Mencari Penyeimbang Wajah Kabinet Indonesia Maju

Kamis, 24 Oktober 2019 – 23:56 WIB
Rudi S Kamri. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Oleh: Rudi S Kamri, pegiat media sosial

 

BACA JUGA: Restu Hapsari: Biarkan Para Menteri Kabinet Indonesia Maju Bekerja Dulu

Hari ini momen yang ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia akhirnya menjadi kenyataan.

Presiden Joko Widodo dengan didampingi Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengumumkan susunan kabinet yang dinamakan Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Rabu (23/10).

Tidak ada kejutan yang berarti atas personalia kabinet tersebut karena selama dua hari sebelumnya publik sudah dibuat terkejut-kejut atas keputusan presiden.

Kesan yang saya tangkap secara keseluruhan, Kabinet Indonesia Maju ini berwajah keras dan garang.

Penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), Fachrul Razi sebagai Menteri Agama (Menag) dan Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) cukup mengesankan pragmatisme Presiden Jokowi dalam menyusun tim kerjanya.

Ada aroma kuat Presiden Jokowi ingin mengamankan program kerjanya tanpa pusing diganggu oleh kelompok- kelompok radikal yang berpotensi merongrong jalannya pemerintahan.

Dengan 'conductor' dari Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), diharapkan potensi gangguan dari kelompok destruktif tersebut bisa dijinakkan dengan mudah.

Aroma keras wajah Kabinet Indonesia Maju itu bisa jadi akan menimbulkan resistensi bagi geopolitik ASEAN dan global serta berpotensi direspons negatif oleh pasar.

Satu-satunya jalan untuk melembutkan wajah kabinet Indonesia Maju, ialah Presiden Jokowi harus berani melakukan balancing (penyeimbangan) dengan mengangkat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dari figur sipil.

Figur sipil itu harus mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang tinggi di bidang intelijen serta berpengalaman luas dalam melakukan pendekatan lunak (soft approach) dalam mengoperasikan mesin intelijen kita.

Kalau kita jujur mengevaluasi kinerja BIN selama lima tahun terakhir mulai dipimpin oleh jenderal TNI dan dilanjutkan dengan jenderal polisi, sangat memprihatinkan.

Early warning system atau sistem deteksi dini praktis tidak bekerja dengan baik. Banyak peristiwa yang terkesan "kecolongan" terjadi akhir-akhir ini.

BIN terkesan tidak mampu mencegah munculnya api membara, yang dilakukan hanya sibuk memadamkan api yang sudah telanjur membumihanguskan negeri ini. Kasus Papua, demo anarkitis sampai penusukan terhadap Wiranto menunjukkan aparat intelijen negara tidak bekerja dengan seharusnya.

Satu-satunya jalan untuk meningkatkan kinerja BIN dan mem-balancing wajah Kabinet Indonesia Maju yang keras ialah Presiden Jokowi harus mencari figur sipil yang mumpuni di bidang itu.

Figur sipil yang menonjol di bidang intelijen saat ini adalah Suhendra Hadikuntono. Menurut saya penunjukan Suhendra sebagai Kepala BIN oleh Presiden Jokowi adalah satu-satunya jalan cerdas untuk menetralkan kekerasan wajah Kabinet Indonesia Maju, sekaligus upaya meningkatkan kinerja intelijen negara.

Kalau Jokowi kembali menunjuk figur tentara atau polisi menjadi Kepala BIN, dia terkesan terperosok dalam lubang yang sama atau mengulangi kesalahan yang sama.

Akibatnya wajah Kabinet Indonesia Maju bukan hanya terkesan garang, melainkan juga menjadi merah meradang. (*)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler