jpnn.com, BALI - Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan sebuah pertanyaan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang memancing alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan varietas baru Gemitir.
Dia mengatakan itu saat menghadiri acara peresmian penggunaan varietas Marigold atau Gemitir Bali berjenis oranye, kuning, emas, putih, dan merah yang dinamakan Sudamala di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa (8/8).
BACA JUGA: Kredibilitas Prabowo Membuat Iklim Ekonomi Optimistis Stabil dan Menguat
Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, dan akademisi serta peneliti dari Universitas Udayana turut hadir dalam peresmian varietas Gemitir Bali Sudamala.
Awalnya, Koster dalam pidato mengungkapkan tentang awal mula Pemerintah Provinsi Bali bersama IPB mengembangkan benih Gemitir untuk warna baru.
BACA JUGA: Nelayan Lebak Keluhkan Ekonomi Terpuruk karena Larangan Ekspor Benur
Dia bercerita pengembangan benih Gemitir jenis baru bermula saat dirinya mendampingi Megawati Soekarnoputri hadir di sebuah acara di Gianyar, Bali.
Koster mengatakan saat itu dekorasi acara di Gianyar menggunakan bunga Gemitir. Megawati kemudian takjub dengan hasil hiasan tersebut.
BACA JUGA: Kolaborasi Pegadaian & STAN Beri Pendidikan hingga Pendampingan Ekonomi
Namun, kata Koster, Megawati kemudian bertanya soal warna bunga Gemitir acara di Gianyar yang berwarna kuning saja.
Kepada Putri Proklamator RI Soekarno atau Bung itu, Koster berjanji akan mengembangkan penelitian yang bisa membuat benih Gemitir dengan bunga berwarna merah.
"Ibu Megawati, suatu saat saya mendampingi beliau di Gianyar, ada dekorasi bunga Gemitir. Sambil jalan ke tempat acara, beliau melirik, kiri dan kanan, saya pikir beliau akan tanya. Benar saja beliau tanya, Koster ini dekorasi bagus, tetapi, kok, ini kuning semua. Saya bilang nanti saya bikin merah," kata Koster.
Selepas acara itu, dia menelepon seorang peneliti untuk mengembangkan benih Gemitir agar bunga tanaman itu tidak hanya berwarna dasar, yakni kuning.
Menurutnya, pengembangan benih Gemitir untuk warna baru dilaksanakan selama tiga tahun dan menghasilkan varietas warna merah hingga putih.
"Setelah ini jadi, ini kebahagiaan luar biasa. Pertama varietas bertambah, oranye, emas, merah, dan putih," ujar Koster.
Dia mengatakan benih Gemitir warna baru ini menjadi varietas asli Bali dan bisa menjadi tanaman unggulan dari provinsi di Pulau Dewata.
Menurut Koster, pengembangan varietas baru itu bisa menguntungkan dari sisi ekonomi apabila melihat konsumsi bunga Gemitir yang tinggi saat hari raya agama Hindu, seperti Galungan dan Kuningan.
Dia mengatakan hasil penelitian benih Gemitir jenis baru itu bisa menekan angka impor bibit tanaman yang sama dari Thailand.
Dia kemudian membeberkan angka pengembangan benih Gemitir hanya Rp 3 Miliar, sedangkan impor tanaman yang sama menghabiskan biaya Rp 30 Miliar pertahun.
Sementara itu, lanjut dia, omzet dari konsumsi Gemitir pertahun bisa mencapai Rp 200 miliar dengan penjualan tertinggi saat hari raya agama Hindu.
Koster mengatakan pengembangan benih Gemitir baru bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga tak perlu impor bibit dari Thailand.
"Saya akan menghentikan impor benih dari Thailand. Ini pelajaran pertama dan kita akan memproduksi sendiri. Kalau bisa dari hulu sampai hilir," kata pria kelahiran Buleleng, Bali itu.
Koster menegaskan pengembangan benih Gemitir varietas baru yang dilakukan Pemprov Bali bersama IPB dilakukan secara organik dan tidak menggunakan bahan kimia.
"Ini menurut saya salah satu kemajuan yang masuk kategori revolusi juga. Ini bunga organik. Revolusi pertanian mulai dari Gemitir," ujar politikus PDIP itu.
Hanya saja, kata Koster, peneliti masih memiliki pekerjaan rumah soal mempertahankan warna merah di bunga Gamitir untuk bisa permanen.
Sebab, kata Koster, bunga Gemitir yang berwarna merah hanya bertahan selama dua pekan untuk kemudian warnanya berganti ke kuning.
"Pekerjaan rumah lain dari para peneliti untuk menghasilkan benih Gemitir yang bunganya berwarna hitam. Enggak perlu hitam banget, tetapi terlihat hitam," ujar dia.
Sementara itu, Rektor Arif Satria memuji langkah Koster mengambangkan benih Gemitir varietas baru yang menggunakan cara organik atau kembali ke alam.
"Jadi, mengembalikan alam untuk organik sebuah keniscayaan. Tadi saya mendalami Perda yang ada di Bali, saya lihat revolusi pertanian baru ada di Bali," ujar Arif.
Menurutnya, setiap pemangku kepentingan memang perlu mengedepankan pertanian yang sifatnya organik atau kembali ke alam.
"Alam itu bersifat diversity, saling bergantung, adaptasi, kalau umat belajar dari alam, itu akan membuat kita kokoh. Kita tahu hutan tidak ada yg memupuk, tetapi tumbuhan hidup, laut tidak ada yang kasih makan, tetapi ikan hidup," ujar Arif. (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Aristo Setiawan