jpnn.com - JAKARTA - Para pimpinan dan anggota DPRD Karo sejak sekarang perlu mengambil langkah-langkah antisipasi terhadap kemungkinan pemilihan wakil bupati Karo nantinya diributkan pihak-pihak yang tidak puas.
Kasus pemilihan wakil gubernur Bangka Belitung (Babel) oleh DPRD setempat, yang dianggap tidak sah oleh beberapa pihak karena tahapan pemilihan tidak melibatkan KPU Babel dan Panwas, harus menjadi pelajaran penting.
BACA JUGA: BKD Diam-diam Verifikasi Honorer
Seperti diketahui, pada 13 Maret 2014, Hidayat Arsani terpilih sebagai wagub Babel. Wagub Babel sebelumnya, Babel Rustam Effendi, naik menjadi gubernur definitif menggantikan Gubernur Eko Maulana yang wafat 30 Juli 2013.
Kasus Babel mirip di Karo, di mana nantinya tatkala Wabup Terkelin Brahmana naik menjadi bupati definitif menggantikan Kena Ukur Karo Jambi Surbakti yang dilengserkan, maka kursi wabup harus diisi karena sisa masa tugas masih sekitar dua tahun.
BACA JUGA: Gempa Guncang Tanah Kelahiran SBY
Nah, apakah memang KPU Karo dan Panwaslu Karo harus dilibatkan dalam tahapan pemilihan, yakni ketika masuk tahapan verifikasi dua nama cawabup yang disodorkan Terkelin?
Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, secara prinsip, pemilihan wakil kepala daerah dalam konteks seperti Babel dan Karo, menjadi kewenangan penuh DPRD.
BACA JUGA: Pertanyakan Komitmen Direksi PT Timah Sejahterakan Warga Babel
Teknisnya, nantinya DPRD Karo membentuk Panitia Pemilihan (Panlih). "Nah, Panlih bisa minta tolong ke KPU untuk proses verifikasi dua calon itu, terpenuhi atau tidak persyaratannya," ujar Zudan kepada JPNN kemarin (16/3).
Jadi Panlih yang dibentuk DPRD tidak harus melibatkan KPU Daerah? "Iya, bisa minta tolong KPU, atau bisa juga dilakukan oleh Panlih yang dibentuk DPRD sendiri. Kalau merasa bisa melakukan sendiri proses verifikasi, ya tidak perlu minta tolong," ujar birokrat bergelar profesor itu.
Penelusuran JPNN, memang aturan teknis pemilihan wakil kepala daerah oleh DPRD, belum ada. Hanya saja, payung hukum bahwa proses pemilihan itu menjadi kewenangan DPRD, sudah sangat jelas.
Yakni pasal 131 PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah. Di sana disebutkan, apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan, maka kursi itu harus diisi.
Mekanisme pengisiannya, Kepala Daerah mengusulkan dua orang calon Wakil Kepala Daerah untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan.
Juga PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tatib DPRD. Di bab yang mengatur tugas dan wewenang DPRD, di pasal 3 huruf (e) dinyatakan, "Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah".
Zudan mengatakan, berdasar PP 16 Tahun 2010 itu, nantinya DPRD Karo bisa menyusun tatib pemilihan wabup Karo.
Sekedar diketahui, nantinya jika wabup Karo pengganti Terkelin sudah terpilih, maka harus dimintakan pengesahan pengangkatan ke mendagri. Nah, sebelum mendagri mengeluarkan SK, proses dan mekanisme pemilihan di DPRD akan dikaji oleh kemendagri, apakah sudah memenuhi ketentuan atau belum. Kajian juga melibatkan Biro Hukum yang dipimpin Prof Zudan.
Nah, agar tidak sekedar mengacu pada keterangan Zudan di media, ada baiknya pimpinan DPRD Karo konsultasi ke kemendagri agar mendapat kepastian mengenai mekanisme pemilihan wabup, agar di kemudian hari tidak diributkan oleh pihak-pihak yang kecewa. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD Karo Kebal, Gugatan si Molek Bakal Kandas
Redaktur : Tim Redaksi