jpnn.com - Oleh: Jan Prince Permata, SP., MSi
Staf Ahli Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (Sesjen DPD RI)
Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini kurang dari 5,2 persen. Angka ini mirip dengan prediksi IMF sekitar 5,1 persen. Tahun lalu pertumbuhan ekonomi kita 5,07 persen. Pada sisi lain, perkembangan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir ditandai dengan berbagai gejolak seperti lonjakan utang beberapa negara di Eropa yang berdampak pada pengetatan likuiditas yang menurunkan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut.
BACA JUGA: Jokowi: Saya Ini Alumni UMKM
Kondisi ini merembet ke negara-negara lain sebagai konsekuensi semakin tingginya keterbukaan dan ketergantungan perekonomian dunia termasuk Indonesia. Salah satu pelaku ekonomi yang perlu diwaspadai terkena dampak perlambatan ekonomi ini di Indonesia adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Fakta menunjukkan usaha mikro dalam perekonomian nasional terbukti mampu mewujudkan peran dan kontribusi dalam meningkatkan pembangunan karena posisinya yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja, pemulihan ekonomi masyarakat dan mewujudkan pemerataan kesempatan kerja. Peranan strategis usaha mikro dan kecil dapat dilihat dari berbagai aspek (Bank Indonesia, 2005), yaitu: (i) jumlah unit usahanya banyak dan terdapat hampir di setiap sektor ekonomi; (ii) potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja; dan (iii) kontribusi usaha mikro dan kecil dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang cukup besar, serta potensinya dalam perkembangan nilai ekspor non migas.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Tegaskan Rest Area Harus Diramaikan UMKM
Berdasarkan data terbaru, jumlah unit Usaha Mikro dan Kecil (UMK) tercatat 58,9 juta unit atau 99 persen lebih dari total pelaku) di Indonesia. Besarnya potensi usaha mikro dan kecil, ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah unit usaha mikro selama kurun waktu tahun 2010–2017 rata-rata sebesar 7,48 persen per tahun, sedangkan jumlah unit usaha kecil meningkat rata-rata 14,05 persen per tahun. Perkembangan penyerapan tenaga kerja periode tahun 2010-2017 oleh usaha mikro dan kecil terus menunjukkan peningkatan, penyerapan tenaga kerja usaha mikro meningkat rata-rata 12,50 persen per tahun, sedangkan penyerapan tenaga kerja usaha kecil meningkat rata-rata 14,20 persen per tahun.
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia telah mendapat pelajaran berharga dengan sektor usaha mikro. Munculnya krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi tahun 1997, salah satunya adalah karena dilupakannya peran golongan pengusaha mikro. Walaupun skala aktivitasnya relatif kecil tetapi sebenarnya kegiatan ekonomi yang dilakukan merupakan bagian integral dari perekonomian nasional. Pengusaha mikro juga sangat fleksibel menghadapi goncangan yang selama ini berdampak negatif kegiatan ekonomi skala besar.
BACA JUGA: Silakan Bikin Bendera Partai Apa Saja, tapi Tetap Pilih PDIP
Pengalaman di negara sedang berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, usaha mikro dan kecil di Indonesia juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi perdesaan. Karena itu menurut Priyarsono (2011), pengembangan industri kecil akan memberikan dampak positif yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, serta akan mendorong terwujudnya distribusi pendapatan yang lebih merata antara kelompok masyarakat. Secara sektoral sub-sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian (agroindustri), menunjukkan kinerja yang lebih baik dari sub-sektor industri pengolahan lainnya karena mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus distribusi secara merata.
Besarnya penyerapan tenaga kerja oleh usaha mikro dan kecil ini juga diikuti dengan intensifnya dalam penggunaan sumberdaya lokal di perdesaan, sehinggga pertumbuhan usaha mikro dan kecil ini akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di perdesaan (Kuncoro, 2003). Namun demikian potensi besar yang dimiliki oleh usaha mikro dan kecil terutama dalam upaya penyediaan lapangan kerja, pembentukan unit usaha dan pemerataan pendapatan ternyata belum banyak dimanfaatkan oleh pemerintah. Oleh karena itu perlu diagendakan upaya untuk meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki pola pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia, 2005).
Pengembangan sektor UMK di Indonesia masih menghadapi beberapa permasalahan klasik di tengah kontribusinya bagi perekonomian domestik. Dari sisi modal, kebanyakan usaha mikro dan kecil memulai usahanya dengan modal sendiri dan sebagian kecil yang telah melakukan pendekatan terhadap lembaga keuangan dalam rangka memperoleh pinjaman usahanya. Menurut Bank Indonesia (2005), rendahnya tingkat pinjaman usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal disebabkan beberapa faktor: (i) kurangnya aksesibilitas usaha mikro dan kecil kepada lembaga keuangan formal terutama informasi dan persyaratan kredit; (ii) tidak adanya agunan kredit; (iii) kurangnya kemampuan manajemen keuangan, (iv) rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan (v) terbatasnya kompetensi kewirausahaan dan permodalan. Dari sini dapat dikatakan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh sektor UMK adalah akses terhadap pemodalan.
Usaha mikro didefinsikan sebagai usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Sementara usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2.5 miliar.
Dari karakternya usaha mikro umumnya adalah usaha informal dan tidak memiliki status legal yang formal, dilakukan oleh orang dari kelompok miskin, khusunya wanita, tidak memiliki perencanaan usaha yang formal, tidak ada atau minim entry- barrier, lini usahanya tetap, pertumbuhan tidak cepat, catatan keuangan jarang dilakukan, bahkan biasanya dilakukan oleh orang yang buta huruf.
Sementara usaha kecil umumnya terdaftar dan dijalankan oleh keluarga atau kelompok, pemilik dan pengelola dilakukan oleh orang yang sama, biasanya belum memiliki catatan keuangan dan catatan usaha yang akurat, dan belum memiliki auditor, dalam beberapa hal telah memiliki legalitas hukum.
Di tengah tantangan-tantangan ekonomi Indonesia seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi yang masih tinggi, melindungi usaha mikro kecil merupakan pilihan terbaik. Mengapa? Karena usaha mikro kecil tak hanya menyelamatkan rakyat kita yang hampir setengah masih hidup di tengah ancaman kemiskinan, tapi juga membantu negara (pemerintah) memerangi kemiskinan dan kesenjangan itu sendiri.
Pendek kata, memperkuat usaha mikro dan usaha kecil sama dengan memperkuat dan melindungi rakyat itu sendiri. Oleh karena itu, kita mengharapkan negara terus melakukan upaya-upaya nyata dan berkelanjutan untuk memperkuat sektor usaha rakyat ini.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaker Ajak UMKM Maksimalkan Pemasaran di Bisnis Online
Redaktur : Tim Redaksi