Diperkirakan satu dari tiga wanita di Australia akan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan saat ini hampir selalu melibatkan beberapa bentuk teknologi digital.

Menanamkan rasa dikendalikan secara paksa yang berlangsung terus menerus telah lama menjadi ciri penganiayaan, kata Rebecca Shearman, dari Pusat Aksi Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Queensland tenggara.

BACA JUGA: Ancaman Gelombang Udara Panas di NSW dan Queensland

Namun menurut Shearman, penggunaan alat pemantauan dan pelacakan dapat memperbesar rasa penaklukan terhadap korban, dan perasaan bahwa penindasnya adalah sosok yang akan hadir dimanapun dirinya berada.

Bentuk penyalahgunaan paling umum yang difasilitasi oleh teknologi, menurutnya, melibatkan  pengawasan perilaku seseorang lewat media sosial mereka, mempermalukan dengan menggunakan pesan singkat, atau menggunakan teknologi pelacakan GPS untuk menguntit.

BACA JUGA: Kemiskinan Jadi Motivasi Maestro Balet Li Cunxin Gapai Kesuksesan

"Banyak orang tidak menyadari bahwa pengaturan pabrik pada kebanyakan ponsel mencakup hal-hal seperti check-in otomatis dan pemberian tag geo untuk foto di Facebook," katanya.

"Ini juga bisa membatasi akses terhadap teknologi, yang bagi kebanyakan dari kita sangat mempengaruhi kehidupan kita akhir-akhir ini."

BACA JUGA: Kunjungan Kapal Perang Australia Ke Jakarta Tandai Stabilitas Hubungan

Ketika teknologi menjadi bagian dari solusi

Profesor Heather Douglas dari University of Queensland baru saja menyelesaikan studi longitudinal terhadap 65 wanita yang terkena dampak kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga, dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda.

"Semakin sering saja kita melihat wanita menggunakan rekaman, apakah itu rekaman video atau audio pasangan mereka, sebagai bukti di pengadilan," katanya.

"Jadi jelas sekali kalau technologi merupakan hal ang sangat membantu bagi wanita."

Mark Burdon dari sekolah hukum Universitas Queensland mengatakan bahwa di dalam rumah dimungkinkan untuk mengaktifkan kunci cerdas dan aplikasi pencahayaan cerdas untuk memperingatkan setiap pelaku KDRT yang mendekat dan mengamankan rumah itu atau memberi tahu pihak berwenang.

"Kekerasan yang sering dilakukan di tempat yang sepenuhnya pribadi, mungkin tidak akan lagi sepenuhnya pribadi," katanya. "Dan ada kesempatan untuk menggunakan data tersebut dan rumah itu sendiri untuk melindungi korban dengan lebih baik."Perangkat dapat membantu korban merasa lebih aman

Rebecca  Shearman menyambut baik solusi semacam itu, namun memperingatkan bahwa penting bagi mereka yang terkena dampak kekerasan dalam rumah tangga untuk mengendalikan prosesnya, atau itu akan menimbulkan risiko dalam semakin menegaskan kembali rasa paksaan yang mereka rasakan.

Dia menunjuk ke perangkat bernama Safety Cards atau Smart Tracks, yang diujicobakan di Victoria pada tahun 2015 dan 2016, dengan beberapa keberhasilan.

"Ketika saya merasa terancam, saya bisa menekan tombol alarm dan secara otomatis merekam apa yang terjadi," kata satu peserta percobaan kepada RN tahun lalu.

"Salah satu hal yang menurut saya sangat efektif dilakukan mengenai kartu keselamatan adalah  bahwa itu adalah alat jera yang sangat besar. Saya memastikan bahwa mantan rekan saya tahu bahwa sekarang saya membawa alarm pribadi kepada saya 24 jam sehari.

"Di samping tempat tidurku, aku membawanya ke setiap ruangan di rumah, aku membawanya keluar.

"Sebelum ada kartu pengaman dia melanggar perintah intervensi 20, 30, 40 kali."

Sementara di negara bagian lainnya, termasuk Queensland dan NSW, telah mengalokasikan dana untuk melakukan pelacakan GPS oleh pelaku KDRT.

"Pelacakan perangkat membuat wanita merasa jauh lebih aman," kata Shearman.

"Teknologi memang menawarkan kepastian bagi wanita pada saat-saat jika mereka memiliki kendali atas hal itu, tapi kita juga harus berhati-hati terhadap hal itu."

Dia berpendapat lebih banyak yang harus dilakukan seputar pelatihan dan sumber daya.

"Masalah terbesar yang kami lihat adalah bagaimana mengumpulkan bukti itu dan bagaimana hal itu dapat digunakan dalam penuntutan," katanya.

"Saat ini polisi memiliki sumber daya yang sangat terbatas dalam hal akses terhadap bukti tersebut, dan faktanya kebanyakan petugas polisi di wilayah kami bahkan tidak memenuhi syarat untuk mengumpulkan bukti tersebut.

"Ada celah besar di sana dalam hal apa yang mungkin dan apa yang sebenarnya sedang dilakukan."Pergeseran beban tanggung jawab untuk melaporkan

Dr Burdon percaya bahwa inilah saatnya untuk berdiskusi seputar tanggung jawab para penyedia teknologi tersebut yang mengembangkan dan menjalankan teknologi interaktif yang cerdas. 

"Tahun lalu beberapa peneliti menguji bagaimana Siri menanggapi pernyataan seperti 'Saya telah diperkosa' atau 'Saya menderita penganiayaan', dan Siri tidak dapat menanggapi,  sistem ini tidak dapat merespons, dan tidak juga mampu menghitungnya. Apa yang dikatakan kepada sistemnya. "katanya.

"Apple dari perspektif itu telah mengubah Siri sehingga ia setidaknya akan memberikan akses ke beberapa jenis informasi web untuk korban perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga."

Namun, dia mempertanyakan apakah penyedia teknologi perlu melangkah lebih jauh dengan mengambil tanggung jawab kewarganegaraan dan kewaspadaan yang lebih besar atas apa yang dilihat perangkat mereka, dengar dan pantau di rumah kami.

"Di rumah pintar mana pun, mengingat perangkat dan sistem kontrol yang hebat, Anda bisa memiliki hingga 20 pengumpul data yang mengumpulkan data," katanya.

"Itu menggeser beban dalam hal mengidentifikasi dan melaporkan pola penyalahgunaan tertentu kepada perusahaan tersebut."Bertahan hidup dari KDRT di lingkungan religius

Namun kerangka hukum di Australia juga perlu penilaian ulang, kata Dr Burdon. Dia menunjukkan kurangnya keseragaman dalam hal undang-undang anti-peretasan di seluruh negara bagian.

Di bawah KUHP Queensland, misalnya, peretasan hanya merupakan pelanggaran jika melibatkan perangkat yang dianggap sebagai "komputer terlarang". Hampir tidak ada perangkat rumah tangga pintar yang memiliki sebutan tersebut.

Farsam Salimi, seorang ahli kriminologi di Universitas Wina, mengatakan bahwa legislator di Australia harus melihat perubahan terbaru di Austria, di mana undang-undang telah diubah untuk menangani cyber-bullying.

"Anda tidak perlu (menyebabkan) membahayakan langsung pada korban," katanya.

"Sudah cukup melakukan tindakan berbahaya yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada gaya hidup korban. Dan jika pelanggaran tersebut mengakibatkan bunuh diri atau upaya bunuh diri korban, yang bisa terjadi, hukumannya lebih tinggi.

"Ada dua manfaat dari bagian baru dalam kode kriminal Austria ini. Anda tidak memerlukan bahaya langsung, dan Anda tidak melihat satu tindakan pun, satu pengaduan yang salah, Anda melihat konsekuensi komprehensif dari perilaku ini dan bagaimana hal itu mempengaruhi korban. "

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Gunung Agung Meletus, Suhu Bumi Diperkirakan Lebih Sejuk

Berita Terkait