jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat meminta para pemangku kepentingan harus memberi perhatian serius terhadap maraknya kasus pernikahan dini.
Menurutnya, pemangku kebijakan harus turun meningkatkan kualitas SDM Indonesia demi menjawab tantangan bangsa di masa depan.
BACA JUGA: Sebegini Jumlah Pasangan Melakukan Pernikahan Beda Agama di Indonesia, Jangan Kaget ya
"Di tengah upaya untuk menjadikan bangsa ini memiliki keunggulan dari bangsa lain, maraknya pernikahan usia anak di tanah air harus menjadi perhatian serius dari para pemangku kepentingan," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/3).
Mbak Rerie menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini yang menuntut perhatian yang serius dari banyak pihak agar segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi sejumlah kendala tersebut.
BACA JUGA: Kuatkan Program KB untuk Tekan Angka Pernikahan Dini di Masa Pandemi
Pasalnya anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga menyebutkan pernikahan usia anak menuai risiko kesehatan yang tinggi terhadap ibu muda, anaknya serta aspek psikologis.
"Pernikahan anak di bawah 19 tahun adalah bentuk pelanggaran hukum," ujarnya.
BACA JUGA: 3 Risiko Pernikahan Usia Dini
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 soal Perkawinan memuat aturan pernikahan.
"Segera atasi ancaman tersebut lewat upaya masif dan berkelanjutan dalam menekan munculnya faktor-faktor pemicunya," tegas Rerie.
Dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University Yulina Eva Riany mengungkapkan perkawinan usia anak di Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia.
Yulina menyebut posisi itu setara dengan negara-negara Afrika dan Amerika Latin.
Unicef sebelum pandemi memperkirakan sekitar 100 juta anak-anak di dunia menjalani pernikahan paksa hingga 10 tahun ke depan. Angka itu kini diperkirakan meningkat hingga 10 persen.
Namun, pada kasus Indonesia sejumlah faktor melatarbelakangi tingginya kasus pernikahan anak.
"Pendidikan, status sosial hingga ekonomi rendah, dan relatif sedikitnya informasi mengenai risiko nikah dini. Ditambah lagi, persepsi keliru tentang pernikahan dini juga menyebar di media sosial," kata Yulina. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia