jpnn.com - Xiaomi Corp melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan hukum terhadap Departemen Pertahanan dan Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Hal itu lantaran, Departemen Pertahanan, saat AS masih dipimpin Donald Trump, memasukkan Xiaomi dan delapan perusahaan lainnya ke daftar perusahaan yang berkaitan dengan militer China, dikutip dari Reuters, Sabtu.
BACA JUGA: Keren! Xiaomi Kembangkan Mi Air Charger, Teknologi Pengecasan Hp Jarak Jauh
Investor Amerika diminta memecah kepemilikan di perusahaan-perusahaan tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Xiaomi dalam berkas keberatan tersebut mengatakan penilaian tersebut tidak sah dan tidak sesuai konstitusi, serta menegaskan perusahaan tidak diatur oleh tentara Pembebasan Rakyat.
BACA JUGA: Kapolri Listyo Sigit Utarakan Permintaan Khusus kepada Para Keturunan Nabi Muhammad, Apa Itu?
Tuntutan yang dialamatkan kepada Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Keuangan Janet Yellen di pemerintahan Presiden Joe Biden ini juga menyebutkan larangan investasi, yang efektif berlaku mulai 15 Maret, akan menyebabkan kerusakan segera dan tidak bisa diperbaiki terhadap Xiaomi.
Perusahaan teknologi asal Tiongkok itu mengatakan, 75 persen dari hak suara perusahaan dipegang oleh para pendiri mereka, Lin Bin dan Lei Jun, tidak ada kepemilikan atau kontrol dari orang atau badan yang berhubungan dengan militer.
BACA JUGA: Soal Pajak Pulsa hingga Token, Bu Sri Merespons dengan Nada Tegas, Ada Kata Jengkel
Mereka juga menekankan ada sejumlah penting pemegang saham yang berasal dari AS, bahkan tiga dari sepuluh besar pemegang saham biasa merupakan grup investasi dari AS.
"Lebih lanjut, pendapat publik bahwa Xiaomi berasosiasi dengan militer China akan merusak secara signifikan posisi Xiaomi terhadap mitra bisnis dan konsumen, menyebabkan reputasi rusak yang tidak bisa segera dihitung atau diperbaiki dengan mudah".
Departemen Pertahanan dan Departemen Keuangan AS belum memberikan pernyataan terkait tuntutan Xiaomi ini. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha