Media dan Masyarakat Masih Kurang Kritis pada Jokowi

Senin, 27 Juli 2015 – 21:19 WIB
Joko Widodo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Politik dari Universias Indonesia (UI), Panji Anugrah mengatakan media dan masyarakat kelas menengah harus bertanggungjawab atas tumpulnya daya kritik publik saat ini terhadap pemerintahan. 

Media dan kelas menengah yang seharusnya mengawal dengan kritis jalannya pemerintahan saat ini justru sudah menjadi bagian dari rezim Jokowi-JK. So, menurut Panji, tidak heran kondisi saat ini dalam berbagai aspek sangat memprihatinkan.

BACA JUGA: Pak Menteri Ikut Antarkan Anaknya di Hari Pertama Masuk Sekolah

"Terjadi perbedaan sikap publik terhadap rezim sekarang berkuasa dengan rezim sebelumnya. Pada rezim SBY, media dan kelas menengah sangat kritis, dan sikap oposisionalnya sangat jelas. Terhadap penguasa sekarang, justru media dan kelas menengah jadi pendukung rezim. Ini penyebab kondisi lebih buruk dan itu sangat tidak sehat untuk bangsa dan kehidupan demokrasi," kata Panji, Senin (27/7).

Menurut Panji, alasan mengategorikan publik jadi dua kelompok yaitu media dan kelas menengah karena di Indonesia tidak bisa dipukul rata masyarakat sebagai publik yang bisa memainkan peran sebagaimana di negara-negara maju.

BACA JUGA: Bareskrim Tunggu Jaksa Kembalikan Berkas Novel dan Samad

"Di Indonesia, publik yang bisa memainkan peran hanyalah media dan kelas menengah terdiri dari para intelektual, cendikiawan, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok mahasiswa. Sementara kelompok yang vokal tidak masuk sebagai penguasa opini dan pengendali partai," ungkapnya.

Panji mengatakan, Jokowi tampaknya memahami betul untuk mengabsorpsi kekuatan kelompok ini untuk mendukung pemerintahan sebagai konsekuensi dari ketidakpercayaannya terhadap kekuatan koalisi partai politik pendukung.

BACA JUGA: Hahahaa...Jokowi Dicap Presiden PHP

"Kekuatan masyarakat sipil diabsorpsi oleh rezim untuk menjadi penyeimbang dari kekuatan yang ada. Langkah tersebut jadi signifikan karena sifat elite politik Indonesia sangat pragmatis, bisa kemana saja, tidak ada model idealisme yang kelihatan murni untuk mendukung sistem presidensial. Artinya, KIH bisa kabur kapan saja atau KMP bisa bergabung kapan saja. Tidak ada yang mengikat," pungkasnya. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nah loh...Ada Menteri yang Dituding Tutupi Kinerja dengan Pencitraan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler