Mba Rieke Soroti ICAPP, Panama Papers, dan RUU Pengampunan Pajak

Senin, 25 April 2016 – 21:15 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Konferensi partai-partai politik yang berda di kawasan Asia, Afrika dan dan Amerika Latin yang bergabung dalam ICAPP, COPPAL dan CAPP baru saja selesai diadakan di Jakarta. Konferensi tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan  bersama yang tertuang dalam Deklarasi Jakarta.

Salah satu rekomendasi yang sangat penting adalah posisi para partai peserta konferensi terhadap  “trans-national crime". Globalisasi dan pasar bebas selain melahirkan dampak positif, juga melahirkan problematika global seperti isu terorisme, narkotika, bahkan perdagangan manusia.

BACA JUGA: Jokowi Siapkan Satgas Khusus untuk Dalami Panama Papers

“Bagi saya, hal krusial lainnya yang penting untuk mendapatkan perhatian dari seluruh negara, termasuk partai-partai politik adalah terkait kejahatan di sektor keuangan. Prakteknya dapat berupa kejahatan berkedok transaksi perbankan, bisnis offshore, penghindaran dan penggelapan pajak, pencucian uang hasil kejahatan,” ujar Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/4).

Situasi ini, menurut Rieke, pada titik tertentu memberikan kontribusi signifikan pada pemiskinan di setiap negara. Bahkan mengancam kedaulatan politik dan ekonomi.

BACA JUGA: Sampaikan Keluhan Masyarakat, Ombudsman Datangi Kejagung

Sebuah isu finansial global yang menghentak dunia, yang baru saja terungkap adalah kasus “Panama Papers”. Menurutnya, kita dikejutkan dengan daftar sekian banyak orang (termasuk pejabat-pejabat) dari berbagai negara yang terindikasi “menyembunyikan uangnya”.

Rieke melihat hal tersebut merupakan suatu indikasi kejahatan perbankan yang secara sistematis dan terorganisir menjadi legalitas atas tindakan penggelapan dan penghindaran pajak serta pencucian uang hasil kejahatan. Artinya, kerahasiaan perbankan menjadi sebuah isapan jempol belaka, saat setiap orang bisa melakukan transfer uang ke negara mana pun, hanya dengan menekan kata “enter” melalui jaringan dunia maya.

BACA JUGA: Panglima: Pengendalian Wilayah Udara jadi Penentu...

“Saya sangat yakin, kita mampu berpikir dengan jernih dan dengan kedalaman dari apa yang diungkap  dalam Panama Papers. Rasanya bahkan masih cukup waktu bagi partai-partai politik yang ada di Indonesia untuk mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan produk hukum, baik yang berlaku di dalam sebuah negara maupun menjadi sebuah kesepakatan bilateral atau multilateral untuk mengakhiri kerahasian negatif perbankan,” katanya.

Anggota Komisi IX DPR ini yakin, semua pihak dapat saling bahu-membahu dengan partai-partai di negara lain untuk bersama memerangi penggelapan dan penghindaran pajak.

Konferensi yang baru saja usai, menurut Rieke, seperti sebuah penyadaran politik. Ini merupakan momen otokritik bagi kita,  untuk tidak menjadi bagian dari berlindungnya para pelaku kejahatan keuangan di bawah istilah “tax haven”, menjadi pihak yang justru mengampuni para pelaku kejahatan keuangan dengan berkelindan, berdalih mengatasnamakan menyelamatkan kas negara, mendorong lahirnya UU Pengampunan Pajak.

“Saya memang bukan politikus yang ahli dalam isu keuangan, perpajakan, dan "bagi hasil tambah kurang" dari suatu produk undang-undang yang digolkan oleh DPR dan pemerintah. Yang saya tahu dari hasil analisa, kajian yang saya dan tim ekonomi (yang mensupport saya selama ini di DPR) lakukan, di hampir semua negara (termasuk Indonesia) peredaran uang tak lebih dari 10 persen. Sisanya hanya angka virtual di dunia perbankan,” katanya.

 

Saya hanya mengerti bahwa di tengah para pelaku kejahatan keuangan dan para pemburu rente di berbagai negara, ada juga yang masih berjuang untuk memerangi praktek-praktek haram tersebut. Sebut saja KTT Perpajakan di Berlin 2014 yang menghasilkan komitmen bersama dari sekitar 50 negara untuk memerangi penghindaran dan penggelapan pajak.

Karena itu, Rieke mengajak agar harus memiliki keyakinan teguh dalam memperjuangkan hal-hal tersebut. Ia juga optimistis sejak saat ini dapat bekerjasama secara serius sehingga tahun 2017 dapat terwujud target masing-masing negara akan mendapatkan “full tax rate”, seperti tertuang dalam FATCA maupun CRS (tanpa perlu mengampuni siapa pun pelaku kejahatan keuangan).

Rieke juga sangat berharap konferensi ICAPP ke-26 ditindaklanjuti dengan kerja sama antar partai dan antar-parlemen di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin bergerak untuk berjuang bersama menyelamatkan uang rakyat. Selain itu, mengembalikannya kepada kas negara, dan selanjutnya dipergunakan sebagai modal pembangunan yang berwatak kemandirian dan kedaulatan.

Pada kesempatan itu, Rieke mengajak seluruh elemen bangsa untuk  mendukung pemerintah  Jokowi-JK agar pro aktif melakukan hubungan antar negara, antar pemerintah (G to G) yang memperkuat pertukaran informasi mengenai transaksi dan rekening keuangan yang mencurigakan, termasuk di negara-negara.

“Mari kita dorong lahirnya undang-undang, dan aturan hukum yang memiliki standar internasional untuk mendorong setiap institusi keuangan  memberikan laporan secara transparan serta berkontribusi pada pendistribusian keadilan. Bukan sebaliknya, menjadi pelindung para pelaku kejahatan keuangan dan pemburu rente,” katanya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Tax Amnesty, Jokowi Minta Pengembalian Modal dari Luar Negeri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler