DPR RI resmi mengesahkan revisi undang-undang TNI menjadi undang-undang dalam rapat Paripurna yang digelar hari ini (20/03).
Hingga sebelum rapat Paripurna, ratusan orang dari sejumlah elemen masyarakat terus mendatangi gedung DPR untuk menolakan pengesahannya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Wali Kota Istanbul Ditangkap Sebelum Maju Jadi Capres
Sebagian dari pengunjuk rasa bahkan sudah berkemah di pintu masuk gedung DPR sejak semalam.
Banyak warga menolak revisi UU TNI karena dinilai bermasalah, bukan hanya karena isinya, tapi juga pembahasannya yang dilakukan secara diam-diam dan tergesa-gesa, serta minim partisipasi publik.
BACA JUGA: Demonstran Penolak RUU TNI di DPR Dibubarkan Paksa Aparat
Yang paling menjadi perhatian publik adalah saat panitia kerja RUU TNI dari Komisi I DPR melakukan pertemuan tertutup dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Pertahanan, dalam menyusun daftar inventaris masalah revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta, Sabtu pekan lalu (15/03).
Saat itu tiga orang aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menggeruduk salah satu ruang rapat di hotel berbintang lima itu sambil membawa poster.
BACA JUGA: RUU TNI Disetujui DPR, Warga Medan Langsung Berbagi Takjil
"Selamat sore, Bapak Ibu," seru Andrie ketika berhasil masuk ruang rapat. "Kami menuntut agar proses pembahasan RUU TNI dihentikan karena tidak sesuai dengan proses legislasi, ini diadakan tertutup."Sengaja menghindari partisipasi publik?
Andrie mengatakan pertemuan yang dilakukan di hotel mewah bertentangan dengan kebijakan efisiensi Presiden Prabowo Subianto, selain juga menunjukkan komitmen yang rendah pada prinsip transparansi dan partisipasi publik.
Saat merumuskan revisi Undang-undang TNI, panitia kerja DPR hanya tercatat dua kali mengundang unsur masyarakat sipil, salah satunya pada 18 Maret 2025, beberapa jam sebelum finalisasi revisi UU TNI itu.
Padahal, menurut Feri Amsar, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, harusnya ada partisipasi publik yang bermakna dalam proses pembentukan undang-undang.
"Di sana ada proses yang menampung hak publik untuk didengarkan, untuk menyampaikan, dan mendapatkan penjelasan kalau kemudian pendapatnya ditolak," kata Feri kepada ABC Indonesia.
Masalah yang lain, menurut Feri adalah naskah akademik dan draft revisi Undang-undang TNI ini yang tidak bisa diakses publik.
"Untuk bisa berpartisipasi, publik harus tahu alasan perubahan, termasuk apa saja pasal yang diubah dan mengapa, melalui naskah akademik dan draft undang-undang," kata Feri.
"Tetapi bagaimana publik bisa melakukannya kalau dokumen yang dibahas itu tidak pernah disebar kepada publik dengan proper? Kami baru dapat naskah akademik-nya kemarin [hari Selasa]," kata Feri.
Ia mengatakan kombinasi dari semua faktor ini bisa dilihat sebagai "upaya parlemen menghindari partisipasi publik bisa bisa mengkritik, memberikan masukan bahkan menolak rancangan undang-undang itu."Dwifungsi TNI dulu dan sekarang
Berdasarkan draf RUU yang diperoleh ABC, ada tujuh poin revisi yang kini sudah disahkan di rapat paripurna DPR.
Yang menjadi sorotan adalah bertambahnya kewenangan militer di ranah sipil, termasuk bertambahnya jabatan strategis di kementerian dan lembaga negara yang bisa diisi anggota militer aktif.
Dalam pernyataannya, koalisi masyarakat sipil mengatakan revisi tersebut berpotensi membawa negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara kembali ke dwifungsi TNI (dulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI).
Dwifungsi TNI adalah saat personel militer aktif diperbolehkan memegang peran sipil.
Di masa Orde Baru, di bawah pimpinan mantan presiden Suharto, dwifungsi ABRI berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan rakyat Indonesia saat itu.
Salah satunya adalah kasus pembunuhan Marsinah yang hingga kini belum terpecahkan, yang terjadi karena ada keterlibatan tentara dalam urusan buruh.
Pendiri Paramitha Institute, Rudi Hartono, mengingatkan kaum buruh sebagai yang seharusnya "paling waspada dan berdiri di garis paling depan menentang kembalinya dwifungsi, sebab selama 32 tahun Orde Baru dengan kebijakan dwifungsi-nya, sektor buruh yang paling mengalami represi."
Ada pula kisah Mbah Gatot yang digiring tentara di masa Orde Baru, gara-gara mengembangkan padi Rojolele dan tidak ikut program revolusi hijau dengan bibit dan pupuk tertentu.
"Mereka bilang Mbah Gatot bertanam padi melawan pemerintah, loh saya ini tidak melawan pemerintah, saya ini menanam padi melestarikan [pekerjaan] orang tua saya bertani," tuturnya dalam rekaman kesaksiannya yang viral.
"Tanaman saya di sawah dicabuti [tentara], ... saya dibawa ke koramil, dikerangkeng lagi sambil orang Koramil itu berkata: jangan lagi-lagi menentang pemerintah."
Di atas kertas, praktik dwifungsi militer, yang dianggap bertentangan dengan prinsip profesionalisme militer, sebenarnya sudah dihapuskan setelah reformasi 1998.
Feri Amsari mengatakan kembalinya dwifungsi TNI di generasi masa kini akan masuk ke ruang-ruang masyarakat sipil.
"Setiap gerakan apa pun mahasiswa, diskusi, film, karya seni dan berbagai praktik kehidupan yang disukai anak muda itu terhambat dan terlarang, kecuali mendapatkan izin," ujar Feri.
"Bukan tidak mungkin, ketika dwifungsi itu masuk ke ruang sipil sekali lagi di era reformasi ini, maka yang akan rugi adalah Gen Z," jelasnya.
"Bayangkan TikTok mereka akan dikoreksi, IG mereka dikoreksi, podcast mereka dikoreksi, kegiatan seni mereka dikoreksi oleh ruang-ruang militer ini untuk mengendalikan suasana."
Tapi, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan revisi UU TNI tidak menandakan kembalinya doktrin dwifungsi militer seperti sebelumnya.
Ia menegaskan semua pengangkatan militer akan tetap berkaitan erat dengan pertahanan dan keamanan negara, serta setiap prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan sipil harus terlebih dahulu pensiun dari dinas militer.Kembalinya militer: potensi atau sudah terjadi?
Sejumlah pengamat mengatakan praktik dwifungsi militer sudah terjadi di Indonesia, sebelum revisi Undang-undang TNI ini.
Feri Amsari dari Universitas Andalas mencontohkan pengangkatan Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya, mantan ajudan Presiden Prabowo Subianto menjadi Sekretaris Kabinet, serta pengangkatan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog).
Riset Imparsial, organisasi non-pemerintah yang berfokus pada pemantauan hak asasi manusia, menemukan 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada 2023.
"Lalu mengapa tetap dilakukan revisi Undang-undang ini? Ya menurut saya ini upaya menghalalkan sesuatu yang haram," kata Feri.
Eksistensi militer di segala aspek kehidupan masyarakat saat ini sudah dirasakan lama oleh warga Papua, menurut Elivira Rumkabu, aktivis Papua Democratic Institute.
"Revisi ini sudah pasti memperkuat supremasi militer, … tapi di Papua, dari dulu sampai sekarang, baik direvisi atau tidak, Papua tetap menjadi wilayah yang heavily militarised, yang menjadi basis operasi militer karena statusnya sebagai wilayah konflik," ujar Elvira kepada ABC Indonesia.
"Jadi kalau teman-teman takut dengan kembalinya dwifungsi TNI, di Papua tanpa revisi pun status konflik ini sudah menjustifikasi militer mengambil supremasi sipil," ia menambahkan.
Elvira mengatakan track record militer di Papua sejak 60-an sarat dengan kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang belum selesai karena impunitas TNI yang kuat.
"Jadi bayangkan jika revisi ini lolos dengan konteks impunitas seperti ini … menurut saya akan jadi lebih mengerikan lagi bagi kami di Papua."
Elvira berharap diskusi publik soal revisi Undang-undang TNI ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan masyarakat sipil untuk mengkaji dan mengevaluasi peran militer, terutama di daerah konflik.
Feri mengatakan revisi Undang-undang TNI bukalah soal supremasi militer belaka, tetapi persaingan kepentingan yang memanfaatkan militer sebagai alat kepentingan bisnis dan politik.
"Jadi antar politisi menggunakan militer sebagai kacung untuk kepentingan-kepentingan politiknya dan para pebisnis menggunakan militer untuk mengamankan bisnis dan berbagai kepentingan bisnis itu sendiri," katanya.
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Tolak RUU TNI Masih Berlangsung, Sejumlah Pedemo Dibawa Sukarelawan Medis