jpnn.com, SAMARINDA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendorong lahirnya kawasan ekonomi khusus untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap pertambangan.
Investasi yang masuk ke kawasan ekonomi khusus diharapkan menumbuhkan industri turunan dan neraca pertambangan Kaltim lebih baik.
BACA JUGA: Ekspor Turun 8,66 Persen
Pada Januari 2019, neraca perdagangan ekspor impor surplus sebesar USD 1,18 miliar.
Meski demikian, angka tersebut mengalami penurunan dibanding neraca perdagangan pada Desember 2018 yang surplus sebesar USD 1,27 miliar.
BACA JUGA: Inflasi Maret 2019 Diprediksi Rendah
Hal itu diakibatkan neraca perdagangan Kaltim masih terlalu didominasi pertambangan, khususnya batu bara.
Jika ekspor emas hitam menurun, neraca dagang terancam defisit.
BACA JUGA: Upah Buruh Indonesia Tinggi, Investor Jepang Berkurang
Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop dan UMKM Kaltim Heni Purwaningsih mengatakan, volume ekspor-impor Kaltim memang selalu surplus. Hal itu terjadi karena volume ekspor lebih banyak dari impor.
Secara kasatmata, neraca perdagangan memang menguntungkan bagi Kaltim. Namun, dalam jangka panjang Bumi Etam harus bersiap.
“Selama ini, struktur ekonomi Kaltim 46 persennya masih didominasi sumber daya alam (SDA). Kondisi ekonomi kita sangat dipengaruhi harga atau nilai ekspor dari nilai komoditas yang tidak terbarukan ini,” jelas Heni kepada Kaltim Post, Senin (4/3).
Dia mengungkapkan, kondisi ini sudah dirasakan pada 2015 dan 2016 saat perekonomian tumbuh minus.
Ke depan, sesuai perencanaan Bumi Etam akan mengubah ketergantungan tersebut.
Peningkatan ekspor harus dilakukan pada sektor lain, seperti perkebunan, pertanian, perikanan dan lainnya.
“Kita punya potensi besar untuk ekspor. Saat ini, hanya tinggal meningkatkan volume ekspornya karena kontribusinya masih sangat kecil terhadap catatan ekspor. Untuk meningkatkan ekspor itu, juga dibutuhkan hilirisasi, intensifikasi, dan sebagainya,” ujar Heni.
Dia menjelaskan, agar produksi bisa ditingkatkan, membutuhkan hilirisasi. Contoh, saat ini crude palm oil (CPO) hanya diekspor mentah.
Ke depan CPO harus memiliki nilai tambah. Produk-produk turunan itu yang didorong.
“Kaltim sudah mulai mengarah pada industri hilirisasi. Sudah ada tiga komoditas yang memiliki fokus hilirisasi Kaltim, yaitu CPO, karet, dan kayu,” ungkap Heni.
Dia mengatakan, saat ini sudah ada delapan kawasan ekonomi khusus di Kaltim. Yakni Kawasan Industri Kariangau dan Buluminung Balikpapan, Kawasan Perdagangan dan Jasa Samarinda.
Ada pula Kawasan Migas Bontang, KEK MBTK Kutai Timur, Kawasan Pariwisata di Berau, Kawasan Berbasis Pertanian Paser dan PPU, Kawasan Industri Pertanian Kukar dan Kubar, dan Kawasan Strategis Perbatasan Mahulu.
“Kita harus bisa mendorong peningkatan investasi di kawasan-kawasan itu. Dengan melakukan aktivitas industri itu, tentu akan meningkatkan nilai tambah pada ekspor kita sehingga neraca perdagangan Kaltim surplus lebih baik,” ujar Heni. (ctr/ndu/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... OSO: Rusia Tertarik Bangun Infrastruktur Kereta Api di Kalimantan
Redaktur : Tim Redaksi