jpnn.com, JAKARTA - Pemilu Serentak 2019 dipandang oleh sejumlah kalangan sebagai yang terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Salah satunya berhasil menyelenggarakan Pemilu terumit di dunia dan angka partisipasinya mencapai 82 persen.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Pemilu 2019 pada 17 April lalu patut diapresiasi melihat antusiasme warga dan ekspresi politik dari sejumlah kalangan. Terlebih, warga juga terlibat dalam mencoblos di lima surat suara berbeda.
BACA JUGA: KPU Pede Selesaikan Penghitungan Suara Pemilu 2019 Tepat Waktu
"Maka Pemilu 2019 bukan hal yang mudah," kata Titi dalam diskusi Menakar Kedewasaan Demokrasi Indonesia yang diselenggarakan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/4).
Menurut Titi, setidaknya ada dua poin penting yang membuat nilai Pemilu 2019 ini tinggi. Pertama Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu Serentak terbesar di dunia. Kemudian menyelenggarakan sistem pemilu paling rumit di dunia.
BACA JUGA: Bandingkan Dana Kampanye NasDem dan Gerindra
BACA JUGA: Bapak Honorer K2 Gagal Pertahankan Kursi di Senayan
Setelah itu, kata Titi, pemilu ini juga membuktikan bahwa umat muslim sebagai penduduk mayoritas Indonesia bisa menyelenggarakan proses demokrasi. Menurut Titi, hal ini tidak mudah, mengingat di Timur Tengah, muslim dan demokrasi tidak bisa jalan beriringan.
BACA JUGA: DPD RI Ajak Masyarakat Komitmen Mewujudkan Pemilu Damai
"Kita jadi negara muslim demokratis terbesar dunia. Mematahkan (anggapan) Islam dan demokrasi tidak kompatibel," jelas Titi.
Meski demikian, Titi menyesali ada pihak-pihak yang kurang mengapresiasi penyelenggaraan pemilu ini. Ada upaya membangun delegitimasi terhadap penyelenggara pemilu.
"Padahal ada hukum. Tapi ada bahasa-bahasa people power dan sebagainya," kata Titi.
Sementara itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - Ma'ruf Amin (TKN Jokowi - Ma'ruf) Hasto Kristiyanto sependapat dengan Titi bahwa pemilu ini patut diapresiasi. Apabila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam Pemilu 2019, maka bisa ditempuh dengan jalur hukum.
"Sengketa pemilu lewat konstitusi bukan jalanan. Ini sudah teruji," jelas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini.
Hasto menyadari setiap penyelenggaraan pemilu ada kekurangan dan kelebihannya. Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat untuk menyempurnakannya, bukan mendelegitimasinya.
Siapa pun pemenang dalam pemilu 2019 ini, bukan berarti membuat pihak yang kalah menjadi rugi. Hasto mencontohkan, PDIP pernah berjuang di luar pemerintahan selama 10 tahun, tetapi semangat untuk memajukan Indonesia harus menjadi yang utama.
"Pemilu siapa yang kalah bisa memperbaiki diri, yang menang tidak boleh euforia. Karena ke depannya ada janji kampanye yang harus direalisasikan. Hal-hal yang kurang baik diperbaiki bersama. Tanpa itu politik kehilangan jati dirinya," jelas Hasto.
Di tempat yang sama, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto - Sandiaga Uno (BPN Prabowo - Sandi) Ferry Juliantono membeberkan ada beberapa catatan sehingga pihaknya merasa dirugikan dalam Pemilu 2019 ini. Ferry melihat ada dugaan penggunaan institusi negara di Pemilu 2019 ini.
"Kami juga menemukan dugaan sumber daya keuangan negara. Kami menemukan dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara. Kami menemukan dugaan pelanggaran kebebasan pers," kata Ferry.
Waketum Gerindra ini juga menemukan indikasi adanya sesuatu yang salah sehingga mengakibatkan ratusan penyelenggara pemilu meninggal dunia. Meski tidak menyebutkan bentuk indikasi itu, Ferry mengaku hal itu patut diselidiki.
BACA JUGA: Gerindra Tuding Wacana Pemindahan Ibu Kota Hanya Pengalihan Isu
"Tapi kami mengambil posisi menggunakan ruang-ruang demokrasi yang ada. Kami menyampaikan ke Bawaslu. Tentu kami gunakan ruang demokrasi yang lain," jelas Ferry.
Di samping itu, Ferry juga mengingatkan bahwa people power yang didengungkan pihaknya bukan bersifat anarkistis yang selama ini ada di pikiran berbagai kalangan. Dia menyatakan bahwa people power yang dimaksud adalah mengerahkan massa dengan tujuan protes damai.
"Demonstrasi damai itu sarana yang diperbolehkan dalam demokrasi. Tidak boleh kegiatan yang inkonstitusional. Ini kan membawa demokrasi ke arah yang lebih baik," jelas Ferry.
Selain ketiga tokoh tersebut, ada juga Waketum PAN Bara Hasibuan dan Peneliti CSIS Philips J Vertone.
Berita ini telah mengalami revisi judul. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penghitungan Suara di Kabupaten Ditargetkan 3 Hari
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga