Mendag: APEC Berdayakan Usaha Kecil

Minggu, 21 April 2013 – 06:16 WIB
SURABAYA - Puncak rangkaian pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Surabaya berlangsung mulai kemarin (20/4). Para menteri perdagangan negara-negara APEC datang untuk membahas sejumlah isu yang disepakati pada rangkaian Senior Official"s Meeting (SOM) II APEC di Surabaya sejak 7 April lalu. Agenda utama Ministers Responsible for Trade (MRT) tersebut dibuka Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

MRT itu dihadiri menteri perdagangan negara-negara APEC. Di antaranya, Vietnam, Hongkong, Korea, Singapura, Filipina, Thailand, Jepang, Brunei Darussalam, Cile, Taiwan, Tiongkok, Meksiko, Malaysia, Kanada, Rusia, AS, Selandia Baru, dan Australia. Selain itu, hadir Deputi Dirjen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Alejandro Jara.

Sebagai tuan rumah, Gita menuturkan, kerja sama di wilayah APEC perlu dikembangkan. Terutama menyangkut pelaku usaha kecil. "Keberpihakan tersebut khususnya kepada pengusaha pemula, wanita pengusaha, dan petani. Yakni, kesempatan mengakses kemajuan teknologi, sumber daya uang, keterbukaan pasar ekspor, serta sistem logistik yang cepat dan murah," tutur dia.

Selain itu, untuk mendukung ekspor produk pelaku usaha kecil dan petani, Indonesia menilai negara-negara anggota APEC perlu menyelaraskan peraturan. Dengan demikian, tingkat ketidakpastian peraturan kesehatan, keamanan dan keselamatan pangan, maupun standar mutu dan regulasi teknis dapat ditekan. "Jadi, pelaku usaha kecil maupun petani memiliki peluang lebih besar melakukan ekspor," terang dia.

Tahun ini prioritas APEC ada tiga. Yakni, keberhasilan Bogor goals, pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan (sustainable growth with equity), serta pengembangan konektivitas (promoting connectivity). Sedangkan, selama SOM II ada beberapa isu yang menyangkut kepentingan Indonesia. Di antaranya, pengembangan kerangka kerja jangka menengah tentang konektivitas kawasan Asia-Pasifik serta kerangka perencanaan pengembangan dan investasi di bidang infrastruktur.

Kesepakatan para menteri perdagangan dalam MRT nanti menjadi penentu keberhasilan Konferensi Ke-9 Tingkat Menteri WTO di Bali pada 3–6 Desember. Sebab, di dalamnya akan mengulas Putaran Doha yang mencakup isu fasilitas perdagangan, pertanian, dan pembangunan. Termasuk isu-isu khusus negara kurang berkembang (less-developed countries).

Di sela-sela MRT APEC, Mendag RI mengadakan pertemuan bilateral dengan AS, Kanada, dan Cile. Beberapa poin penting dibicarakan dalam pertemuan bilateral tersebut. Terutama menyangkut kebijakan perdagangan yang diterapkan Indonesia lewat pembatasan impor hortikultura dan impor daging sapi. Sebelum ini AS menyatakan keberatan atas kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia. Bahkan, kebijakan yang diberlakukan lebih ketat berpotensi menghambat hubungan perdagangan dua negara.

Atas keberatan tersebut, Gita menyampaikan, pemerintah Indonesia sedang merevisi kebijakan impor hortikultura dan itu akan disampaikan pada WTO. "Selain hortikultura, dalam waktu dekat kami akan merevisi kebijakan impor daging sapi. Kami ingin akses pasar produk hortikultura dan daging sapi semakin terbuka, serta kebijakan pemerintah menjadi lebih transparan," tandas dia.

Pertemuan bilateral itu juga mengangkat topik mengenai Environmental Goods (EGs) List dan Notice of Data Availability (NODA) Palm Oil. Tahun lalu disepakati ada 54 produk dalam daftar EGs. Tapi, komoditas penting Indonesia, yakni minyak kelapa sawit, tidak masuk di dalamnya. "Kami meminta AS, Kanada, dan Cile menyetujui usul Indonesia untuk memasukkan produk minyak kelapa sawit dan karet dalam daftar EGs," ungkapnya.

Untuk meyakinkan tiga negara tersebut, Gita merujuk kepada verifikasi US Environmental Protection Agency (EPA) ke Indonesia bahwa tidak ada bukti yang kuat yang menunjukkan produksi minyak sawit Indonesia melanggar lingkungan. "Karena itu, kami ingin AS mempertimbangkan verifikasi US EPA terhadap isu NODA Palm Oil," ujar Gita.

Selain itu, pertemuan bilateral tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi di antara dua negara. Dengan AS, Indonesia siap melaksanakan pertemuan US-Indonesia Trade and Investment Framework Agreement-Trade Investment Council (TIFA-TIC) pada level pejabat tinggi (senior official meeting). AS mengusulkan pertemuan itu diadakan awal Juni 2013 di Washington DC.

Sedangkan, Kanada menilai, perundingan Foreign Investment Protection Agreement (FIPA) antara Kanada dan RI penting untuk ditindaklanjuti. Sebab, itu dapat menjaga stabilitas investor Kanada di Indonesia dan sebaliknya. Selain itu, pihak Kanada meminta penjelasan lebih lanjut terkait dengan kebijakan terbaru Indonesia di sektor pertambangan.

Dengan Cile, dua negara bersepakat segera menyelesaikan Term of Reference (TOR) Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership (IC CEPA). Dalam akhir pertemuan, secara khusus, Gita meminta dukungan tiga pemerintah tersebut untuk menyokong kandidat Dirjen WTO dari Indonesia Mari Elka Pangestu. (res/c4/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Naikkan Harga BBM, Pemerintah Dinilai Cari Enaknya Saja

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler