Mediasi Efektif Selesaikan Sengketa Medis Pasien Versus Dokter

Kamis, 27 Januari 2022 – 03:25 WIB
Dr drg Paulus Januar dari Pengurus Besar PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) saat Webinar dalam rangka HUT ke 72 PDGI di Jakarta, Minggu (23/1/2022). Foto: Tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Sengketa medis dokter akibat digugat pasiennya cenderung meningkat jumlahnya. Masyarakat yang kecewa terhadap pelayanan kedokteran cenderung dengan mudah menggugat dokter yang merawatnya.

“Sengketa medis umumnya karena pasien tidak puas dengan pelayanan kesehatan yang diperolehnya serta dipandang penyebabnya karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan yang merawatnya,” kata Dr drg Paulus Januar dari Pengurus Besar PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) saat Webinar dalam rangka HUT ke 72 PDGI di Jakarta, Minggu (23/1/2022).

BACA JUGA: Pemerintah Gencarkan Pengembangan Wisata Medis di Masa Pandemi

Berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dalam hal tenaga medis diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

“Mediasi adalah cara mengatasi sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan penyelesaian para pihak dengan dibantu oleh mediator sebagai pihak netral yang membantu menfasilitasi,” ujar Paulus Yanuar.

BACA JUGA: Dokter Boyke Beber Cara Bikin Enak di Ranjang, Wanita Ketagihan Sampai Lemas

Paulus menjelaskan perundingan melalui mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa medis secara adil yang lebih efektif dan memuaskan dibanding berperkara di pengadilan.

Apalagi menurut data yang ada, sebagian besar sengketa medis bukan karena kelalaian dokter tetapi disebabkan karena permasalahan komunikasi.

BACA JUGA: Purnawirawan TNI Ditemukan Tewas di Belakang Rumahnya, Kondisi Mengenaskan

Permasalahan komunikasi yang kerap terjadi adalah komunikasi yang kurang jelas, kurang lengkap, terlambat disampaikan, dan kesalahpahaman.

Dengan mediasi maka hasilnya akan memuaskan semua pihak karena keputusan berdasarkan kesepakatan bersama hingga memberikan hasil yang win-win solution serta bukannya ada yang menang dan ada yang kalah.

“Dengan keputusan mediasi yang dapat memuaskan para pihak maka akan menjaga hubungan yang tetap baik,” kata Paulus.

Menurut Paulus, hal ini juga sangat sesuai dengan kearifan otentik bangsa Indonesia yang mengedepankan musyawarah mufakat dan hubungan kekeluargaan.

Sebagai mediator adalah hakim atau mediator bersertifikat berdasarkan pendidikan mediator yang diselenggarakan oleh lembaga yang terakreditasi oleh Mahkamah Agung.

Dalam kaitan dengan mediasi sengketa medis diharapkan terdapatnya mediator yang memahami permasalahan medis. Sengketa medis umumnya bersifat spesifik mengenai pelayanan kesehatan dan memerlukan kemampuan khusus bagi mediator.

Menurut Dr drg Paulus Januar, saat ini terdapat tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, dan perawat yang telah menempuh pendidikan mediator bersertifikat hingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Masyarakat umumnya berpandangan sengketa medis lebih baik diselesaikan di pengadilan. Permasalahannya, penyelesaian melalui pengadilan relatif lama, biaya tidak sedikit, serta pembuktian di pengadilan tidak mudah.

Mediasi merupakan upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan. Dibandingkan penyelesaian melalui peradilan pidana atau perdata, maka mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang lebih efektif dan efisien baik dari segi waktu, biaya, maupun beban psikologis serta dampak sosial.

Kemudian berbeda dengan pengadilan yang sifatnya terbuka, proses mediasi berlangsung secara tertutup.

Dengan mediasi yang pada hakikatnya tidak terbuka untuk masyarakat umum maka rahasia kedokteran akan tetap terjaga. Terungkapnya rahasia kedokteran dapat menimbulkan dampak yang merugikan, terutama bagi pasien.

Selanjutnya diuraikan bahwa mediasi merupakan perwujudan keadilan restoratif (restorative justice) yaitu penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku, korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan.

Saat ini dalam penegakan hukum berlangsung pergeseran paradigma dari keadilan retributif  menjadi keadilan restoratif. 

“Keadilan retributif yang cenderung menghukum sebagai pembalasan menjadi keadilan restoratif yang menekankan pemulihan,” ujar eks Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI ini.

Selama ini, kata dia, pada penyelesaian sengketa medis melalui pengadilan kerap terjadi terabaikannya kepentingan pasien sebagai korban.

Berdasarkan keadilan restoratif dilakukan pemulihan kondisi semua pihak dan perbaikan bagi yang dirugikan. Keadilan restoratif pada hakikatnya menempatkan fungsi penjatuhan hukuman sebagai ultimum remidium, yaitu solusi akhir apabila upaya hukum lainnya sudah tidak bisa digunakan lagi untuk mengatasi.

Selanjutnnya disampaikan bahwa mediasi terhadap sengketa medis sebagai perwujudan keadilan restoratif sama sekali bukan upaya impunitas, melainkan justru dengan dilakukannya pemulihan dan perbaikan para pihak yang bersengketa akan makin meningkatkan profesionalisme pelayanan kesehatan.

Dia menegaskan pada hakikatnya kalangan profesi kedokteran dan kedokteran gigi senantiasa hendak menegakkan keluhuran profesi, dan tidak menghendaki terjadinya penyimpangan yang merugikan keluhuran profesi.

Pada webinar yang diikuti para anggota PDGI dari seluruh cabang di Indonesia tersebut juga disampaikan mengenai etika dan disiplin kedokteran dalam rangka meningkatkan profesionalisme dokter gigi serta juga mengenai pembelaan dan pembinaan anggota.

Selain webinar, pada HUT PDGI kali ini juga diselenggarakan penyuluhan kesehatan dan pemeriksaan gigi serta vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat pada yang diselenggarakan dengan protokol kesehatan secara ketat.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler