Melawan Dominasi Olahraga di Layar Game

Jumat, 05 Desember 2014 – 15:47 WIB
Menpora, Imam Nahrawi. Foto: dok/JPNN.com

PUTRA Bangkalan, Madura ini, H. Imam Nahrawi, S.Ag, sempat diam terpaku beberapa detik, tatkala dirinya ditunjuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga RI di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dia berkaca pada anak-anaknya, saat liburan tiba, dia mengajak berolahraga pagi, rekreasi dengan olahraga ringan. Apa jawabnya? “Main game aja, kan lengkap, ada permainan apa saja?”

 
Ada sepak bola, tenis lapangan, bola voli, golf, baseball, otomotif, berkuda, sampai catur sekalipun. Industri kreatif sudah menciptakan programnya, tinggal download atau belanja di app store, semua tersedia secara on line. Lebih atraktif, lebih seru, lebih berwarna, sangat menantang, menggemaskan, mirip dunia nyata, dan bikin ketagihan. Makin kalah skor, makin penasaran, dan makin banyak menghabiskan waktu di depan layar games. Hah?

Pria kelahiran 8 Juli 1973 ini pun mengelus dada, saat mencermati perilaku anak-anaknya. Ironisme yang massif, banyak yang menganggukkan kepala ketika dia berkisah soal game itu. Dia menyebut, ini adalah indikasi bahwa “olahraga nyata”, itu sudah mulai tergeser peran dan spiritnya oleh piranti elektronik berbasis teknologi. Olahraga sudah bermetamorfosis menjadi “maya” atau fatamorgana. Olahraga di depan touch screen.

Dia tidak menolak hadirnya teknologi yang membuat anak-anak masa kini lebih “jatuh hati” dengan aneka kemasan dan fitur yang di up grade tanpa henti. Games sudah menggeser peran aktivitas riil. Dia menyadari, teknologi tidak mungkin dihindari, tetapi harus dikendalikan secara proporsional. “Jika ingin anak-anak kita jadi hidup individualis, tanpa bersosialisasi dengan orang lain. Sementara tuntutan ke depan, tidak cukup hanya di depan komputer saja,” paparnya.

Itulah satu sisi yang membuatnya cemas, baik pada anak usia dini maupun anak-anak dan remaja. Kehilangan smartphone, itu seolah-olah lebih sakit daripada kehilangan tambatan hati. Sejak kapan mereka menemukan pacar pertamanya yang bernama gadget? “Ini bukan perkara sepele, ini tantangan seius yang dihadapi Kemenpora. Bagaimana menciptakan atmosfer gemar berolahraga yang riil, membangun mental sportif, sanggup bersaing fair, mampu bersosialisasi dan teamwork, siap kalah-siap menang. Itu semua nilai-nilai berolahraga riil, bukan virtual,” kata Imam Nahrawi serius.

Maraknya permainan game di komputer Itu juga menunjukkan bahwa olahraga riil semakin semakin kehilangan pamor, dan dianggap tidak seksi lagi. Ini lebih berbahaya lagi. Ini pula yang harus ditemukan akar masalahnya, agar menemukan solusi yang tidak kalah popular dari kreasi programmer games. Lalu? “Ya, pendekatan pertama adalah bersama-sama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria, Pemprov dan Pemkot/Pemkab segera mewujudkan satu desa satu lapangan,” ungkap Imam yang Mantan Ketua Umum DKN Garda Bangsa tahun 2002 itu.

Ada banyak tanah kas desa yang tak termanfaatkan. Ada yang dulu lapangan, sekarang sudah menjadi hutan alang-alang, karena tidak ada yang mengurus. Ada yang sekarang ditanami ketela pohon, tegalan, bahkan sawah. “Kami akan merevitalisasi, secara bersama-sama. Kami tidak membangun, tetapi mengembalikan fungsinya sebagai lapangan. Tempat berolahraga, tempat berkumpul, bermain, berkreasi, lomba-lomba, pameran, ruang publik yang asyik,” jelas mantan Sekjen DPP PKB itu.

Makin banyak lapangan, kata Imam, makin banyak cabang olahraga yang bisa dikembangkan. Jenis lapangannya juga disesuaikan dengan ketertarikan lokal. Kalau hobinya sepak bola, tidak mungkin dipaksakan atletik atau renang. Makin banyak bisa memproduksi pemain-pemain kaliber internasional. “Tak perlu lagi naturalisasi! Stok kita banyak. Kita kaya anak-anak berbakat. Mereka tidak bisa bersinar karena fasilitas olahraganya sangat minim. Ini tugas pemerintah, dan di sinilah pemerintah wajib hadir,” kata Menpora yang berusia 41 tahun ini.

Lagi-lagi, dia menyebut ini bukan pekerjaan sepele. Merealisasi satu desa satu lapangan dalam lima tahun ini, sama dengan menanam investasi jangka panjang. Hasilnya tidak bisa langsung di petik dalam dua tiga tahun, tetapi mungkin baru 5-10 tahun yang akan datang.

Kemenpora, sendiri dalam program satu desa satu lapangan itu bertugas menstimulus keberadaan lapangan itu, memastikan berfungsi dengan baik, memberikan fasilitas pendukung, seperti bola, net, dan perlengkapan pertandingan. “Anamat UU Desa yang mulai berlaku 2015 itu, tiap desa akan mendapatkan budget Rp 1,4 M setahun. Dana itulah yang digunakan untuk membangun desa, memajukan desa, dan sekaligus menambah fasilitas desa yang belum dimiliki. Lapangan bisa dijadikan salah satu program desa yang didukung lintas sektoral,” papar Mantan Ketua PMII Jatim 1997 itu.
Kedua, lanjut Imam, untuk meningkatkan gairah berolahraga, akan menagih pemilik-pemilik mal untuk menyediakan fasilitas olahraga. Ini untuk menciptakan atmosfer cinta olahraga di perkotaan. “Mereka harus menyiapkan fasilitas olahraga. Ini aturan dan sudah harus efektif tahun 2015! Jadi, nanti kami tinggal menagih pengelola mal, fasilitas olahraga apa saja yang dipersiapkan untuk menjaga suasana sport di mana-mana,” ucap menteri yang hobi bulutangkis itu.

Ini sekaligus menggelorakan nuansa olahraga di mana-mana. Tidak hanya di desa-desa, di wilayah rural, tetapi juga di kawasan urban, pada komunitas warga di perkotaan. Begitu pun di bidang kepemudaan, kami juga akan mengakses komunitas-komunitas yang secara kreatif dan mandiri selama ini sudah eksis, menemukan bentuk beraktivitas positif. Mereka juga harus memperoleh perhatian yang baik,” kata dia.

Lalu apa sebenarnya target Imam Nahrawi selama mejabat? “Kejar prestasi! Ukuran sukses menjadi menpora adalah prestasi, baik di Sea Games, Asian Games, sampai di Olimpiade. Harus lebih banyak medali emas, peringkat naik, dan jika perlu memecahkan rekor. Konkret saja!” tegas jebolan Madrasah Aliyah Negeri Bangkalan 1991 ini.

Bagaimana persiapannya? “Sudah kami rancang sejak sekarang, meskipun Asian Games itu baru akan dilangsungkan pada tahun 2018. Apalagi kita sudah pasti menjadi tuan rumah? Harus sukses di penyelenggaraan, juga sukses di prestasi. Kami sedang godok, mungkin pembukaan di Gelora Bung Karno, penutupan di Jakabaring Sport Center Palembang. Kami sedang mendata, mengecek kesiapan fasilitasnya, baik yang di Jawa Barat, DKI maupun Sumsel,” tuturnya.

Problem struktural, organisasi, hak dan kewenangan KOI dan KONI sudah hampir tuntas. Sudah dia dudukkan dalam satu meja. Tinggal menunggu putusan akhir dari Mahkamah Konstitusi (MK). “Setelah itu, tinggal ngebut pada relnya masing-masing, concern untuk memperbaiki prestasi atlet kita di pentas dunia,” jelas menteri yang berkumis ---mirip dengan tiga menteri sebelumnya, Roy Suryo, Andi Mallarangeng, dan Adhyaksa Dault itu.(don)

BACA JUGA: Revitalisasi Transmigrasi Menyebar Ratakan Skil

BACA ARTIKEL LAINNYA... Diplomasi Pohon Ala Danjen Kopassus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler