MASINDO Gelar Diskusi, Soroti Kesadaran Risiko Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja

Jumat, 25 Oktober 2024 – 12:50 WIB
Ilustrasi/Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) menyoroti isu kesehatan mental, karena makin banyak orang yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan jiwa dalam kehidupan sehari-hari. 

Atas dasar itu MASINDO menyelenggarakan diskusi bertajuk “Membangun Kesadaran Risiko Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja”. 

BACA JUGA: Survei ANS: Publik Terbantu dengan Kanal Kesehatan Kemenkes

Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran risiko dan mengidentifikasi solusi praktis guna mendukung kesehatan mental sebagai pilar utama pembangunan di Indonesia. 

Ketua MASINDO Dimas Syailendra menjelaskan diskusi yang melibatkan pemerintah, peneliti, dan praktisi kesehatan ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju gaya hidup yang sadar risiko. 

BACA JUGA: PAFI Beri Edukasi tentang Kesehatan dan Farmasi untuk Masyarakat Tual

Diskusi ini diharapkan dapat membuka ruang dialog dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk bersama-sama mengedukasi tentang perilaku sadar risiko kepada masyarakat luas. 

“Tantangan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan stres, memiliki potensi besar untuk menghambat pencapaian produktivitas masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pendekatan pengurangan risiko yang komprehensif, termasuk intervensi kebijakan, edukasi, dan dukungan psikologis, sangat diperlukan,” kata Dimas dalam keterangannya, Jumat (25/10).

Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Puspita Tri Utami menjelaskan Kemenkes turut aktif mengampanyekan kebijakan berbasis risiko, terutama kesehatan mental. 

Menurutnya, kesehatan mental memiliki dampak yang signifikan terhadap produktivitas, hubungan sosial, dan kualitas hidup seseorang, tetapi kadang diabaikan dan dipandang sebelah mata.

Dia menjelaskan edukasi dan kesadaran tentang kesehatan mental serta upaya destigmatisasi merupakan pendekatan-pendekatan strategis untuk mengurangi risiko kesehatan mental.

"Sehingga, kami sangat fokus dan konsisten pada isu kesehatan mental, sebab kita lihat ini fenomenanya seperti gunung es, ketika masyarakat makin aware, ini akan sangat membantu dan bagus sekali. Jika kesadaran pengurangan risiko pada kesehatan mental semakin meningkat, saya yakin visi Indonesia Emas 2045 akan bisa tercapai,” ungkap dr. Puspita.

Pakar Kesehatan Publik dan Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dr. Felosofa Fitriya menekankan pentingya mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko yang memicu gangguan mental di tempat kerja, seperti tekanan pekerjaan berlebih, kurang jelasnya peran, dan minimnya dukungan manajemen. 

“Mengelola faktor-faktor ini adalah tantangan besar, namun sangat penting untuk kesehatan mental pekerja,” ujar dr. Felosofa. 

Para pekerja perlu didorong untuk lebih memperhatikan kesehatan, baik fisik maupun mental, dan secara sadar membuat pilihan yang mempertimbangkan aspek pengurangan risiko. 

"Besarnya tekanan pekerjaan juga meningkatkan masalah kesehatan mental sehingga memicu kebiasaan berisiko," jelasnya.

dr. Felosofa menjelaskan perusahaan juga harus proaktif dalam mendukung kesejahteraan mental karyawan dengan menyediakan akses ke layanan kesehatan mental serta bentuk-bentuk edukasi sadar risiko dan pengurangan risiko (harm reduction) yang relevan. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Konsultan Psikologi MOTEKAR, Sukmayanti Rafisukmawan, M.Psi, Psikolog, menuturkan kebiasaan-kebiasaan berisiko yang muncul akibat stres dan tekanan dalam lingkungan pekerjaan dapat ditangani dengan pendekatan Cognitive Behavior Modification (CBM). 

Pendekatan ini menekankan pentingnya edukasi terkait kebiasaan yang masih dilakukan dan konsekuensinya secara akurat, serta dukungan tanpa stigma, tujuan yang realistis, dan pembentukan keterampilan dalam meregulasi emosi dan stres. 

"Jika bisa dihentikan langsung, tentu akan lebih baik. Namun, jika pendekatan seperti itu tidak berhasil dilakukan maka konsep pengurangan risiko menjadi sangat penting,” ujarnya.

Di sisi lain, Dokter Spesialis Gizi Klinik, dr. Andri Kelvianto meminta pemerintah untuk menyediakan kerangka regulasi yang mendukung program-program edukasi gizi, termasuk pengembangan kampanye publik yang fokus pada pentingnya pola makan seimbang, pengurangan kebiasaan buruk, dan mengarahkan ke penggunaan alternatif yang lebih rendah risiko.

Sektor swasta, dapat didorong untuk memproduksi alternatif produk yang lebih rendah risiko bagi masyarakat luas.

“Di Amerika ada food and mood project. Pemerintah menyediakan makanan yang bergizi seimbang di sekolah. Bukan hanya diberikan makan, tetapi betul-betul variasi gizinya diperhatikan untuk mencukupi food security,"tutur dr. Andri Kelvianto.(mcr8/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler