Kepala Subdit Organisasi Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri (Itjen Kesbangpol Kemendagri), Bahtiar, menyebutkan, dari 65.577 jumlah ormas yang tercatat saat ini, sekitar 75 persen diantaranya mengalami problem pendaaan. Mereka mengandalkan proposal bantuan dana dari instansi pemerintah untuk beraktivitas.
Bagaimana cara melihat ormas sudah bisa mandiri dari segi pendanaan? "Jika mereka sudah tidak lagi mengajukan proposal bantuan ke pemerintah," jawab Bahtiar dalam acara lokakarya jurnalis khusus membahas mengenai ormas, di Bandung, kemarin.
Dia lantas membandingkan ormas di Indonesia dengan ormas di luar negeri. Jika di luar negeri, katanya, ormas dibentuk sebgai wadah pengabdian para aktivisnya, yang sudah mapan dari segi keuangan.
"Sedang ormas di Indonesia, begitu berdiri, maka surat pertama yang dikeluarkan adalah permohonan bantuan dana ke walikota, surat kedua permohonan bantuan ke kadis PU, dan seterusnya," ucapnya.
Hanya ormas-ormas besar saja yang tidak mengajukan permohonan bantuan dana ke instansi pemerintah, namun bantuan dana dari luar negeri. "Itu sah-sah saja asalkan tidak ada agenda titipan," ujar Bahtiar.
Dia pun menyebutkan, banyak ormas di Indonesia yang ikut mengincar dana bansos yang disediakan di APBD. Bahkan, ada ormas yang punya modus beroperasi dari daerah ke daerah. Begitu mendapat bantuan dana bansos dari satu daerah, mereka pindah lagi ke daerah lain, begitu terus.
“Misal sudah dapat dari Bandung, pindah ke Kuningan, pindah lagi ke mana lagi. Kalau dari satu daerah saja dapat Rp100 juta, lumayan besar itu,” kata dia, tanpa menyebut ormas apa yang dia maksudkan.
Yang dia sesalkan, banyak pejabat daerah yang masuk penjara gaar-gara menyalurkan dana bansos ke ormas. Sementara, pengurus ormasnya tidak dijerat hukum. “Ini yang saya tidak rela kawan-kawan saya banyak yang masuk penjara. Sementara, begitu dapat dana, pimpinan ormasnya kabur ke Malaysia atau kawin lagi,” ujarnya.
Karenanya, masalah pendanaan ormas harus diatur dalam RUU Ormas, sebagai pengganti UU Nomor 8 Tahun 1985. Pembahasan RUU Ormas sendiri, kata Bahtiar, sudah dilakukan dalam lima kali masa persidangan di DPR. Tapi, belum juga kelar. Belakangan, malah banyak mendapat tentangan dari kalangan ormas. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Kamnas Dicurigai Jadi Jalan Monopoli Kekuasaan
Redaktur : Tim Redaksi