jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai perlu dibangun kesadaran bersama bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) layak mendapat perhatian setiap elemen bangsa.
"Perlu kejelasan dan pemahaman bersama untuk desak kawan-kawan di Senayan agar segera menindaklanjuti pembahasan RUU PRT ini dan mengesahkannya menjadi undang-undang," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema "Tarik Ulur Nasib RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/2).
BACA JUGA: Rerie Minta Pengelolaan Data Pengendalian Covid-19 Antardaerah Dikoordinasikan dengan Baik
Hadir dalam diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu, Willy Aditya (DPR RI Periode 2019 – 2024, Wakil Ketua Baleg DPR RI), Theresia Iswarini - (Komisioner Komnas Perempuan Periode 2020 – 2024), Lita Anggraini - JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga) sebagai narasumber.
Selain itu, Dewi Savitri (Jurnalis Senior, Standard & Practices CNN Indonesia Group) dan Dr. Atang Irawan, SH., M.Hum (Pakar Hukum Tata Negara, Dosen Universitas Pasundan) hadir sebagai panelis.
BACA JUGA: Kisah Ida Nuriyana, PRT yang Melompat dari Lantai Dua Rumah Majikan
Menurut Lestari, makin lama menunda pembahasan RUU PRT sama saja mengabaikan hak asasi manusia yang secara mendasar menjadi tanggung jawab bersama.
"Ini sudah menyangkut masalah kemanusiaan," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.
BACA JUGA: MPR RI: Pemerintah Harus Konsisten Dalam Menegakkan Protokol Pengendalian Covid-19
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengatakan hak warga negara sama di mata hukum, sehingga terkait pembahasan aturan bagi pekerja rumah tangga prinsip keadilan wajib dikedepankan.
Atang Irawan berpendapat perlu kewarasan berpikir dalam melanjutkan pembahasan RUU PRT ini.
Karena, jelas Atang, sejumlah pihak menganggap PRT sudah diatur dalam UU Tenaga Kerja.
Namun, lanjut dia, kenyataan yang diatur dalam UU Tenaga Kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerjanya.
Sementara pemberi kerja bagi PRT, kata Atang, tidak bisa disebut sebagai pengusaha.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, lanjut Atang, secara hierarki hukum juga tidak jelas asal usulnya, karena tak ada UU yang memerintahkan lahirnya permen tersebut.
Atang menilai UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga harus segera ditetapkan karena di dalam UU tersebut ada aspek-aspek fundamental yang merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya.
Willy Aditya mengakui pembahasan RUU PRT di Badan Legislasi DPR sudah selesai, tinggal diajukan ke sidang Paripurna sebagai hak inisiatif DPR.
Pada pekan kedua Maret 2021, jelas Willy, dijadwalkan rapat kerja untuk membahas RUU PRT sebelum diajukan ke Sidang Paripurna DPR.
Posisi ini, dia menjelaskan, masih rawan bagi keberlanjutan pembahasan RUU PRT.
Padahal, tegasnya, salah satu tujuan RUU PRT ini adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat para pekerja rumah tangga.
Theresia Iswarini memgungkapkan, pekerja rumah tangga adalah pekerjaan tertua yang ada di dunia dan dibutuhkan masyarakat.
Sangat disayangkan, kata Theresia, pada praktiknya penyikapan terhadap para pekerja rumah tangga menghasilkan ketidakadilan gender yang berpotensi pada munculnya kekerasan terhadap wanita.
Menurut Theresia, Komnas Perempuan sudah mencoba untuk berupaya melobi sejumlah fraksi seperti seperti Gerindra, Golkar dan PKB agar RUU PRT ini tetap bisa diajukan sebagai RUU inisiatif DPR.
Lita Anggraini mengungkapkan, hingga saat ini banyak kasus-kasus ketidakadilan terhadap PRT yang terkesan dibiarkan terus menerus.
PRT, kata Lita, adalah pekerja yang dekat di mata, namun jauh dari pikir.
Ia menegaskan pula bahwa yang terpenting negara harus hadir untuk melindungi hak-hak lebih dari 5 juta pekerja rumah tangga.
Di akhir diskusi, jurnalis senior Saur Hutabarat menilai berlarut-larutnya pembahasan RUU PRT sejak puluhan tahun lalu memperlihatkan 'super-kebangetannya' kinerja parlemen.
"Tidakkah DPR bosan terhadap dirinya yang hampir 20 tahun membiarkan RUU PRT keluar masuk pembahasan tanpa menghasilkan produk legislasi?" tanya Saur. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy