JAKARTA - Menjelang masa penerimaan siswa baru SD, kemendikbud kembali mengeluarkan peringatan agar sekolah tidak berlebihan dalam melakukan penjaringan siswa. Sekolah dilarang menerapkan tes membaca menulis dan berhitung (calistung) bagi calon peserta didik yang akan masuk kelas 1.
Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud Reni Akbar Hawadi menegaskan, pembelajaran di TK dan sederajat belum menuntut anak-anak bisa calistung. "Kalaupun ada, hanya pengenalan saja. Yang penting tahu," kata guru besar psikologi UI itu.
Misalnya para siswa TK diajak bersama-sama melafalkan angka 1 sampai 10, tanpa harus menulis dengan huruf. Reni mengatakan, program pembelajaran di TK itu lebih ditekankan pada aktivitas bermain sekaligus pembentukan karakter.
Reni mengatakan, Presiden SBY titip dua penekanan dalam penciptaan pembentukan karakter untuk anak-anak TK. Dua pesan SBY itu adalah, mulai menumbuhkan budaya bersih dan budaya disiplin.
Memupuk budaya bersih dan disiplin bisa diterapkan dengan aneka permainan. "Misalnya praktek cuci tangan rame-rame, atau diterapkan antri saat masuk kelas," papar dia.
Dia mengaku masih mendapat laporan adanya SD yang menerapkan ujian calistung untuk menyeleksi calon siswa. Terutama untuk SD-SD yang menyandang predikat Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Sebagian pihak menuding, ujian calistung ini hanya untuk menjaga gengsi predikat RSBI tersebut.
Bagi Reni yang mendalami ilmu psikologi mengatakan, banyak sekali kerugian jika SD-SD masih menerapkan ujian calistung. Paling besar kelemahan ujian ini adalah, siswa dari TK bisa menjadi tertekan ketika mengetahui harus lulus ujian calistung dulu sebelum masuk SD.
Tekanan ini wajar terjadi. Sebab, di TK memang tidak diajarkan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Bisa-bisa anak itu menangis saat dihadapkan pada naskah soal ujian.
Potensi tekanan bisa semakin besar ketika orangtua memaksakan anaknya mau tidak mau harus masuk ke SD yang menerapkan ujian calistung. Orangtua seperti ini, bisa jadi akan mengajari anaknya membaca, menulis, dan menghitung secara kilat dan dengan paksaan.
Tekanan psikis akan semakin kuat, bagi anak-anak yang dinyatakan tidak lulus ujian calistung. "Intinya, ujian calistung untuk masuk SD tidak dibenarkan," tegas Reni.
Kemendikbud siap menerima laporan pengaduan masyarakat jika ada praktek ujian calistung di SD. Jika praktek ujian calistung ini diterapkan SD bertitel RSBI, maka akan dilakukan evaluasi serius.
Menurut Reni, kemampuan membaca, menulis, dan menghitung merupakan wewenang atau kewajiban guru SD. Guru SD harus bisa memanfaatkan motorik halus anak-anak yang baru lulus TK itu. Reni mengatakan, motorik halus ini harus diolah sedemikian rupa untuk pembelajaran menulis, membaca, dan menghitung.
Reni juga mengatakan jika pihaknya tahun ini terus meningkatkan kualitas pembelajaran di TK. Di antaranya, dengan meningkatan kulifikasi akademik dan kesejahteraan guru TK. Baik yang PNS maupun yang swasta.
Peningkatan akademik di antaranya dilakukan dengan pemberian beasiswa menamatkan S1 atau D IV dengan bantuan sekitar Rp 3,6 juta per tahun per guru.
Sedangkan untuk peningkatan kesejahteraan guru TK, akan dikucurkan tunjangan profesi sekitar Rp 21,2 juta per tahun per guru. Selain itu juga ada tunjangan khusus bagi guru yang ada di daerah khusus sebesar Rp 29,7 juta per tahun per guru. (wan/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Les Tambahan Dicurigai Modus Pungli
Redaktur : Tim Redaksi