jpnn.com - SLEMAN - Pucuk pimpinan tertinggi di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta telah berganti. Dari sebelumnya Brigjen Polisi Erwin Triwanto ke Brigjen Polisi Prasta Wahyu Hidayat.
Serah terima jabatan Kapolda DIY digelar di Mabes Polri pada Kamis lalu (21/4) dilanjutkan dengan pisah sambut di Mapolda DIY keesokan harinya, Jumat (22/4). Brigjen Prasta sebelumnya menjabat Karorenmin Baintelkam Polri. Sedangkan Brigjen Erwin selanjutnya menjadi Kapolda Kalimantan Selatan.
BACA JUGA: Putra Lingga Bikin Bangga Indonesia karena Hasil Karyanya
Prasta mengaku ibarat pulang ke rumah sendiri dengan menjadi Kapolda DIY. Sebagai alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), ia cukup tahu wilayah Yogyakarta.
Tapi kini ada yang membuatnya prihatin dengan kondisi Yogyakarta saat ini. Yakni adanya kasus intoleransi.
BACA JUGA: OMG! Sedang Istirahat, Diajak Ngobrol, Langsung di Hap Hap
Menurutnya, DIY sejak lama dikenal sebagai tempat yang toleran dan ramah untuk semua orang. Status DIY sebagai daerah tujuan wisata utama dan daerah tujuan pendidikan terkemuka, merupakan bukti toleransi berkembang sangat baik di tengah-tengah masyarakat Kota Pelajar itu.
Prasta mengatakan, toleransi pula yang membuat orang-orang dari luar daerah dan luar negeri merasa nyaman berkunjung dan bahkan menetap di Jogja. Karenanya ia tak akan membiarkan praktik intoleransi.
BACA JUGA: Tak Terendus e-PUPNS, 331 PNS di Klaten Misterius
“Kalau ada kasus intoleransi kita akan bertindak tegas. Negara tidak boleh kalah dengan sekelompok orang,” katanya seperti diberitakan Radar Jogja.
Pria kelahiran Jakarta, 2 Juni 1962 yang menjalani pendidikan polisi di Akabri angkatan 1985 itu menegaskan, sudah saatnya Yogyakarta menegaskan diri lagi sebagai daerah istimewa. “Yang toleran dan ramah bagi semua orang, semua warga bangsa, juga warga dunia,” ungkapnya kepada Radar Jogja.
Bagi Prasta, aksi-aksi intoleran menimbulkan kesan DIY tak lagi aman dan masyarakatnya kehilangan semangat kebersamaan. Kesan itu tentu saja tidak baik bagi DIY, juga bagi Indonesia.
“Jangan sampai predikat city of tolerance ini tenggelam oleh aksi-aksi kekerasan. Polisi bersama masyarakat bahu membahu menjunjung tinggi keberagaman, tegas kepada siapa saja yang bersikap intoleran,” paparnya.
Polisi yang cukup lama berkiprah di intelijen itu sudah menyiapkan cara untuk menekan tindakan intoleransi. Bukan hanya dengan penegakan hukum, tapi juga dengan pencegahan dan pola persuasif melalui silaturahmi.
“Masyarakat kita rangkul, polisi tampil sebagai sahabat, bukan aparat. Melalui silaturahmi ini, kita bisa mengenali karakter masyarakat sekaligus memetakan isu-isu Kamtibmas yang menonjol di daerah. Salah satunya kasus-kasus intoleransi itu tadi,” tutur perwira tinggi Polri yang fasih berbahasa Jawa, Sunda dan Minang itu.(riz/dem/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh! Sedang Nyetir, Sopir Mendadak Tewas dengan Lidah Terjulur
Redaktur : Tim Redaksi