jpnn.com - MANOKWARI - Pendidikan di tanah Papua, termasuk di Provinsi Papua Barat masih sangat memprihatinkan dan butuh perhatian. Bukti nyata terjadi di Kampung Samuki, Distrik Anggi Gida, Kabupaten Pegunungan Arfak.
Di SD Inpres Sakumi, terdapat enam kelas dengan jumlah murid 63 orang, saat ini hanya diajar oleh seorang guru, itu pun berstatus kontrak. Ironisnya lagi, sang guru kontrak, Marthen Loko mengaku belum pernah melihat kelapa sekolah di SD tempat dia mengajar.
BACA JUGA: Ini Daerah Paling Minim Pasok Listrik ke Sekolah
"Saya sudah 1 bulan lebih di sekolah ini, tapi sampai sekarang belum pernah melihat kepala sekolah,’’ ujarnya.
Potret kondisi pembelajaran di SD Inpres Sakumi ini dikeluhkan Marthen Loko kepada anggota Komisi D DPR Papua Barat yang berkunjung di wilayah Pegunungan Arfak ini. Ia meminta agar pemerintah daerah dapat menambah guru serta memperbaiki gedung sekolah.
BACA JUGA: Miris..Sekolah Ini Tampung Semua Siswanya dalam Dua Ruangan Kelas
Marthen Loko menuturkan, sebenarnya ada 3 guru yang mengajar di SD Inpres Sakuni. Namun saat ini hanya dirinya yang berada di tempat, sedangkan 2 guru lainnya mengikuti kursus di Institut Yohanes Surya di Jawa Barat.
Hanya seorang diri menangani 6 kelas, Marthen harus pandai membagi waktu mengajar murid-muridnya. Enam kelas digabung dan dimasukkan dalam 3 ruangan. Kelas 1 dan 2 dijadikan 1 ruangan, demikian juga kelas 3-4 serta kelas 5-6 digabung di satu ruangan.
BACA JUGA: Mengenaskan! 17.520 Sekolah Belum Dialiri Listrik
"Ya, pelajaran yang diberikan bersifat umum,’’ ujar pria asal Toraja ini.
Di era otonomi khusus, Marthen Loko mengetahui bahwa sektor pendidikan merupakan salah satu program utama selain kesehatan, pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat asli Papua. Namun, ironisnya di SD Inpres Sakuni, saat ini hanya terdapat 1 orang guru.
"Saat ini 1 orang guru, saya guru kontrak. Sebelum saya ada di sini, ada 2 orang guru, tapi mereka ini sekarang ikut kursus di Institut Yohanes Surya. Saya tiba di Sakumi 16 Februari, sudah 1 bulan lebih saya di sini, tapi saya belum pernah bertemu kepala sekolah,’’ katanya.
Selain kekurangan guru, SD Inpres Sakumi hanya memiliki 3 ruangan kelas, sehingga dua kelas digabung dalam satu ruangan. Kondisi ini tentunya menyebabkan proses belajar mengajar tidak berjalan efektif.
"Saya setengah mati mengajar kelas 1 sampai kelas 6. Harapan kami pemerintah dapat memperhatikan tenaga pendidik,’’ tuturnya.
Menyikapi hal ini, Wakil Ketua Komisi D DPR Papua Barat, Demianus Enos Rumpaidus menyatakan, pihaknya akan menyampaikan ke Dinas Pendidikan untuk memperhatikan kekurangan guru di sekolah-sekolah terisolir. Menurutnya, masalah ini tidak hanya terjadi di Pegunungan Arfak tapi juga di daerah lain sehingga butuh perhatian serius instansi terkait. (lm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersedia! 7.000 Kuota Beasiswa S2 dan S3 dari Kemenristekdikti
Redaktur : Tim Redaksi