Memegang Janji Selicin Lumpur

Empat Tahun Berlalu, Banyak Komitmen Belum Terpenuhi

Kamis, 27 Mei 2010 – 15:06 WIB
SIDOARJO - Pada 29 Mei 2010 nanti, empat tahun sudah luapan lumpur panas menyembur di SidoarjoSemua berharap, empat tahun adalah masa yang cukup untuk menjernihkan persoalan sehingga penyelesaian mulai menyembul

BACA JUGA: Komnas Anak Tangani Bocah Perokok asal Sumsel

Sayang, penyelesaian atas bencana yang menenggelamkan 12 desa dan mengusir 30 ribu lebih warganya itu belum kunjung terlihat.
 
Di lokasi bencana yang kini berupa daratan tertutup lumpur seluas 620 hektare, berbagai masalah masih silang sengkarut dengan penanganan yang tambal sulam
Para pihak yang seharusnya bertanggung jawab sepertinya berharap kepada kebaikan sang waktu, yang seakan memindah berbagai tragedi empat tahun lalu, ke bawah lapis-lapis peristiwa yang didesain seakan mendesak hari-hari ini

BACA JUGA: 4 Gubernur Terima Penghargaan Keselamatan Kerja

Laporan ini adalah ikhtiar melawan lupa dan menyampaikan suara hati para korban yang cenderung diam karena letih dan berharap keajaiban.

:TERKAIT Sumber masalah, yakni semprotan lumpur dari perut bumi, belum kunjung ada indikasi berhenti
Namun, upaya penutupan pusat semburan sudah distop seiring dengan tenggelamnya tanggul cincin yang mengitarinya pada Februari 2009

BACA JUGA: Sewa Pemondokan Haji 2010 Tuntas

Padahal, mengutip data Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) per 1 Mei 2010, setiap hari semburan itu membawa keluar material sebanyak 75.000 sampai 100.000 meter kubik atau setara dengan muatan 15.000 sampai 20.000 truk.
 
Kini, satu-satunya upaya membatasi terus meluasnya luapan lumpur yang volumenya sudah mencapai 12 juta meter kubik tersebut hanya membuangnya ke Kali Porong di selatan pusat semburanDengan kemampuan buang hanya 10 ribu meter kubik atau hanya 10 persen dari volume lumpur yang menyembur, upaya itu bisa dinilai tidak berarti sama sekali.

Pada saat yang sama, warga dan pengguna fasilitas di sekitar pusat semburan kini juga menghadapi ancaman yang kian lama semakin nyata, yakni  amblesan (subsidence) dan munculnya gelembung (bubble) lumpur baru.Seperti luapan lumpur di pusat semburan, sampai sekarang, belum ada solusi untuk masalah itu, minimal membuat sistem penanganan dini terhadap bahaya amblesan dan bubble baru atau bubble lama yang aktif lagiPadahal, dua urusan itu sudah digauli empat tahun iniParahnya, amblesan dan gelembung  adalah bahaya laten yang bisa muncul kapan pun dan di mana pun

BPLS, rupanya, cukup adem ayem dengan data yang diperolehBadan yang dibentuk presiden melalui Perpres Nomor 14 Tahun 2007 itu mengklaim  amblesan tanah akhir-akhir ini sudah meredaRata-rata penurunannya di bawah 5 sentimeter per bulanItu jauh jika dibandingkan dengan kondisi dua tahun silam yang amblesannya mencapai 15 sentimeter per bulanMeski demikian, siapa yang bisa menjamin amblesan semakin hilang dan tidak muncul lagi? Atau bakal lebih parah?

Saat ini baik amblesan maupun bubble marak terjadi di sisi barat pusat semburanMisalnya, Raya Porong, Desa Siring, Desa Jatirejo, dan Desa MindiData terakhir yang dirilis pada pekan lalu, amblesan yang bisa dideteksi mencapai 90 sentimeter sejak Oktober 2008Amblesan terdalam justru berasal dari arah pusat semburan yang menjalar ke arah barat dan utara, seperti Raya Porong?Tapi, (kedalaman amblesan) tidak bisa dikalkulasi,? kata Deputi Operasional BPLS Sofyan Hadi saat ditemui di kantornya Senin (24/5)

Amblesan itu ibarat sebuah mangkukTitik dasarnya adalah pusat semburanRaya Porong,  Siring, Mindi, dan Jatirejo hanya bagian dindingnya yang juga mengalami amblesanTidak aneh mayoritas rumah di tiga desa itu rusakTembok-tembok retak hingga menganga dengan rekahan yang semakin lebar.

Bahaya laten lain adalah bubble yang muncul sewaktu-waktu tanpa mengenal tempatMenurut data di BPLS, per Mei 2010 terdapat 181 bubble yang munculDi antara jumlah itu, yang 84 masih aktif mengeluarkan gas dan lumpurSisanya, 97 titik, mati suri, namun bisa aktif lagi sewaktu-waktu.  Selain itu, ada bubble baru yang semakin merenggut dan mengancam keutuhan fasilitas umumSalah satunya adalah semburan yang muncul dari bawah ubin ruang kelas SDN KetapangLumpur berwarna kecokelatan mematahkan rekatan ubin yang tertata rapi sembari mengeluarkan suara mendesis.
 
Sampai sejauh ini, belum ada terobosan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi secara dini munculnya gelembung dan amblesanPenangangan yang dilakukan BPLS pun hanya bersifat sporadisMuncul masalah, baru ditangani.

Sofyan membantah tudingan bahwa BPLS tidak mengupayakan terobosanItu seakan-akan menilai BPLS tidak bekerjaPadahal, selama ini dia mengklaim masih terus bekerja.  Lulusan UPN Jogjakarta itu menjelaskan, bubble berasal dari kedalaman 800?1.200 meter di bawah permukaan tanah?Bubble itu muncul karena ada kantong-kantong gas yang lapisan di atasnya mengalami keretakan sehingga menjadi jalan keluarnya gas,? dalihnya.  Karena itu,  Sofyan menganggap munculnya bubble adalah fenomena biasa karena,  konon, tiga desa itu dulu berpermukaan pasir yang menjadi kantong gasKarena itulah, Lapindo menggali gas di kawasan tersebut,? ujarnya. (eko/c1/kim)
 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Kapolda Bali Daftar KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler