jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah masih terus mengkaji sejumlah usulan dan aspirasi dari kalangan pengusaha maupun pekerja terkait revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hasil kajian itu akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menggulirkan proses revisi UU Ketenagakerjaan tersebut.
BACA JUGA: Pemerintah Prioritaskan Pengembangan Digital Skill
“Pemerintah sebisa mungkin mempertemukan masing-masing dari kepentingan itu agar bisa win win solution. Soal proses berapa lama, kapan dan sebagainya, belum bisa disampaikan," kata Menaker Hanif Dhakiri di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/7).
BACA JUGA: Menaker Minta Jajarannya Tingkatkan Kinerja di Tiga Sektor Prioritas
BACA JUGA: Menaker Minta Jajarannya Tingkatkan Kinerja di Tiga Sektor Prioritas
Menaker Hanif mengatakan saat ini banyak kepentingan berbeda dan bertentangan yang membuat usulan revisi UU No. 13 Tahun 2013 itu belum menemukan titik akhir.
Hanif menilai dalam UU Ketenagakerjaan sekarang ini, ada pasal-pasal tertentu sangat disukai pengusaha namun tidak disukai pekerja. Ada juga pasal-pasal tertentu yang disukai pekerja tapi tidak disukai pengusaha.
BACA JUGA: Kemnaker Terima Hibah Tanah BLK dari Pemkab Banyuwangi
BACA JUGA: Menaker Hanif Dukung Pendirian Pusat Studi Ketenagakerjaan OKI
“Nah, kita harus cari solusi agar seluruh konstruksi hukum dalam UU Ketenagakerjaan yang menyenangkan semua pihak , meski tidak optimal sehingga dalam implementasinya benar-benar berjalan,” katanya.
Usulan revisi UU Ketenagakerjaan mengemuka karena di samping sudah dilakukan judicial review (uji materil) di Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 30 kali, UU Ketenagakerjaan tersebut masih banyak “bolong-bolongnya”.
Tak hanya itu, kata Hanif, tantangan masa depan dalam proses bisnis banyak terjadi perubahan sehingga mempengaruhi dari sisi ketenagakerjaan.
“Itu (alasan) diantaranya, memang kita membutuhkan perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Kita masih cari masukan dari semua pihak seperti dunia usaha, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat,” katanya.
Dengan berkelakar, Hanif menyebut ekosistem ketenagakerjaan kita seperti kanebo kering, terlalu kaku atau, terlalu rigid. “Mau cari pekerja skill susah, proses hubungan industrial terkesan kurang mengarah kepada apa yang disebut menang-menangan sehingga masing-masing bertolak dari kekuatan atau power relations bukan human relations,“ ujarnya.
Hanif menambahkan, selain menyerap aspirasi dari dunia usaha dan pekerja, langkah Kemnaker untuk merevisi UU Ketenagakerjaan itu dilakukan juga dengan melakukan studi perbandingan dengan beberapa negara lain agar ekosistem ketenagakerjaan Indonesia bisa lebih kompetitif.
Contohnya, Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih bagus produktivitasnya dibandingkan tenaga kerja Vietnam. Tapi kalau bicara perang dagang antara Cina melawan Amerika, salah satunya dampaknya, adanya relokasi sejumlah perusahaan dari Tiongkok ke sejumlah negara.
“Ternyata banyak yang dikirim ke Vietnam. Padahal dari sisi produktivitas tenaga kerja, kita lebih bagus. Kenapa? Itu harus dilihat semua faktor pembentuk dari ekosistem ketenagakerjaan agar lebih kompetitif,“ tandasnya.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemnaker Ajak LPKS Tingkatkan Kualitas Pelatihan Kerja
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh