jpnn.com, JAKARTA - Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak (DPJ) Kemenkeu Neilmaldrin Noor berharap agar wajib pajak (WP) dapat mengikuti program pengampunan sukarela (PPS) karena memiliki banyak manfaat.
"PPS bukan sekadar pengampunan pajak melainkan sebagai kesempatan," ujar Neilmaldrin, Senin (27/12).
BACA JUGA: Ada Kabar Baik dari Ditjen Pajak, Alhamdulillah Bikin Lega
Sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah, PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 dan mengundangkan PMK tersebut pada 23 Desember 2021.
Neil menjelaskan bahwa pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.
BACA JUGA: Pemilik Kendaraan Wajib Tahu, Ada Diskon Pajak, Lumayan Besar!
Berikut tata cara pengungkapan pajak:
1. Melengkapi SPPH dengan:
BACA JUGA: Jelang Akhir Tahun, Bea Cukai Lampaui Target Penerimaan Pajak
a. SPPH induk
b. Bukti pembayaran PPh Final
c. Daftar rincian harta bersih
d. Daftar utang
e. Pernyataan repatriasi atau investasi
2. Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II:
a. Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum)
b. Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
3. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
4. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0.
5. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427 dan ntuk kebijakan II, 428.
7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
8. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP. (mcr28/mcr10/jpnn)
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Elvi Robia, Wenti Ayu