Masjidpreneur

Oleh: Joko Intarto

Sabtu, 29 Juni 2019 – 06:35 WIB
Masjid Istiqlal, Jakarta. Foto: Dery Ridwansyah/Jawa Pos

jpnn.com - Dua orang ini tinggal berdekatan. Tapi tak saling kenal. Sampai suatu hari saya mempertemukan keduanya. Dua pekan lalu.

Zendy yang pengusaha property di Bekasi itu merasa galau. Sebagai ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Ia ingin mencarikan pekerjaan bagi warga miskin di sekitar masjid yang berstatus janda dan miskin.

BACA JUGA: Sekolah Tanpa Gedung

Masjid punya uang. Dari infak para jemaah. Tapi pekerjaan untuk warga tak kunjung ketemu.

Memang tak mudah menemukan jenis pekerjaan itu. Karena keterbatasan skill, usia dan pendidikan mereka. "Ada ide?" tanya Zendi lewat WhatsApp, menjelang tengah malam.

BACA JUGA: Fatma Bahalwan, Woman of Action

Saya tidak segera menjawab. Otak saya berpikir keras. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah: harus mudah dikerjakan, harus ada yang menyediakan modal kerjanya, harus cepat perputaran uangnya dan harus terjamin pembelinya.

BACA JUGA: Sekolah Tanpa Gedung

BACA JUGA: Sidang Online, Sesulit Apa?

Aha! Akhirnya ketemu. Saya harus merekomendasikan nama pengusaha ini: Anang Sudjana. Raja industri boneka nasional yang pabriknya ada di Narogong, Bekasi Selatan.

Pikiran saya melayang pada pertemuan empat tahun lalu di pabriknya. Saat itu, Anang sedang merencanakan membuat buku praktis: Cara Menjahit Boneka Flanel. Buku itu akan dibagikan gratis kepada komunitas di Bekasi yang tertarik dengan jasa menjahit boneka.

Dengan bantuan buku, masyarakat akan paham cara menjahit boneka flanel. Setelah bisa, Anang akan merekrut mereka menjadi tenaga penjahit boneka. Menggunakan bahan yang sudah dipotong menjadi pola. Hasil produksinya dibeli Anang untuk memenuhi order pembelinya dari seluruh Indonesia.

Konsep produksi boneka di perusahaan Anang memang unik. Wakau punya pabrik, Anang tidak punya karyawan. Yang bekerja di pabrik adalah mitra usaha. Mereka umumnya warga sekitar yang telah lulus pelatihan menjahit boneka flanel.

Setiap pagi warga mengambil bahan kain flanel yang sudah dipotong sesuai pola. Bahan-bahan itu kemudian dijahit menjadi boneka. Sore hari hasil produksinya disetorkan ke Anang. Setelah lolos quality control, Anang membayar jerih payah mereka. Cash. Lunas.

Ada 300 komunitas yang kini bekerjasama dengan Anang. Umumnya komunitas ibu-ibu dan remaja putus sekolah.

Zendy senang bukan kepalang saat saya beri informasi soal model bisnis Anang itu. "Saya harus ketemu dia. Masjid siap memodali jamaah melalui infak produktif," katanya.

Tiba-tiba keesokan paginya, Zendy sudah laporan. "Pak Anang sudah saya kirimi pesan pendek minta waktu ketemu. Beliau sudah siap," terang Zendy.

Pertemuan perdana itu akhirnya berlangsung keesokan harinya. Lokasinya di pabrik boneka di kawasan Narogong. "Kami sepakat bekerjasama. Pak Anang yang siapkan bahan baku dan Masjid menyediakan modal kerja untuk membeli mesin jahit," papar Zendy dengan sumringah.

Hari-hari selanjutnya, saya tidak memonitor lagi. Terlewati dengan kesibukan berbagai urusan lain.

Jumat malam, saya ikuti diskusi di grup WhatsApp yang saya admini. Seorang member grup melempar isu bagaimana cara membantu orang miskin dengan program ekonomi.

Di sela-sela rapat kerja Lazismu PP Muhammadiyah di Hotel Burza Jogjakarta, saya pun ikut nimbrung. "Satu dua hari lagi akan saya ceritakan bagaimana pengalaman saya mempertemukan pengusaha boneka dengan komunitas jamaah masjid yang akan saling bekerjasama dengan modal bank infak milik jamaah masjid," kata saya.

Jemaah masjid memang sangat berpotensi untuk mendirikan bank infak. Bank infak menerima dana infak dari jemaah dan menyalurkan dana itu kepada siapa saja yang perlu bantuan. Khususnya untuk membangun bisnis.

Ada banyak peluang usaha yang bisa dikelola dari masjid. Bila punya aula serbaguna, masjid bisa memanfaatkan untuk jasa perkawinan atau pertemuan warga. Bisnis turunannya banyak. Mulai jasa dekorasi, rias, catering hingga paket sewa mobil.

Masjid juga bisa membangun layanan lain seperti jasa akikah, jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Semua bisa dimulai dengan modal dari bank infak.

Menurut Dewan Masjid Indonesia, ada 800 ribu masjid di seluruh Indonesia. Bila semua masjid punya bank infak dan bisa menghasilkan 10 bidang usaha, alangkah banyak orang-orang miskin yang bisa dibantu. Yang menganggur bisa bekerja. Yang kekurangan bisa lebih sejahtera.

Delapan ratus ribu masjid adalah jumlah yang sangat besar. Semua akan dimulai dari satu masjid. Sebagai model. Bila berhasil satu, kloning ke masjid berapa pun, hanya masalah waktu. (jto)

 


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler