"Coba dihitung, berapa banyak sebetulnya dari pengguna yang lima juta itu yang sudah meninggal karena jadi pecandu? Apa perlu grasi diberikan atas nama HAM kepada mereka yang justru mengedar?" kata saat ditanya wartawan usai menutup Rakernas PDIP di Pakuwon Golf Surabaya, Minggu (14/10) dini hari.
Lebih lanjut Megawati menuturkan, dirinya saat masih jadi Presiden pernah disodori permohonan grasi dari narapidana kasus narkoba. Hanya saja Presiden RI kelima itu tak mau mengabulkan permohonan grasi karena melihat dampak narkoba yang tidak hanya merusak penggunanya tapi juga menyimpan bahaya laten bagi masyarakat.
"Saya gunakan nurani dan mempertimbangkan korban yang lebih banyak. Bayangkan saja seperti apa kepedihan keluarga yang kehilangan mereka yang menjadi pengidap. Dan jangan lupa, narkoba seperti penyakit laten karena di situ juga HIV berbaur," tandasnya.
Persoalan grasi bagi penjahat narkoba juga masuk dalam rekomendasi Rakernas II PDIP. Ketua DPP PDIP, Puan Maharani saat membacakan rekomendasi Rakernas meminta presiden tidak mengumbar grasi bagi penjaat kasus narkoba. "Meminta kepada pemerintah untuk tidak menggunakan hak grasi bagi pengedar narkoba, maupun produsen dan pengedar narkoba," ucap Puan.
Selain itu PDIP juga mendesak aparat penegak hukum dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk terus giat memerangi penyalahgunaan narkoba. "Aparat penegak hukum dan BNN harus meningkatkan kerjasama dalam memerangi mafia pengedar narkoba dan psikotorpika," ucap Puan.
Seperti diketahui, SBY telah mengeluarkan grasi untuk dua terpidana mati kasus narkoba, yakni Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid dan Melika Pranola alias Ola. Grasi untuk Deni tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 7/G/2012 yang dikeluarkan pada 29 Januari 2012 lalu. Sedangkan Ola mengantogi grasi berdasarkan Keppres Nomor 35 Tahun 2011 yang terbit pada 26 September 2011.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenag Waspadai Serbuan Jamaah Nonkuota
Redaktur : Tim Redaksi