"Kita bisa buat pidato apa pun. Namun, yang paling penting, apa yang kita sampaikan objektif, realistis, apa yang kita lihat di lapangan," kata Mega setelah memimpin upacara pengibaran bendera detik-detik proklamasi RI di halaman gedung DPP PDIP, Jakarta.
Menurut Mega, pidato seorang kepala negara harus melihat realita di lapangan. Dari pengalamannya sebagai presiden, Mega mengaku selalu menanyakan dulu apa situasi terkini yang terjadi di tengah publik kepada para menteri. "Salah satu yang harus dijadikan acuan, saya tanya sama menteri saya," ujarnya.
Dalam hal ini, pidato mengenai keuangan negara tidak harus terkait dengan statistik. Mega menyatakan, dirinya paham betul bahwa statistik bisa saja direkayasa untuk kebutuhan yang diinginkan. "Kalau memang betul ada pertumbuhan, dari mana angka datangnya" Kalau di perkotaan, mungkin. Namun, akan berbeda kalau dilihat di seluruh Indonesia," katanya.
Mega menegaskan, ukuran angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya bisa dilihat secara kasat mata. Kata dia, kunci pertumbuhan ekonomi adalah bangsa itu mampu berdiri di atas kaki sendiri. "Kunci saya, kalau ada pertumbuhan, kita tidak impor. Itu sederhana saja," ujarnya sambil mengkritisi fakta bahwa pemerintah masih melakukan impor sejumlah bahan pokok.
Menyoal isu hari kemerdekaan RI, selain berdikari, Mega menyebut ada syarat lain sebuah bangsa bisa disebut merdeka. Mega menyatakan, ciri itu adalah bangsa itu bisa berdaulat secara politik dan mandiri. Saat ini, menurut dia, bangsa Indonesia belum mampu berdaulat secara politik. "Banyak undang-undang yang nuansanya lebih mementingkan orang luar daripada bangsa sendiri," ujarnya mengingatkan.
Terkait dengan kemandirian, Mega mengingatkan perlunya kebanggaan atas budaya sendiri. Dia menegaskan, siapa pun boleh saja mengikuti budaya asing, namun budaya sendiri juga harus dihormati. "Kalau sekarang batik sudah membudaya, sebaiknya tahu juga budaya batik seperti apa," jelasnya.
Tiga hal itu, ujar Mega, selama ini sudah menjadi bagian dari konstitusi. Konstitusi yang telah diamandemen sebanyak empat kali tetap menunjukkan identitas nation dan character building. "Itulah hal yang seharusnya kita sempatkan untuk introspeksi," tandasnya.
Mega mengingatkan, generasi mendatang harus tetap memiliki rasa nasionalisme. Sebab, rasa nasionalisme menjadi senjata untuk menjaga harga diri sebagai sebuah bangsa. "Warga PDIP harus punya rasa kebangsaan, terutama pada anak keturunan kita di masa mendatang," kata Megawati.
Dia menuturkan, hingga saat ini banyak bangsa di dunia yang masih dalam proses pencarian harga diri. Namun, Indonesia yang diproklamasikan Soekarno-Hatta, kata Megawati, masih tetap memiliki harga diri.
Meski demikian, Megawati tetap menegaskan bahwa masih banyak yang harus dilakukan Indonesia sebagai sebuah bangsa. "Umur 67 tahun" sebagai sebuah bangsa itu masih muda. Oleh karena itu, masih banyak yang bisa kita lakukan," ujarnya.
Megawati menambahkan, peringatan17 Agustus kali ini merupakan momen yang istimewa karena berdekatan dengan hari raya Idul Fitri.
Mega juga mengomentari kesengajaannya selama delapan tahun tidak hadir dalam upacara 17 Agustus di Istana Merdeka. "Kenapa saya tak hadir di istana" Saya sebagai pribadi kan boleh saja merayakan 17 Agustus di mana saja," kata Mega. Putri Proklamator RI Soekarno itu menambahkan, jangan sampai peringatan 17 Agustus hanya terjebak pada persoalan seremonial. Menurut dia, yang terpenting justru pemaknaan tentang arti kemerdekaan. "Tidak perlu seremonialnya. Tapi kan hakikat kemerdekaan. Jadi, kalau saya di sini, ya nggak salah. Kapan-kapan kalau ke istana ya nggak salah. Kok kita terkungkung pada urusan seremonial," ucapnya.
Seperti diketahui, sejak SBY memegang tampuk kepresidenan pada 2004, Mega tidak pernah hadir memenuhi undangan perayaan 17 Agustus di istana. Terhitung sejak 2005, Megawati selalu mewakilkan ke orang-orang terdekatnya seperti suaminya, Taufik Kiemas maupun putrinya, Puan Maharani, untuk hadir di istana. (bay/c1/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Polisi Ditembaki, Pelaku Berpostur Militer
Redaktur : Tim Redaksi