Masih gak Percaya? Tuh, TKA Buruh Kasar, Gajinya Bro...

Sabtu, 31 Desember 2016 – 08:04 WIB
BURUH KASAR: Sejumlah tenaga kerja asing (TKA) saat menjalani jam istirahat siang di Desa Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kemarin. Seharusnya TKA hanya untuk tenaga kerja ahli, tapi ada dari mereka yang bekerja sebagai buruh. Foto: IMAM HUSEIN/JAWA POS

jpnn.com - JPNN.com – Tenaga kerja asing (TKA) ilegal, terutama dari Tiongkok, sudah menjamur di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Di sana, ribuan TKA bekerja di sektor kasar yang semestinya bisa diisi tenaga kerja lokal.

BACA JUGA: Ibu Wali Kota: Jangan Sampai Satpam juga Orang Asing

Para pekerja asing itu bekerja di proyek pembangunan nasional yang digarap investor Tiongkok.

Berdasar penelusuran Jawa Pos di lokasi proyek yang berada di Desa/Kecamatan Morosi, Konawe, mudah ditemukan pekerja asing yang menduduki posisi buruh angkut campuran semen, angkut potongan besi, hingga sopir kendaraan katrol.

BACA JUGA: Tunggu Bayaran, Buruh asal Tiongkok Bertahan di Kalbar

Fahrudin, warga setempat, mengatakan, TKA kasar di Morosi sebenarnya ada sejak lama.

Namun, belum pernah ada operasi keimigrasian dan ketenagakerjaan yang berhasil mengungkap keberadaan pekerja itu.

BACA JUGA: Presiden Sudah Ngomong, Menterinya Baru Mencak-mencak

’’Yang terdata secara tertulis di perusahaan dan imigrasi hanya 600 pekerja asing,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (30/12).

Fahrudin menceritakan, para TKA itu selalu lari saat ada operasi imigrasi dan ketenagakerjaan. Misalnya, saat operasi keimigrasian beberapa minggu lalu, tak ada seorang pun tenaga kerja asing kasar yang terjaring.

’’Karena mereka (TKA) lari ke hutan kalau ada operasi, sembunyi,’’ kata pria yang pernah bekerja sebagai tukang jasa antar galon air mineral dan tabung gas untuk pabrik para TKA bekerja tersebut.

M. Fajrian, tenaga lokal yang bekerja di proyek Morosi, membenarkan soal banyaknya pekerja asing yang berposisi tenaga kasar.

Imbalan mereka pun lebih besar daripada orang pribumi yang bekerja di posisi yang sama.

’’Kalau kami (pekerja lokal) dibayar Rp 90 ribu per hari, tapi kalau mereka (pekerja kasar Tiongkok) bisa Rp 400 ribu sehari,’’ bebernya.

Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Kabid HI dan PK) Disnakertrans Sultra Makner Sinaga mengakui kinerja pengawasan TKA memang belum maksimal.

’’Saya akui itu, kami tidak maksimal. Tapi, kendala yang kami hadapi juga tidak sedikit. SDM yang sedikit, lingkup kerjanya sampai 17 kabupaten/kota,’’ ujarnya.

Dia menjelaskan, di Sultra terdapat 7.203 perusahaan. Sesuai dengan data yang diperoleh, dari total tersebut, hanya 14 perusahaan yang mempekerjakan TKA dengan total 739 orang.

’’Keterbatasan SDM dan anggaran sehingga membuat kinerja kami tidak maksimal. TKA di Sultra sendiri mayoritas bekerja di sektor tambang,’’ ungkapnya. (tyo/jpg/c19/ang)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: TKA Ilegal Tiongkok Jangan Disangkal Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler