jpnn.com, XINJIANG - Sebuah masjid di Provinsi Xinjiang, China dihancurkan demi pembangunan sebuah hotel megah, yaitu Hotel Hilton.
Sekelompok aktivis hak-hak sipil Muslim-Amerika di Amerika Serikat menggelar aksi mengampanyekan boikot Hilton Worldwide, atas rencana perusahaan untuk membangun sebuah hotel di lokasi masjid Uighur di Hotan yang diratakan pihak berwenang di Xinjiang China.
BACA JUGA: Pejabat China Beretnis Uighur Desak Taliban Musuhi Gerakan Islam
Berbicara pada konferensi pers yang diadakan di depan markas Hilton di Virginia, Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi yang menggelar aksi tersebut mengatakan bahwa mereka telah “bernegosiasi secara tidak langsung” dengan grup hotel tetapi upaya itu "tidak berhasil".
“Hari ini, kami mengumumkan kampanye boikot global terhadap Hilton,” kata direktur eksekutif CAIR, Nihad Awad.
BACA JUGA: Bungkam Pembenci China, Akademisi Uighur Sebut Semua Etnis Hidup Bahagia di Xinjiang
Dia menambahkan bahwa proyek tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berkontribusi pada penghancuran budaya Uighur.
China telah melakukan tekanan terhadap etnis muslim Uighur dengan penahanan massal, sterilisasi paksa, memisahkan anak-anak dari keluarga dan menghancurkan tempat ibadah serta budaya.
BACA JUGA: Diburu Pemerintah China, Aktivis Uighur Ini Malah Ditangkap di Negara Muslim
Namun, pemerintah China telah membantah tudingan tersebut.
Nihad Awad mengatakan mereka diberitahu tentang rencana pembangunan hotel tersebut pada awal Juni.
Pada Juli lalu, komisi kongres AS bipartisan meminta Hilton Worldwide untuk tidak mengizinkan namanya dikaitkan dengan proyek hotel tersebut.
Sekitar 16.000 masjid di 900 lokasi Xinjiang hancur sebagian atau seluruhnya antara 2017 dan 2020, menurut penelitian oleh lembaga Kebijakan Strategis Australia.
Para pejabat di Beijing mengatakan kepada kantor berita Reuters awal tahun ini bahwa tidak ada situs keagamaan di Xinjiang yang dihancurkan atau dibatasi secara paksa dan mengundang wartawan untuk mengunjungi daerah tersebut.
Namun, dalam 12 hari pelaporan selama Ramadan pada bulan April dan Mei lalu, sebagian besar masjid yang dikunjungi wartawan Reuters nyatanya memang telah dihancurkan sebagian, atau seluruhnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok-kelompok hak asasi memperkirakan bahwa satu juta orang Uighur dan etnis minoritas lainnya ditahan di kamp-kamp tempat mereka bekerja di Xinjiang.
China awalnya membantah kamp itu ada, tetapi sejak itu mengatakan bahwa itu adalah pusat kejuruan yang dirancang untuk memerangi ekstremisme.
Pada bulan Januari, AS mengumumkan larangan impor pada semua produk kapas dan tomat dari Xinjiang atas tuduhan bahwa komoditas itu diproduksi dengan kerja paksa oleh orang-orang Uighur.
Beberapa merek Barat termasuk H&M, Burberry dan Nike telah terkena boikot konsumen di China setelah meningkatkan kekhawatiran tentang dugaan kerja paksa di Xinjiang. China menguasai sekitar 20 persen pasar kapas dunia dan 85 persen kapasnya berasal dari Xinjiang. (rtr/aljazeera/ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia