Membedah Fenomena FOMO di Kalangan Investor Pemula

Sabtu, 27 Februari 2021 – 22:32 WIB
Gambaran pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww

jpnn.com, JAKARTA - Investasi di pasar modal banyak digemari publik saat ini, khususnya oleh kaum milenial.

Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan demografi investor untuk usia di bawah 30 tahun berjumlah 54,8 persen.

BACA JUGA: Grant Thornton Indonesia: Perlu Strategi Tepat Memulihkan Perekonomian

Sementara itu, investor usia 31-40 tahun berjumlah 22,6 persen dari total investor.

Hal itu menunjukkan 75 persen investor pasar modal Indonesia berada pada usia muda atau produktif.

BACA JUGA: Grant Thornton: Optimisme Pebisnis Indonesia atas Keuntungan Usaha Melonjak

Grant Thornton Indonesia melihat banyaknya investor baru ini patut menjadi perhatian.

Apalagi saat ini muncul fenomena pom-pom yang mana saham dipompa (pump) agar harganya melejit oleh individu atau kelompok sehingga tampak menggiurkan.

Fenomena itu juga bersamaan dengan maraknya influencer yang ikut membicarakan soal investasi saham dengan merekomendasikan saham tertentu.

Hal tersebut makin meningkatkan antusiasme publik untuk berinvestasi saham.

Advisory Director Grant Thornton Indonesia Marvin Camangeg mengatakan, saham tidak jarang dianggap sebagai instrumen investasi yang mampu menghasilkan keuntungan yang relatif tinggi.

“Namun, sama seperti investasi pada umumnya, potensi keuntungan yang tinggi dari investasi saham juga tentu diikuti dengan risiko yang tinggi. Fakta ini yang seringkali kurang diperhatikan oleh investor pemula,” kata dia, Jumat (26/2).

Performa beberapa perusahaan yang sempat mengalami kenaikan harga saham hingga ratusan persen juga mendorong banyaknya investor newbie menjadi merasa fear of missing out (FOMO).

Mereka akhirnya bertindak impulsif hanya karena takut ketinggalan momentum untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat.

Banyak akhirnya investor pemula yang salah kaprah dengan menginvestasikan uang untuk kebutuhan sehari-hari bahkan berutang dengan bunga besar.

Mereka yang tadinya berharap mendapat keuntungan cepat justru banyak yang berakhir dengan rugi besar. 

“Pelajaran yang dapat dipetik di sini adalah bahwa pasar saham dapat di ibaratkan seperti rimba. Kita akan menemukan berbagai jenis hewan. Ada hewan yang kuat secara alami karena ukuran tubuhnya yang besar, namun ada juga ada hewan yang kuat semata-mata karena mereka selalu bergerombol dalam jumlah besar,” ujar Marvin.

Selain itu, sambung Marvin, sekarang teknologi juga telah mengubah aturan permainan.

Oleh karena itu, sebelum berinvestasi saham, investor perlu memahami profil resiko perseorangan, tetap rasional, dan tidak bergantung pada intuisi saja waktu pemilihan saham.

“Selalu mencari bantuan dari para penasihat investasi yang dapat membantu dan memberikan bimbingan dalam keputusan berinvestasi.” tutur Marvin. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler