Mendagri Hambat Pemeriksaan 43 Anggota DPRD Papua Barat

Selasa, 27 November 2012 – 02:28 WIB
MANOKWARI - Sudah setahun lebih pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua menunggu persetujuan dari Mendagri (Menteri Dalam Negeri) untuk memeriksa 43 anggota DPR Provinsi Papua Barat terkait dengan kasus dugaan korupsi Rp22 miliar. Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Monang Pardede mengatakan, sampai sekarang persetujuan dari Mendagri belum juga turun.

‘’Kita masih tunggu persetujuan dari Mendagri,’’ ujar Pardede saat dikonfirmasi Radar Sorong (JPNN Group), Senin (26/11).
  
Kajati yang dihubungi mengatakan, Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) soal pemeriksaan pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi tanpa persetujuan Presiden atau Mendagri hanya berlaku bagi kepala daerah. Sedangkan pemeriksaan anggota DPRD untuk kepentingan suatu penyelidikan atau penyidikan harus mendapat persetujuan dari Presiden atau Mendagri. ‘’Keputusan MK itu hanya untuk kepala daerah saja, kalau anggota Dewan harus persetujuan presiden atau mendagri,’’tandas Pardede.
 
Sementara itu, Direktur LP3BH Manokwari,Yan Christian Warinussy,SH yang dimintai tanggapannya menyatakan, subjek dari Keputusan MK adalah kepala daerah. Namun demikian untuk kasus yang menyeret 43 anggota DPR Papua Barat, pihak Kejati Papua dapat menjelaskan secara logika hukum. Bila Mendagri belum mengeluarkan izin pemeriksaan, maka mestinya pihak Kejaksaan dapat memonitoring ke Kemendagri.
 
Warinussy mengatakan, bila Kejati menetapkan seseorang menjadi tersangka maka harus dengan asumsi hukum yang kuat. ‘’Namun sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi kemudian tidak dilanjutkan dengan proses-proses yang berhubungan dengan kepentingan hukum, maka itu sama saja dengan proses pembiaran,’’ jelasnya.
 
Ketidakjelasan tindaklanjut kasus yang menyeret semua anggota DPRPB oleh Kejaksaan disangkakan dugaan korupsi Rp22 miliar ini menurut Warinussy,dapat memunculkan berbagai prasangka terhadap penegak hukum. Karena itu, ia menyarankan agar Kejaksaan melakukan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
 
’’Bahwa seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka setelah ada dugaan kuat, maka upaya-upaya yang dilakukan dapat ditingkatkan ke penyidikan. Kalau dipandang perlu, bisa dilakukan upaya paksa, supaya proses ini maju. Supaya tidak ada kesan dari masyarakat,seakan-akan ada proses pembiaran dengan maksud membangun sesuatu ruang untuk bermain.Ini kita jaga betul. Kalau kinerja penegak hukum tidak betul,maka masyarakat bisa soroti macam-macam dan bisa memunculkan citra buruk,’’ tandasnya lagi.
 
Kejati Papua diminta agar memproses kasus ini secara serius. Selain dapat menimbulkan praduga tak baik, ketidakjelasan kasus ini juga menjadi pemikiran sendiri bagi anggota DPRPB karena menyandang status sebagai tersangka. ‘’Kalau sudah ditetapkan tersangka, itu suatu konotasi yang buruk  dan dapat mengganggu tugas-tugas sebagai wakil  rakyat. Kalau sudah ditetapkan  tersangka, maka proses secepatnya supaya bisa dibuktikan bersalah atau tidak,jangan biarkan begitu saja,’’ jelasnya.
 
Atas ketidakpastian ini, menurut Direktur LP3BH ini, para anggota DPRD Papua Barat dapat mengajukan upaya hukum. ‘’Karena status tersangka itu. Kemanapun dia pergi akan disorot karena tersangka korupsi, berapapun  yang dia pakai,’’ tambahnya.(lm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Walikota Makassar Dilapor ke KPK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler