Mendagri : Tugas Sekda Makin Berat

Minggu, 23 November 2008 – 20:14 WIB
JAKARTA - Mendagri Mardiyanto mengakui, tugas sekretaris daerah (sekda) selaku koordinator pengelola keuangan daerah cukup berat di akhir 2008 iniSejumlah daerah yang pejabatnya ada yang tersangkut kasus korupsi juga memperberat tugas sekda dalam mengelola keuangan

BACA JUGA: Menag Bakal Beberkan Masalah Haji

Upaya peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan mengawal pertumbuhan ekonomi nasional yang telah disepakati dalam APBN Tahun Anggaran 2009 sebesar 6 persen, juga menambah beban dimaksud.

"Pejabat pengelola keuangan daerah sedang dihadapkan pada berbagai kesibukan, terutama terkait dengan proses penyusunan dan penetapan APBD 2009, rendahnya daya serap anggaran, dan kinerja laporan keuangan yang belum memadai, serta adanya permasalahan hukum yang sering mengganggu jalannya roda pemerintahan daerah pada umumnya," papar Mendagri Mardiyanto dalam sebuah acara di Jakarta, akhir pekan lalu.

Hanya saja, mantan Gubernur Jawa Tengah itu tidak menyebutkkan daerah mana saja yang roda pemerintahannya terganggu akibat adanya permasalahan hukum
Seperti diketahui, sejumlah kepala daerah, wakil kepala daerah, dan sejumlah pejabat teras di sejumlah pemda sedang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam berbagai kasus, terutama korupsi APBD dan pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Tantangan dan tanggung jawab sekda semakin berat, lanjut Mardiyanto, mengingat laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menunjukkan gambaran umum terjadinya penurunan kualitas laporan LKPD selama empat tahun terakhir

BACA JUGA: Sarfilianty Sukses Jual 3000 Bukunya

Tercatat, terjadi penurunan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari 17 daerah pada 2004 menjadi 3 daerah
Di sisi lain opini disclaimer atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) mengalami peningkatan dari 7 daerah pada 2004 menjadi 58 daerah pada 2007.

Lebih lanjut  Mardiyanto memerinci hasil audit BPK pada semester I tahun 2007, dari 366 provinsi dan kabupaten/kota, hanya 3 daerah (0,8%) mempunyai opini WTP, 286 daerah (78%) opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 19 daerah (5,2%) kategori Tidak Wajar (TW) atau adverse, dan 58 daerah (16%), kategori disclaimer, sebagai kategori terendah dalam derajat keuangan pemerintah

BACA JUGA: Menag Imbau Jemaah Tak Boros

"Terus terang saja, ini cukup memprihatinkan," kata Mardiyanto.

Menurutnya, hal itu terjadi tidak semata-mata akibat perilaku sumber daya manusia (SDM) di daerah yang kurang baik, tapi juga karena perubahan fundamental aturan keuangan daerah yang belum diimbangi tersedianya kapasitas SDM yang memadai"Sebagai contoh, penggunaan pendekatan anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran mempunyai konsekuensi administrasi pelaksanaan yang relatif rumit," paparnya.

Katanya, reformasi keuangan daerah dan juga upaya pemekaran daerah yang belum dimbangi perencanaan kebutuhan kapasitas SDM yang memadai telah berakibat rendahnya kinerja laporan keuangan daerah"Juga kadang-kadang sampai masuk ke dalam permasalahan hukum akibat adanya mispersepsi atau kapasitas SDM yang tidak memadai," ungkap Mardiyanto.

Untuk menekan sejumlah ekses negatif, Mardiyanto mengatakan perlunya peran pembinaan dan pengendalian baik dari pemerintah kepada provinsi maupun provinsi kepada kabupaten/kota, khususnya terkait penguasaan administrasi dan manajemen keuangan daerah"Ini diarahkan untuk menghindari terjadinya penyimpangan yang dapat menimbulkan dugaan terhadap tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran daerah," imbuhnya.

Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran pentingnya data dan informasi di bidang keuangan daerah, akan dicanangkan tahun 2009 sebagai tahun pertama pelaksanaan Sensus Keuangan Daerah(sam)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kamar Jamaah RI Terbakar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler