Masyarakat Tunggu Jawaban Presiden: Ganti atau Pertahankan Jaksa Agung?

Minggu, 15 November 2015 – 15:00 WIB
Presiden Joko Widodo. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Juru bicara Partai Demokrat Kastorius Sinaga mempertanyakan apakah politik hukum Pemerintahan Jokowi akan bergerak maju dengan mencopot Jaksa Agung dan mengembalikan Korps Adhyaksa  ke jalur profesional nonpartai? Atau sebaliknya, demi menjaga kekompakan koalisi partai pendukung Presiden Jokowi, maka dalam paket Resuffle Jilid II yang akan datang tetap mempertahankan kursi Jaksa Agung digenggam oleh Partai Nasdem lewat Prasetyo?

“Jawaban atas pertanyaan inilah yang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas saat ini," kata Kastorius saat diskusi bertajuk “Reshuffle Kabinet Jilid 2: Perlukah Jaksa Agung Diganti?” yang digelar Journalist of Law Jakarta (JLJ), Minggu (15/11) di Jakarta.

BACA JUGA: Demokrat: Sejak Awal Penunjukan Prasetyo Menuai Kontroversi

Menurut Kastorius, prestasi buruk di bidang penegakan hukum menjadi cacatan utama di dalam evaluasi satu tahun pertama Pemerintahan Jokowi-JK. Hampir seluruh survei dan jajak pendapat menegaskan adanya ketidak-puasan publik terhadap politik penegakan hukum Indonesia.

Kastorius menyebutkan perseteruan lembaga Polri dan KPK yang berujung pada penonaktifan komisioner KPK, Rancangan Undang-undang yang hendak mengamputasi usia dan wewenang KPK, maraknya kasus korupsi politik serta lemahnya kinerja penegakan hukum akibat dugaan praktik “kongkalikong” adalah beberapa fakta pendukung penyebab kekecewaan publik tersebut.

BACA JUGA: Terkait Teror Paris, Ini Instruksi Kapolri

Secara personal, kata Kastorius, Prasetyo adalah seorang mantan jaksa yang mumpuni. Namun sejak diangkat publik telah menaruh tanda tanya besar terhadap “independensi” Kejagung di bawah Prasetyo karena status yang bersangkutan sebagai kader partai.

Bahkan, saat dilantik Jokowi setahun yang silam, publik telah menduga keras bakal muncu benturan kepentingan atau conflict of interest antara kepentingan penegakan hukum dengan vested interest partai. Paling tidak, terdapat dua alasan utama yang melatar belakangi dugaan publik di atas.

BACA JUGA: Kapolri: Perketat Pengaman Pintu Masuk di Darat, Laut dan Udara

Pertama, penegakan hukum masih sangat rawan dengan praktik gurita mafia hukum karena faktor transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum kita yang masih rendah. Kedua, dalam era demokrasi yang relatif muda dan belum stabil saat ini di Indonesia, persaingan kekuasaan politik vis a vis berhadapan dengan kekuasaan hukum masih dominan guna pengamanan akses material dan sumberdaya politik.

“Sistem hukum adalah salah satu instrumen paling efektif untuk akumulasi kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi," ujar salah satu Ketua DPP Partai Demokrat ini.

Karenanya,  independensi dan integritas sistem penegakan hukum  sangat ditentukan oleh tingkat intervensi politik eksternalnya. Terlebih dengan institusi Kejagung, yang merupakan tiang utama di dalam integritas penegakan hukum, maka independensi dan integritas lembaga ini menjadi sesuatu yang mutlak.

“Atas dasar inilah dulu, selama 10 tahun memerintah, SBY tidak selalu menjauhkan kursi Jaksa Agung dari genggaman partai koalisi pendukung pemerintah,” katanya.

Nah, kata dia, akankah sikap dan kebijakan seperti ini diambil oleh Jokowi dalam rencana reshuffle jilid II yang akan datang? (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus NasDem Desak Sudirman Said Bongkar Pencatut Nama Jokowi-JK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler