu lagi berada di Jalan Kuantan.
Untuk mengerjakan pesanan sebanyak itu, Mitra diperkuat 21 tenaga manusia dan 20-an mesin jahit.
''Penjahit ada 9 orang, 3 pemotong, 4 front office dan sisanya ada Supervisor dan Finishing. Kalau kewalahan bisanya kami tambah lagi tenaga penjahit sesuai kebutuhan,'' terang Fajri.
Bila orang biasa masuk ke toko ini mungkin akan merasa tidak nyaman. Ruangan mirip kapal pecah dengan potongan kain di mana-mana.
Bunyi mesin yang tidak berhenti sampai suara musik yang setengah menggelegar. ''Musik wajib ada. Itu tidak menggangu konsentrasi. Kalau tidak ada justru tidak ada semangat bekerja,'' sebut Fajri.
Pada bagian belakang, tempat potong baju, dibiarkan terbuka. Terdapat semak blukar di belakang toko tersebut yang menawarkan hawa sejak.
Di belakang itu juga terdapat satu buah sumur timba ukuran besar, lengkap dengan mesin dong feng. Menurut Fajri, itu untuk berjaga-jaga bila listrik tiba-tiba padam.
'Penjahit ini bekerja dikejar waktu, kalau listrik padam sulit. Tapi alhamdulillah dua tahun terakhir jarang padam listrik,'' sebut Fajar.
Waktu menurut Fajar memang masalah utama. Tidak jarang mereka dikomplain orang tua siswa ketika baju tidak bisa selesai tepat waktu.
Makanya tidak heran saat musim-musim puncak dalam beberapa bulan ini banyak dintara mereka yang lembur.
Bahkan Fajar bisa berada di toko tersebut sampai jam 02.00 dini hari. ''Kadang jam satu, kadang jam dua setiap hari mana yang rumahnya dekat dari sini,'' terangnya.
Untuk urusan harga pakaian sekolah, di sini termasuk dipukul rata, satu stel Rp250 ribu. Jika sebulan 1.000 stel, berarti omzet mencapai Rp 250 juta.
''Kami banyak menerima per orangan, hampir tidak ada pesanan borongan atau pesanan dari sekolah. Harga itu kadang masih dinego, padahal harga bahan tahun ini naik,'' tutup Fajar. ***
Redaktur & Reporter : Soetomo