Masyarakat Film Tolak UU Perfilman

Senin, 07 September 2009 – 00:45 WIB
Koalisi Masyarakat perfilman yang terdiri dari para sineas muda, senior dan produser Film seperti Riri Reza, Mira Lesmana, Slamet Rahardjo, Raam Punjabi, Dedy Mizwar,dll saat memberikan penolakan terhadap RUU Perfilman yang telah di sahkan DPR di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismai mereka menyatakan menolak secara tegas RUU tersebut karena mematikan dunia film Indonesia.FOTO : FEDRIK TARIGAN/NONSTOP/JPNN

JAKARTA- Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perfilman disahkan DPR RI, Selasa (8/9) kemarinNamun, UU itu justru menuai kecaman dari para sineas pelaku film nasional

BACA JUGA: Masyarakat Film Tolak UU Perfilman

Dari sepuluh fraksi di DPR, hanya PDIP yang menyatakan abstain
"UU ini masih belum ideal

BACA JUGA: Tidak Pernah Belanja Lebaran

Karena masih banyak ide dan gagasan cerdas yang tidak terakomodir," kata juru bicara Fraksi PDIP Deddy Sutomo, dalam rapat paripurna DPR kemarin.

Pernyataan Deddy Sutomo ini sontak mendapatkan tepuk tangan para pelaku film nasional yang datang menghadiri acara paripurna DPR tersebut
Diantara mereka ada Rima Melati, Riri Reza dan Jajang C Noer.  Deddy Sutomo mengakui, UU perfilman yang baru ini sudah lebih baik dari pada UU sebelumnya

BACA JUGA: Merasa Nyaman Dengan yang Panjang

"UU yang lama kurang memberikan jaminan untuk berekspresi dan berkreasiKarena UU itu lebih banyak mengatur pembatasan," ujarnya,

Meski begitu, bukan berarti UU ini lantas diterima di komunitas perfilman nasionalBanyak Sineas yang justru mengaku kecewa terhadap UU tersebutMereka melihat, masih banyak kekeliruan di pasal-pasalnyaBahkan, menurut produser yang tengah naik daun Mira Lesman, UU ini sebenaranya tidak jauh berbeda dengan UU sebelumnyaMenurutnya, Undang-undang yang baru ini masih melanggar asas Demokrasi."Undang-undang masih menggunakan paradigma lama, karena masih menempatkan pemerintah sebagai pengontrol," ujarnya.

Para sineas nasional mengharapkan UU ini tidak saja sebagai pengtrol, tetapi juga harus menjamah persoalan "bagaimana memajukan perfilman nasional sebagai strategi kebudayaan"Mira mewakili sineas yang menolak UU perfilman menyatakan bahwa mereka akan kembali melihat dan membaca isi UU"Kita lihat apakah masukan-masukan yang kita berikan diakomodir," ungkapnyaJika banyak pasal-pasal yang cendrung membatasi kretativitas maka mereka akan mencoba kembali mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi"Kalau tidak ya kami tidak akan menganggap adanya UU ini, seperti juga kami melanggar saja UU no 8 tahun 1992," katanya.

Sementara itu, sineas senior Slamet Rahardjo mengatakan, seharusnya jangan terburu-buru diputuskan"Meskipun lebih bagus dariapada UU no 8 tetapi masih banyak hal-hal yang masih mengalami perdebatanKenapa harus disahkan sekarang, kalau belum siap sekarang tidak usah dipaksakan, kayak Indonesia mau bubar saja," ujarnya.

Menanggapi keresahan insan film nasional terhadap UU perfilman yang baru ini, Menbudpar Jero Wacik mengaku bisa memahami sikap itu"Kami masih akan menampung masukan-masukan dari berbagai pihakMasukan itu bisa dijabarkan ke dalam putusan menteri yang bisa lebih dipahami," ujarnya kepada wartawan di DPR kemarin.

Ia membantah UU tersebut menunjukkan pemerintah yang diktator."Kami sama sekali tidak akan diktatorKarena semua itu nanti masih akan dijabarkan lebih detil."Semangat kami tetap ingin memajukan perfilman nasional," ujar Jero  menambahkanIa mengaku  dirinya justru yang paling sedih jika nanti film menjadi mundur padahal film sekarang sudah maju, "saya yang paling keberatan jika ada film yang 'mati' karena UU ini, padahal sekarang film Indonesia sudah maju," ungkap Jero menegaskan.(esy/aj)

BACA ARTIKEL LAINNYA... The Beatles Terus Manggung Lewat Videogame


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler