jpnn.com, JAKARTA - Dalam Pekan Pancasila tahun 2017, perpustakaan MPR turut berpartisipasi dalam memeriahkan acara itu.
Selama dua hari berturut-turut pada 1 dan 2 Juni 2017, perpustakaan MPR menggelar acara Wakil Rakyat Bicara Buku dengan tema Literasi Pancasila.
BACA JUGA: Dengan Pancasila Menatap Masa Depan
Pada hari kedua, 2 Juni 2017, bertempat di Perpustakaan MPR, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, gelaran yang bertema Sumber Daya Manusia dan Pancasila itu selain menghadirkan dua wakil rakyat, Anggota MPR dari Fraksi PKS TB Soenmandjaja dan anggota MPR dari Fraksi PDIP Eddy Kusuma Wijaya.
Acara itu juga mendatangkan akademisi Azmi Syahputra dari Universitas Bung Karno, Dedi Kusuma Utama dari STIAMI, Mathilda W Birowo dari Akademi Televisi Indosiar, serta Mieke Malaon seorang praktisi sumber daya manusia.
BACA JUGA: Hidayat: Hentikan Stigma Negatif Tentang Islam
Di hadapan ratusan mahasiswa sebagai peserta acara itu, Soenmandjaja menuturkan pentingnya Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pria asal Bogor, Jawa Barat, itu menyampaikan sejarah bagaimana Pancasila lahir.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan: Memperjuangkan Hak-hak Perempuan Itu Pancasilais
Dalam kekinian, dia mengapresiasi dibentuknya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP).
Dari unit kerja yang dibentuk lewat Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2017 itu, dia berharap pemantapan Pancasila ke tengah masyarakat luas lebih massif.
“Karena tidak mungkin MPR menangani sendiri. Harus ada satu badan nasional yang khusus menangani sosialisasi Pancasila,” tambahnya.
Meski dirinya mendorong sosialisasi Pancasila lebih massif namun Soenmandjaja mengkritik slogan ‘Pancasila Reborn’ yang muncul di peringatan Hari Lahir Pancasila.
“Itu penggunaan diksi yang tidak tepat. Pancasila sudah ada, lalu untuk apa dilahirkan kembali,” imbuhnya.
Eddy mengajak generasi muda menjadi sumberdaya yang kritis dan tangguh.
Untuk membentuk hal yang demikian maka diperlukan keteladanan dari para pemimpin bangsa.
"Kalau generasi muda tidak mendapatkan ketedanan dari pendahulu, kita akan dilecehkan oleh bangsa lain," katanya.
Eddy mengungkapkan Pancasila merupakan ideologi yang bagus dan strategis.
Beragam upaya menghayati dan mengamalkan Pancasila pun dilakukan generasi terdahulu. Pada masa dulu ada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Meski demikian, dia kecewa sebab penguasa saat itu tidak menjadikan P4 sebagai perilaku keseharian.
“Perilaku pemimpin pada waktu itu tidak sesuai dengan Pancasila, tidak sesuai dengan apa yang diajarkan" ujarnya.
Dia menyebut banyak perilaku yang bertentangan dengan Pancasila.
Dicontohkan beberapa peristiwa kemanusiaan dan korupsi. Untuk meluruskan kehidupan berbangsa dan bernegara, Eddy mendukung revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Revolusi mental dicetuskan karena melihat perilaku atau perbuatan abdi negara tidak sesuai.
“Untuk itu, Pancasila harus menjadi kepribadian bangsa kita, perbuatan kita jangan sampai tidak mencerminkan jiwanya Pancasila,” tegasnya.
Ini penting sebab, menurutnya, sebentar lagi Indonesia mendapat bonus demografi. Untuk itu bangsa ini harus menatap ke depan.
“Jangan kalah dengan bangsa lain apalagi dengan negara tetangga,” ujarnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ramadan, Momentum Menahan Diri untuk Tidak Saling Serang
Redaktur & Reporter : Natalia