Batal Gelar Aksi Damai di Depan Istana, Peternak Unggas Malah Dibawa ke Polda Metro Jaya

Minggu, 22 Agustus 2021 – 16:10 WIB
Para peternak unggas mandiri yang sempat diamankan Polda Metro Jaya. Foto: dok pri PPRN

jpnn.com, JAKARTA - Peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) batal menggelar aksi damai di depan Istana Negara pada Jumat (20/8/2021) lalu.

Para peternak yang ingin menyampaikan aspirasi dengan meminta perlindungan kepada Presiden Jokowi, malah berujung di ruang tahanan sementara Polda Metro Jaya.

BACA JUGA: Suami di Malaysia, Istri Malah Ngamar Bareng Mantan di Hotel

Salah satu peternak unggas mandiri Alvino Antonio mengatakan aksi damai tersebut digelar karena harga ayam hidup terus-menerus di bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Bulan Juli anjlok hingga Rp9 ribu per kilogram. 

"Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi saja tidak diperbolehkan. Saya sudah tidak tahu lagi harus mengadu ke siapa. Saya sangat kecewa. Saya ingin mengadu ke Presiden, tetapi kami malah berurusan dengan aparat penegak hukum,” ujar Alvino Antonio dalam keterangan tertulisnya di Polda Metro Jaya, Jakarta (20/8/2021).

BACA JUGA: KA Argo Bromo Hantam Xenia di Perlintasan, Mobil Ringsek, Sopir Lolos dari Maut

Alvino mengaku saat hendak menggelar aksi bersama ketiga rekannya langsung diadang petugas.

Baru tiba 09.00 WIB, Alvino dan rekan-rekan langsung dibawa ke Polda Metro Jaya. Mereka ditahan di ruang tahanan sementara sejak pukul 09.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Alvino mengaku tidak mengetahui alasannya, mengapa begitu lama ditahan.

BACA JUGA: Pengurus Masjid di Labuhanbatu Ditikam 3 Liang, Polisi Ungkap Motifnya, Ternyata

“Kami hanya ingin aksi membentangkan spanduk. Kami juga sudah taat prokes (protokol kesehatan). Tetapi kami dibawa ke Polda dan ditahan hampir 12 jam. Disuruh membuat surat pernyataan ini dan itu. Kenapa harus (ditahan) begitu lama? Apakah kami anarkistis?” tuturnya.

Ia menyadari bahwa saat ini dalam kondisi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Meski demikian, lanjut Alvino, jika menunggu PPKM yang tidak jelas kapan berakhir, nasib dari ratusan peternak unggas mandiri akan makin sengsara.

“Saya hanya minta pemerintah lihat kami, coba rangkul kami, lindungi kami para peternak mandiri ini, Pak Presiden. Tetapi Pemerintah sepertinya diam saja. Karena sekarang atau nanti, peternak mandiri ini akan berurusan dengan hukum karena kami terlilit utang. Kami mau aksi gak boleh. Kami lapor ke Kementan, tidak diterima,” jelasnya.

Diakui Alvino, Kementerian Pertanian sudah begitu banyak mengeluarkan Surat Edaran (SE) Cutting Day Old Chicken (DOC) Final Stock (FS) untuk mengendalikan supply and demand. Tetapi faktanya, meski sudah melakukan pengendalian, HPP ayam hidup tetap hancur.

“Karena yang menyebabkan harga kita tinggi karena (keuntungan) sudah diambil oleh integrator. Mereka sudah ambil untung dari harga DOC, harga pakan, dan lainnya. Kalau seperti ini terus, kami seperti dibiarkan mati perlahan,” tegasnya.

Dalam rencana aksi di depan Istana Negara tersebut, Alvino menyebutkan ada delapan tuntutan aksi yang akan disampaikan, antara lain:

Mendesak Agar Menteri Pertanian dan Dirjen PKH diganti karena tidak bisa melindungi Peternak Rakyat Mandiri, Naikan Harga LB minimal di HPP Peternak Rakyat Mandiri Rp 20 ribu per kilogram,

Surat Edaran Cutting DOC Ditinjau Ulang Pemberlakuannya, Terbitkan Perpres Perlindungan Peternak Rakyat Mandiri,

Jaminan Supply DOC FS ke Peternak Rakyat Mandiri sesuai Permentan No .32 Th.2017 PASAL 19 AYAT (1),

Jaminan harga jual Live Bird diatas HPP Peternak Mandiri sesuai Permendag No.07 Th. 2020, minimal Rp 20 ribu per kilogram, Dilakukan Penyerapan Ayam Hidup disaat harga Farm Gate di bawah HPP Peternak Mandiri sesuai Permendag NO. 07 Th.2020 Pasal 3 ayat (1), dan Perusahaan Integrasi dilarang berbudidaya.

Sekjen Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN), Kadma Wijaya meminta Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Perlindungan Peternak Mandiri.

Permintaan tersebut karena harga jual ayam hidup berada di bawah HPP. Akibatnya para peternak rakyat mandiri ini menderita beban utang yang menumpuk. Banyak peternak yang harus menjual asetnya untuk membayar utang.

“Kalau kondisi ini tidak ditolong pemerintah, maka semua peternak mandiri akan mati hanya menyisakan pabrikan saja,” kata Kadma.

Kadma menilai, Pemerintahan Era Presiden Suharto jauh lebih baik. Dahulu pernah ada Perpres No.22/1990 yang berisi, yang boleh berternak hanya peternak, gabungan peternak, koperasi peternak. Sementara perusahaan-perusahaan besar seperti integrator hanya boleh menyiapkan sarana produksi peternakan (apronak) atau supporting-nya saja.

“Kalau pun beternak, hanya sebagai testfarm atau litbang saja. Dan hasilnya 65 persen wajib diekspor. Kalau sekarang kan tidak. Mereka ikut bermain dari hulu sampai hilir. Lah, kami yang kecil kecil ini, yang mandiri ini, tidak akan sanggup bersaing dengan mereka di pasar. sehingga populasi kami makin berkurang karena tak sanggup lagi bertahan. Maka benar kata Pak Harto dahulu (Presiden Soeharto). Jika yang besar juga beternak pasti yang kecil mati, dan sekarang terjadi,” tegasnya.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Yohanes Joko mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah mengetahui adanya permasalahan yang dihadapi peternak unggas mandiri. Meski diakuinya, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 makin memperparah kondisi para peternak unggas mandiri.

“Dalam waktu dekat, minggu depan, saya akan agendakan untuk duduk bersama dengan para peternak lain untuk mencari solusinya. Sebab, Bapak Presiden juga mencermati persoalan ini,” ujar Yohannes.

Yohannes mengaku telah mengetahui persoalan terkait keluhan para peternak unggas mandiri yang mengalami harga jatuh di bawah HPP. Diakuinya, kondisi ini sudah terjadi setiap tahunnya.

Di sisi lain, Ia menampik Pemerintah disebut hanya melindungi perusahaan besar (integrator). Karena, beberapa upaya juga terus dilakukan, seperti SE Cutting dari Kementan, Surat Edaran untuk pembibitan dan produksi ternak.

“Semua upaya upaya yang berkaitan dengan regulasi yang berkaitan dengan regulasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah kita lakukan. Tetapi tentu pasti masih ada celah-celah yang harus diperbaiki,” tukasnya.(dkk/jpnn)


Redaktur : Budi
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler