Masalah Distribusi Guru Disorot Dewan

Senin, 18 September 2017 – 00:29 WIB
Guru dan siswa. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SAMARINDA - Kalimantan Timur merupakan provinsi yang mengalami masalah distribusi guru.

Meski di atas kertas jumlah guru sudah mencukupi, namun masih banyak sekolah yang kekurangan guru, terutama di daerah terpencil, tertinggal, dan pinggiran.

BACA JUGA: Gaji DPRD Naik 2 Kali Lipat, Mobil Dinas Ditarik

Bahkan, beban guru di daerah itu sangat berat. Tidak jarang mereka harus mengajar hingga dua mata pelajaran dan atau pada kelas berbeda sekaligus. Belum meratanya distribusi guru masih jadi masalah kronis di Bumi Etam.

Menanggapi itu, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yaqub menyatakan, masalah persebaran guru merupakan urusan prioritas yang akan diatasi pihaknya.

BACA JUGA: Tiga Tempat Dugem Dirazia, Begini Penampakannya

Pekan keempat bulan ini Komisi IV DPRD Kaltim akan bertemu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim. Pertemuan itu untuk mencari solusi masalah tersebut.

Di samping membicarakan masalah lain yang timbul setelah pengelolaan pendidikan SMA/SMK diambil alih Pemprov Kaltim dari kabupaten/kota.

BACA JUGA: Festival Candi Ngawen Perkuat Potensi Desa Wisata

“Kami bahas sampai tuntas. Supaya apa saja yang jadi persoalan selama ini dipahami duduk masalahnya, sampai ada jalan keluar,” ujar Rusman, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyebut, menyelesaikan masalah di bidang pendidikan tidak bisa serampangan. Tidak cukup dengan sekadar tambal sulam.

Namun, harus lebih dulu dipahami duduk persoalannya. Seperti dilakukan pemetaan. Jadi, nantinya ada kebijakan mendasar mengatasi masalah tersebut.

Sebab, jika hanya mengatasi masalah per titik dan per sektor, akan melahirkan ketimpangan dan kesenjangan baru di bidang pendidikan di Kaltim.

Dia mencontohkan, persoalan distribusi guru bukan hanya terjadi antara ibu kota kabupaten dan kecamatan. Tapi juga antara kabupaten dan kota. Kemudian, lebih jauh antarprovinsi di Indonesia.

Nyaris tidak ada keadilan dan pemerataan. Itu pun sekadar distribusi guru. Belum bicara tentang ketimpangan kualitas infrastruktur pendidikan.

“Kalau bicara pendidikan, sekarang ini semua timpang. Karena sejak awal tidak berbasis data kependudukan. Sehingga di kota pun, pendidikan tidak adil,” sebut dia.

Ketua DPW PPP Kaltim itu memaparkan, bukti penataan pendidikan yang asal itu terlihat saat sistem zonasi.

Sudah diterapkan dalam penerimaan siswa baru beberapa waktu silam. Niatnya baik. Namun, dalam implementasinya tidak siap.

Karena kualitas lembaga pendidikan timpang. Sekolah berkualitas menumpuk di kota. Bahkan, terlihat di beberapa kecamatan jumlah lembaga pendidikan tidak sesuai dengan jumlah penduduk.

Sehingga memunculkan keributan. Memunculkan istilah lama, sekolah pinggiran dan sekolah unggulan.

Tidak berhenti di situ, tambah dia, sekolah unggulan di kota juga punya banyak guru berstatus PNS. Bahkan, gurunya berprestasi.

Sementara di sekolah pinggiran jangankan punya guru berprestasi, jumlah guru saja kurang. Sehingga harus ditutupi dengan bantuan guru honorer.

Tidak heran, ujar dia, ada sekolah dengan jumlah guru PNS hanya 1, itu pun kepala sekolah. Sementara itu, pengajar lain berstatus honorer.

“Memang mendesak untuk diatur dan ditata. Kewenangan sekarang sudah ada di provinsi. Tinggal ada kemauan atau tidak untuk melakukan pembenahan itu,” tuturnya.

Salah satu contoh guru PNS hanya satu itu sempat terjadi SMA 1 Kenohan, Kutai Kartanegara. Sejak berdiri pada 2011, Bambang Syeh Murdianto, kepala sekolah itu satu-satunya PNS di SMA 1 Kenohan.

Pada 2016 ini, baru ada penambahan satu guru PNS. Selebihnya proses belajar-mengajar dibantu tenaga pendidik honorer.

Menurut dia, aturan untuk mengatasi masalah pendidikan setelah pelimpahan wewenang dari kabupaten/kota ke provinsi di Kaltim sudah ada. Yakni, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16/2016 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Perda tersebut menggantikan Perda Nomor 3/2010 yang dianggap sudah tidak relevan dengan pengaturan kewenangan dari aspek Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Tapi sampai sekarang Disdikbub (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Kaltim tidak kunjung mengeluarkan peraturan teknis berdasarkan perda tersebut. Ketika ditanya selalu jawab ‘masih digodok’. Sampai kapan digodok itu?” kecewa dia.

Pentingnya peraturan teknis perda tersebut, lanjut dia, karena mengatur banyak hal. Termasuk soal pembiayaan pendidikan dan pengaturan distribusi guru.

Misalnya dalam pembiayaan pendidikan. Dibuka peluang partisipasi dari pihak ketiga. Termasuk aturan-aturannya agar tidak menjadi partisipasi atau pungutan yang memberatkan masyarakat. Karena menjadi modus sekolah untuk mencari keuntungan.

Aturan teknis terkait itu penting, karena saat ini bila hanya mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS), sekolah akan sulit berkembang. Anggaran mereka terbatas. BOS yang dikucurkan pemerintah tidak cukup.

Begitu pula dengan pendistribusian guru. Ada sistem mutasi yang matang berbasis kompetensi dengan imbalan berupa insentif yang sesuai bisa diterapkan. Itu penting, karena mengatasi sindrom yang berkembang di kalangan guru saat ini.

Selain enggan ditempatkan di daerah terpencil, tertinggal, dan pinggiran, ada kecenderungan setelah menjabat kepala sekolah tidak mau kembali mengajar sebagai guru biasa.

Itu berlaku bukan hanya jenjang SMA dan SMK, tapi hingga jenjang SD dan SMP. “Ya memang banyak masalah setelah pelimpahan, tapi ini peluang terbaik untuk melakukan pembenahan. Harus konsentrasi dan fokus cari solusinya,” jelasnya. (*/him/rom/k8)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasar Tradisional di Solo Dikonsep Jadi Destinasi Wisata


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler