jpnn.com - JAKARTA - Komisioner Anggaran Independen Setyo Budiantoro, mengungkap kecurigaannya atas permainan politikus di DPR untuk meloloskan RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) menjadi UU. Masalahnya menurut Setyo, proses pembahasan berjalan mulus tanpa perdebatan.
"Proses RUU ini di DPR terkesan terlalu mudah. Wajar jika masyarakat menilai ada sesuatu dalam pembahasan tax amnesty ini. Tak ada perdebatan terkait potensi kerugian besar yang akan dialami Indonesia dan juga hilangnya kewibawaan negara di depan rakyat karena wajib pajak kecil dikejar-kejar sementara yang besar diampuni. Saya khawatir ada pihak swasta yang ikut memengaruhi pengambilan kebijakan negara," kata Setyo dalam Forum Discusion Group, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/4).
BACA JUGA: Hari Ini Delapan Kepala Daerah Terpilih Dilantik di Kemdagri
Setyo curiga sikap DPR yang sangat ramah dengan RUU Tax Amnesty ini disebabkan karena partai politik sedang mengalami kesulitan pendanaan. "Partai politik saat ini sedang kesulitan pembiayaan. Sementara tax amnesty menyangkut dana ribuan triliun rupiah. Ini sangat menggoda partai politik," tegasnya.
Selain itu, dia juga melihat adanya laporan umum (common reporting) yang akan dilaksanakan tahun depan dimana semua informasi termasuk tentang nasabah perbankan dibuka sehingga tak ada yang bisa ditutupi membuat tax amnesty menjadi semacam upaya untuk memutihkan sesuatu yang hitam atau gelap.
BACA JUGA: Gandeng OJK, Kemenpar Kembangkan Destinasi
"Terlihat, ada hiden agenda di balik rencana ini. Semangatnya sepertinya mau mendapatkan revenue, tapi hasilnya justru Negara kehilangan revenue berkali-kali lipat jika tax amnesty jadi dilaksanakan," tegas Setyo.
Dia mensinyalir ada pelarian dana sebesar Rp 914 triliun dalam kurun waktu 5 tahun belakangan karena adanya perbedaan nilai eskpor yang dilaporkan dengan yang sesungguhnya. Untuk menghitungnya uajr Setyo tidak sulit.
BACA JUGA: Politikus PKS Akui Kehebatan Perempuan
"Hitung dengan melihat report antara ekspor Indonesia dan bandingkan jumlah ekspor Indonesia yang tercatat di negara tujuan. Misalnya, pengusaha melaporkan ekspor batubara senilai Rp 100 miliar, sementara di China tercatat import batubara dari Indonesia nilainya Rp 500 miliar. Jelas ada potensi pajak yang hilang, belum lagi dari royalty," tegasnya.
Terakhir dia tambahkan, ini bisa terjadi karena ketidaktegasan aparat bea dan cukai. "Dari sini saja paling tidak bisa didapat potensi pemasukan negara yang hilang sebesar Rp 20 miliar pertahunnya. Ini semua saja dulu dibenahi, maka tidak perlu ada tax amnesty," pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Bimbang Gelar Munaslub Golkar
Redaktur : Tim Redaksi