jpnn.com, JAKARTA - Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mencium aroma tak sedap dalam proses pengelolaan Blok Rokan di Provinsi Riau yang akan berakhir kontraknya dengan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) pada Agustus 2021.
Saat ini, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sedang mengevaluasi proposal Chevron untuk kembali mengelola Blok Rokan 20 tahun ke depan sejak 2021. Marwan menilai kesempatan Chevron untuk menjadi operator pengendali Blok Rokan ini sangatlah besar karena memang telah dengan sengaja dirintis dan didukung oleh KEDSM melalui diterbitkannya Permen ESDM No.23/2018.
BACA JUGA: Tak Ada Pilihan, Serahkan Blok Rokan ke Pertamina
Pada kesempatan sama, Pertamina juga telah menyodorkan proposal untuk mengambil alih pengelolaan ladang tersebut. "Niat busuk pemerintah ini (perpanjang kontrak Chevron-red) harus dihentikan karena berbagai alasan," kata Marwan dalam Seminar FPKS & IRESS bertajuk “Menuntut Pengelolaan Blok Rokan oleh BUMN” pada Senin (30/7) di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, MPR RI, Senayan.
Alasan pertama menurut Marwan, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012 tentang 5 aspek penguasaan negara, pengelolaan berbagai wilayah kerja (WK) migas harus berada di tangan pemerintah melalui BUMN.
BACA JUGA: Honorer K2: PNS di Tangan Kami, Jokowi Dua Periode
Dengan demikian, lanjut Marwan, jika kontrak WK Rokan diperpanjang, maka terjadi pembangkangan konstitusi. Pelakunya tidak lain kepala SKK Migas, dirjen Migas, menteri ESDM dan Presiden RI, telah melakukan pemufakatan untuk melanggar UUD 1945 dan untuk itu layak diproses sesuai Pasal 7B UUD 1945.
Berikutnya, Pasal 4 UU Energi No.30/2007 menyatakan guna mendukung pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
BACA JUGA: Anggap JK Paling Pas Gantikan Prabowo Jadi Penantang Jokowi
Maka setiap upaya menjauhkan BUMN dari pengelolaan SDA migas dapat dianggap merongrong peningkatan ketahanan energi nasional dan menghambat upaya pembangunan berkelanjutan.
Dia juga menyebutkan, dengan terbitnya Permen ESDM Nomor 23/2018 yang memprioritaskan pengelolaan WK-WK migas yang akan berakhir KKS-nya kepada kontraktor eksisting, maka KESDM telah melapangkan jalan kepada Chevron untuk terus bercokol di Blok Rokan, tanpa peduli amanat konstitusi dan kepentingan strategis nasional.
"Padahal sesuai urutan peraturan perundang-undangan nasional (UU No.12/2011) status Permen berada jauh di bawah konstitusi. Bagaimana mungkin KESDM tidak paham dan malah nekat melanggar UU ini?" ucapnya mempertanyakan.
Pada forum itu dia juga menuturkan bahwa guna menjamin ketahanan energi nasional, maka dominasi BUMN atau National Oil Company (NOC) dalam menguasai blok-blok domestik dan global merupakan hal yang lumrah dan menjadi tren yang terjadi di seluruh negara di dunia.
Namun, ujar Marwan, pemerintahan Jokowi menjadi anomali atas tren dunia tersebut, sambil mencari-cari alasan sumir, absurd, tidak logis dan manipulatif, yang justru mempersilakan asing untuk terus mendominasi pengelolaan migas di Indonesia.
Di sisi lain, Chevron telah bercokol puluhan tahun di Blok Rokan, serta telah memperoleh pula perpanjangan kontrak satu kali (20 tahun) mengelola WK tersebut. Sesuai Pasal 14 UU Migas No.22/2001, perpanjangan kontrak hanya dapat diberikan selama 20 tahun. Karena itu dia mencurigai upaya KESDM masih akan memberikan perpanjangan kontrak kepada Chevron.
Marwan lantas mengingatkan rilis Chevron beberapa waktu lalu yang menyebutkan telah memproduksi 13 miliar barel minyak dari lapangan-lapangan migas terutama di Riau dan sebagian kecil di lepas pantai Kalimantan Timur. Dengan besarnya minyak yang diproduksi, berarti perusahaan asal Amerika Serikat itu telah menikmati puluhan miliar US$ dari pengelolaan Blok Rokan. Karenanya dia heran bila pemerintah masih akan memberikan ladang tersebut pada asing.
Dia lantas menagih janji kampanye Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2014 yang mengatakan akan menjadikan Pertamina sebagai tuan di negeri sendiri, mengungguli Petronas dalam 5 tahun (4/7/2014). Wapres JK pun pernah menyatakan kontrak migas yang telah berusia di atas 25 tahun tidak perlu diperpanjang (17/7/2012).
"Jika Presiden ingin menunaikan janji kampanye dan Wapres ingat ucapannya, maka kontrak Rokan mestinya tidak diperpanjang. Dengan memperoleh WK Blok Rokan, maka otomatis Pertamina akan dapat meningkatkan aset, produksi, pendapatan dan kinerja bisnis, serta menjadi produsen migas terbesar di negeri sendiri," sebut Marwan.
Peningkatan status di atas hanya dapat terjadi jika Pertamina ditetapkan sebagai custodian seluruh cadangan terbukti migas nasional, memperoleh hak pengelolaan WK-WK yang kontraknya berakhir, memperoleh tambahan penyertaan modal pemerintah (PMN), termasuk memperoleh alokasi APBN untuk membangun kilang-kilang baru dan merevitalisasi kilang-kilang tua.
"Ternyata hak kustodian dan alokasi APBN belum didapat, serta WK-WK habis kontrak tidak sepenuhnya diberikan, terutama dengan terbitnya Permen ESDM No.23/2018. Janji ingin menjadikan Pertamina mengungguli Petronas hanya omong kosong," pungkas dia. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Temui Relawannya di Sulsel, Ini Pesan Jokowi!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam