“Yang kita perlukan itu adalah tindakan preventif. Pemda maupun tokoh-tokoh masyarakat kita himbau untuk cepat mengambil tindakan. Sehingga tidak terjadi gerakan-gerakan massa yang akhirnya berujung tindakan-tindakan anarkis. Penyelesaian bisa dengan berunding. Makanya selain kepala daerah, peran tokoh masyarakat juga sangat diperlukan,”ujarnya di Jakarta, Rabu (31/10).
Terpisah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), juga menyatakan hal senada. Pengampanye emas dari Jatam, Hendrik Siregar, menilai, amuk massa yang merusak fasilitas PT.Agincourt Resource mungkin dapat dihindari, jika pemerintah daerah maupun pemerintah pusat mau mendengar tuntutan masyarakat. “Warga sejak semula menolak pembuangan limbah tambang yang akan dialirkan ke Sungai Batangtoru.
Karena warga yang terdapat di 25 desa di tiga kecamatan di Batangtoru yang dialiri sungai tersebut, itu mayoritas masih memanfaatkan sungai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi sangat wajar jika mereka mengkhawatirkan sumber penghidupan yang ada,”katanya.
Namun ditengah kekhawatiran tersebut, pemerintah justru mengizinkan pihak perusahaan tetap memasang pipa pembuangan. Dan bahkan sampai dikawal ratusan aparat kepolisian dan TNI. Hal ini mengindikasikan jika pihak perusahaan sangat memaksakan kehendak untuk melanjutkan pemasangan pipa. Sehingga akibatnya, amuk warga tidak dapat dihindarkan. Di sisi lain, pejabat negara maupun pemerintah daerah sepertinya juga sangat tidak sensitif terhadap permasalahan yang terjadi di daerah.
Oleh sebab itu JATAM meminta rencana pemasangan pipa dihentikan. Dan lebih jauh menuntut pemerintah untuk meninjau ulang operasi tambang PT. Agincourt Resources. “Hal ini agar tidak menimbulkan kerugian material dan nyawa di kemudian hari. Selain itu, kami juga meminta agar pemeriksaaan terhadap sekitar 24 orang di Polres Tapsel, mempertimbangkan atas dasar penolakan warga yang merupakan haknya tidak diindahkan”, tuntutnya.
Penolakan warga menurut Hendrik, juga didasari sejumlah indikasi lain. Diantaranya, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tambang emas Martabe diduga tidak memenuhi unsur keabsahan. “Misalnya saja dalam dokumen daftar hadir rapat tertanggal 27 Juli 2012 yang membahas masalah Amdal, tidak ada satu pun perwakilan warga dalam dokumen tersebut,”ujarnya yang menilai kejanggalan ini mengindikasikan bahwa proyek tambang Martabe sarat dengan manipulatif. “Jadi sangat mungkin limbah tambang yang dibuang tidak hanya air hasil olahan,”katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Terbakar, 4 Mobil Bupati Wajo Ludes
Redaktur : Tim Redaksi