Menag Yaqut Revisi Syarat Pendirian Rumah Ibadah, Wapres Menyentil, MUI Minta Penjelasan

Kamis, 08 Agustus 2024 – 20:02 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com - Langkah Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas merevisi aturan tentang syarat pendirian rumah ibadah menuai reaksi dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

MUI sendiri masih menunggu penjelasan utuh dari Kementerian Agama soal revisi aturan pendirian rumah ibadah yang tak lagi memerlukan rekomendasi dari Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).

BACA JUGA: Izin Pendirian Rumah Ibadah Sensitif, Pernyataan MUI Gamblang, Kemenag Harus Menjelaskan

"MUI belum bisa bersikap karena belum mendapatkan penjelasan yang utuh dari Kemenag. Ini, kan, harus dibahas dan dikaji terlebih dahulu," ujar Ketua Umum MUI Anwar Iskandar di Jakarta, Kamis (8/8).

Sebelumnya, Menag Yaqut dalam dialog Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) beberapa waktu lalu mengatakan dalam aturan terbaru perizinan pembangunan rumah ibadah kini hanya perlu ditujukan kepada Kemenag saja.

BACA JUGA: Komisi VIII Rupanya Tidak Pernah Diajak Konsultasi Soal Pencoretan Rekomendasi FKUB

Sebelum ada revisi rekomendasi, pendirian rumah ibadah harus mengikuti Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006.

Sebenarnya, perihal revisi aturan pendirian rumah ibadah ini telah disinggung Yaqut saat Sidang Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI) XVII di Sentul, Bogor, pada 23 Agustus 2023 lalu.

BACA JUGA: Survei SMRC: Andi Nirwana Unggul Jika Head to Head dengan Burhanuddin di Pilkada Bombana

Yaqut saat itu mengatakan bahwa dalam rumusan regulasi baru tersebut, Kemenag mengusulkan kepada Presiden bahwa rekomendasi pendirian rumah ibadah cukup dari Kementerian Agama saja.

Proses penyusunan rancangan Perpres ini sudah dimulai sejak 2021. Saat ini prosesnya sudah ada di Kemenko Polhukam.

Menurut Anwar Iskandar, penjelasan utuh dari Kemenag sangat diperlukan sehingga MUI bisa menyikapi penghapusan syarat rekomendasi dari FKUB.

"Kan, perlu dijelaskan. Apa misalnya manfaat dan mudaratnya jika hal itu dicabut. Mungkin yang menolak ini karena belum mendapatkan penjelasan yang utuh terkait hal ini," tutur Anwar.

Dia juga berpesan agar hal-hal yang sensitif dan menyentuh langsung masalah keumatan seperti ini, bisa disosialisasikan terlebih dahulu sehingga tidak sampai menimbulkan gejolak.

Wapres Menyentil Menag Yaqut

Sebelumnya, Wapres RI Ma'ruf Amin tegas menolak penghapusan rekomendasi FKUB dalam revisi aturan persyaratan pendirian rumah ibadah.

"Ini sebenarnya Menteri Agama tidak boleh asal corat coret begitu saja," ujar Kiai Ma'ruf dalam keterangan persnya usai meninjau MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (7/8).

Wapres menjelaskan bahwa aturan pendirian rumah ibadah itu sebenarnya kesepakatan dari majelis-majelis agama yang dibuat bersama Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.

Penegasan itu disampaikan Wapres merespons pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas perihal pendirian rumah ibadah nantinya tidak memerlukan lagi rekomendasi dari FKUB, cukup dari Kemenag.

Kiai Ma'ruf menegaskan bahwa proses pendirian rumah ibadah tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui hasil diskusi-diskusi yang kemudian tertuang dalam peraturan bersama.

"Prosesnya tidak begitu saja terjadi dan kesepakatan itu dibuat selama empat bulan dalam 11 kali pertemuan. Saya hapal, saya yang ikut melahirkan itu. Dari hasil diskusi-diskusi itulah terjadilah kesepakatan yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri," tutur Wapres.

Untuk itu, Wapres kembali mengingatkan bahwa syarat pendirian rumah ibadah berupa rekomendasi dari FKUB tidak boleh diganti begitu saja.

Menurutnya, syarat-syarat tersebut telah melalui proses panjang dan juga mendengarkan banyak pendapat. "Jadi, ada asbabun nuzul-nya, mengapa peraturan itu ada. Jangan kemudian kesepakatan itu dihapus begitu saja, dicoret begitu saja, diganti begitu saja," ujarnya.

"Saya kira itu harus ada dilihat dulu sebabnya untuk apa, kenapa terjadi peraturan itu, ada sebab-sebabnya, dan untuk apa peraturan itu dibuat dan mendengarkan banyak pendapat dari mereka yang terlibat pada waktu itu," kata Kiai Ma'ruf yang juga mantan ketum MUI.(ant/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler