ROMA - Sudah 35 tahun pemimpin Gereja Katolik se dunia itu tidak lagi berasal dari Roma. Meski demikian, masyarakat Italia sendiri tampaknya tidak memiliki keinginan kuat agar pemimpin gereja mereka memegang kembali tampuk jabatan Paus di Roma.
"Saya tidak peduli dari mana dia berasal. Dia harus menjadi pemimpin, seperti Paus Yohanes Paulus II, tidak seperti Paus Benediktus Emeritus, Ratzinger. Dia adalah pria yang baik," kata Alessandro Marongiu, seorang umat Paroki St John Lateran gereja katedral Keuskupan Roma, seperti dilansir CBC (12/3).
Senada hal itu, David Baiocchi (14), mengamininya. Menurutnya, Paus bisa berasal dari mana dan bisa pula berada di mana saja. "Mengapa tidak? Paus tidak harus dari Roma, " ujarnya.
Kardinal Angelo Scola dari Milan dianggap oleh beberapa orang sebagai calon kuat dari Italia, sebagai seseorang yang mirip dengan Benediktus tetapi dengan sentuhan lebih populer. Menurut Pastor Thomas Reese, kondisi ini dipengaruhi situasi Italia di mana pada saat ini dalam suasana anti-kemapanan.
Dijelaskannya, Kardinal Italia sendiri dalam konklaf ini mengontrol 25 persen suara, sehingga jika mereka bersatu di belakang seseorang akan signifikan. "Jika Italia dibagi, seperti ketika memilih Yohanes Paulus II, maka kita bisa mendapatkan seseorang dari luar," kata Reese.
Sementara itu, seorang pengamat Vatikan tidak percaya para kardinal Italia akan memilih dalam satu kesatuan. Andrea Tornielli menyatakan kepada VaticanInsider.com, meski 28 orang kardinal berasal dari Italia namun suara bakal terpecah. "Mereka tidak berpikir sebagai sebuah kelompok karena Italia bukan bangsa dengan rasa kesatuan seperti halnya Amerika Serikat," katanya.
Sejumlah kandidat non-Eropa terus muncul di daftar calon suksesor Paus Benediktus XIV, termasuk Kardinal Kanada Marc Ouellet, Luis Antonio Tagle dari Filipina, Odilo Pedro Scherer dari Brasil dan Robert Sarah Guinea. Peter Turkson dari Ghana juga disukai pers Italia, namun beberapa ahli mengatakan dengan ketenarannya hal itu berarti pencalonannya sudah berakhir bahkan sebelum pemungutan suara dimulai.
Sementara itu, menurut sebuah jajak pendapat pembaca online untuk media, Corriere della Sera, pilihan untuk Paus berikutnya adalah Kardinal Sean O"Malley dari Boston. Dia berhasil mengumpulkan 36,7 persen suara, melampaui Angelo Scola dari Milan dengan 17,9 persen dan Luis Antonio Tagle dari Filipina pada 14,3 persen.
"Ini bukan masalah kebangsaan. Ini bukan masalah geopolitik. Ini adalah masalah untuk memilih seorang pria yang benar-benar seorang manusia rohani," ujarnya.(esy/jpnn)
"Saya tidak peduli dari mana dia berasal. Dia harus menjadi pemimpin, seperti Paus Yohanes Paulus II, tidak seperti Paus Benediktus Emeritus, Ratzinger. Dia adalah pria yang baik," kata Alessandro Marongiu, seorang umat Paroki St John Lateran gereja katedral Keuskupan Roma, seperti dilansir CBC (12/3).
Senada hal itu, David Baiocchi (14), mengamininya. Menurutnya, Paus bisa berasal dari mana dan bisa pula berada di mana saja. "Mengapa tidak? Paus tidak harus dari Roma, " ujarnya.
Kardinal Angelo Scola dari Milan dianggap oleh beberapa orang sebagai calon kuat dari Italia, sebagai seseorang yang mirip dengan Benediktus tetapi dengan sentuhan lebih populer. Menurut Pastor Thomas Reese, kondisi ini dipengaruhi situasi Italia di mana pada saat ini dalam suasana anti-kemapanan.
Dijelaskannya, Kardinal Italia sendiri dalam konklaf ini mengontrol 25 persen suara, sehingga jika mereka bersatu di belakang seseorang akan signifikan. "Jika Italia dibagi, seperti ketika memilih Yohanes Paulus II, maka kita bisa mendapatkan seseorang dari luar," kata Reese.
Sementara itu, seorang pengamat Vatikan tidak percaya para kardinal Italia akan memilih dalam satu kesatuan. Andrea Tornielli menyatakan kepada VaticanInsider.com, meski 28 orang kardinal berasal dari Italia namun suara bakal terpecah. "Mereka tidak berpikir sebagai sebuah kelompok karena Italia bukan bangsa dengan rasa kesatuan seperti halnya Amerika Serikat," katanya.
Sejumlah kandidat non-Eropa terus muncul di daftar calon suksesor Paus Benediktus XIV, termasuk Kardinal Kanada Marc Ouellet, Luis Antonio Tagle dari Filipina, Odilo Pedro Scherer dari Brasil dan Robert Sarah Guinea. Peter Turkson dari Ghana juga disukai pers Italia, namun beberapa ahli mengatakan dengan ketenarannya hal itu berarti pencalonannya sudah berakhir bahkan sebelum pemungutan suara dimulai.
Sementara itu, menurut sebuah jajak pendapat pembaca online untuk media, Corriere della Sera, pilihan untuk Paus berikutnya adalah Kardinal Sean O"Malley dari Boston. Dia berhasil mengumpulkan 36,7 persen suara, melampaui Angelo Scola dari Milan dengan 17,9 persen dan Luis Antonio Tagle dari Filipina pada 14,3 persen.
"Ini bukan masalah kebangsaan. Ini bukan masalah geopolitik. Ini adalah masalah untuk memilih seorang pria yang benar-benar seorang manusia rohani," ujarnya.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Butuh 2/3 Suara Peserta Konklaf untuk Paus Baru
Redaktur : Tim Redaksi