Mendirikan Lembaga Riset Halal Terbesar Di Dunia

Rabu, 19 Juni 2013 – 01:48 WIB
Dr Winai Dahlan, Direktur pusat kajian halal atau Halal Science Center di kampus Chulalongkorn University, saat memberikan paparan kepada para peneliti di HSC. Foto: Istimewa

“Tidak masalah apakah harus jadi orang Thailand atau Indonesia, apapun bisa kita dilakukan semampu kita demi kemaslahatan umat muslim dunia”. Itulah pesan Erfan Dahlan pada anak-anaknya. Erfan (dalam sejarah tertulis Irfan Dahlan) adalah putra KH Ahmad Dahlan, pendiri ormas Muhammadiyah sekaligus pahlawan nasional Indonesia, yang memilih berkeluarga dan menetap di Thailand. Kini nasehat itu menjadi landasan perjuangan salah satu putranya, Prof Dr Winai Dahlan.

 
Laporan: Afni Zulkifli-Bangkok
 
Awalnya JPNN bertemu dengan Amphom Dahlan atau yang akrab disapa Mina. Ia anak ke 6 dari 10 bersaudara, putra putri Erfan Dahlan yang juga berarti cucu KH Ahmad Dahlan. Mina merekomendasikan JPNN untuk bertemu dengan saudaranya, Winai Dahlan yang saat ini tercatat sebagai Direktur Halal Science Center di kampus Chulalongkorn University. Lembaga ini merupakan laboratorium pemeriksaan makanan halal yang juga memberikan pendidikan tentang halal kepada mahasiswa, pebisnis dan masyarakat.

“Ini merupakan satu-satunya lembaga riset halal dan terbesar di dunia. Menjadi pusat kajian terkemuka dan karenanya Dr Winai sering dipanggil keliling dunia untuk memaparkan tentang konsep halal secara ilmiah,” terang Mina.
 
Namun sayang ketika dihubungi, Dr Winai sedang berada di provinsi lainnya di Selatan Thailand dan baru kembali dua hari kemudian ke Bangkok. Untuk tetap dapat melanjutkan wawancara, melalui pembicaraan telepon, Dr Winai meminta JPNN mengirimkan daftar pertanyaan yang akan dijawabnya melalui email. Sementara Mina tetap diminta mewakili untuk menceritakan kembali perjuangan kakaknya mendirikan HSC yang terkenal di dunia tersebut.
Mina menjelaskan bahwa HSC bukan lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal, namun membantu The Central Islamic Council Of Thailand (MUI-nya Thailand) mengeluarkan sertifikat hasil pengecekan secara random.

“Semuanya berawal dari rasa mencintai Islam. Di Thailand perkembangan Islam kian meningkat, namun kepastian soal halal masih kurang,” kata Mina.
Pada tahun 1994, Dr Winai Dahlan yang saat itu tercatat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan, Chulalongkorn University (Universitas pertama dan terbesar di Thailand), dengan inisiasi sendiri menggunakan laboratorium di Fakultas kampusnya mengecek makanan yang sengaja dibawanya dari pasar tradisional.  
 
“Ketika itu ia mengecek satu sosis ayam dengan logo halal (versi MUI-nya Thailand). Namun setelah dicek lab, ternyata sosis itu bercampur dengan daging babi,” ungkap Mina.
 
Melalui balasan email beberapa hari kemudian, Dr Winai pun menerangkan bahwa temuannya tentang sosis bercampur babi telah menghebohkan kalangan muslim di Thailand ketika itu. Sadar bahwa jaminan mengkonsumsi yang halal adalah wajib hukumnya bagi seorang muslim, Dr Winai mulai mendapatkan banyak sponsor untuk membangun laboratorium yang lebih besar lagi. Fokusnya tidak hanya soal halal, tapi juga jaminan bahwa makanan itu layak untuk dikonsumsi.
 
Bahkan pada tahun 2004, Dr. Winai mendapat dukungan dana penuh dari Pemerintah Thailand membangun Halal Science Centre (HSC) di Universitas Chulalongkorn dimana Dr. Winai menjadi Direkturnya hingga saat ini. HSC membantu Central Islamic Council Of Thailand mengecek makanan yang telah terdapat logo Halal secara random.
 
“Peran HSC tidak hanya mengecek makanan halal saja, tapi juga menganalisa halal secara ilmiah dengan menggunakan tekhnologi dan inovasi. Apa yang sudah dilakukan ini telah berbuah banyak penghargaan di tingkat nasional dan juga internasional,” terang Dr Winai melalui email.
Berkat dukungan dari pemerintah Thailand, kini HSC telah berkembang menjadi satu lembaga riset halal terbesar di dunia. Di Laboratorium HSC terdapat berbagai peralatan modern dan canggih yang berguna untuk mengidentifikasi status makanan apakah layak mendapat lisensi halal atau tidak.
 
Alat-alat laboratorium di HSC juga terbilang cukup mahal. Nilainya bisa mencapai ratusan juta hingga puluhah miliar rupiah. Ada alat bernama Gas Chromatography Coupled with Mass Spectrometry (GC-MS). Alat ini dapat mendeteksi kandungan lemak babi hingga spesifik di ukuran milimikron.
 
Ada pula alat bernama Gas-Liquid Chromatography (GLC) yang mampu mengetahui kandungan alkohol dalam makanan. Sedangkan alat bernama Real Time Polymerase Chain Reaction, disebut mampu menganalisis DNA binatang yang terkandung dalam produk makanan olahan.
 
Tidak hanya meneliti kandungan haram pada makanan dan minuman, HSC yang digawangi Dr Winai, juga mempelajari kandungan zat yang haram pada alat kosmetik dan alat kesehatan. Salah satu nama alat yang digunakan adalah Inductively Coupled Plasma Spectrometry.
“HSC menjadi berkembang berkat dukungan penuh dana dari pemerintah kerajaan Thailand,” tegas Dr Winai
 
Dengan lembaga riset ilmiah yang dipimpinnya saat ini, Dr Winai menginginkan agar HSC menjadi pelopor terciptanya sistim dan proses  produksi  makanan halal di seluruh dunia (Halal Assurance and Liability quality System) atau dikenal dengan istilah HAL-Q.
 
“Sistim Hal-Q kini telah dikenal seluruh dunia dan HSC menginginkan agar Hal-Q bisa menjadi standard dunia. Sehingga seorang muslim, benar-benar mendapatkan pengetahuan soal halal dan haramnya makanan atau apapun yang mereka konsumsi atau gunakan,” terang Dr Winai.
 
Dengan nama besarnya kini di Thailand, bukan berarti Dr Winai melupakan tentang tanah leluhurnya, Indonesia. Ia kini sudah mewujudkan pesan sang Ayah yang diwarisi dari nasehat sang kakek, KH Ahmad Dahlan. Bahwa dimanapun, asalkan ada kemauan dan rasa cinta pada Islam, pasti akan diberikan jalan untuk memberi kontribusi besar bagi agama dan juga bangsa.
 
“Dr Winai telah menjalin kerjasama juga dengan beberapa Universitas di Indonesia. Ia sudah beberapa kali diundang datang. Dengan populasi muslim terbesar di dunia, harusnya Indonesia juga memiliki lembaga riset seperti HSC. Mungkin memang sudah ditakdirkan Tuhan, cucu KH Ahmad Dahlan yang menjadi pelopornya lebih dulu,” ujar Mina tentang keinginan saudaranya merintis semangat halal di dunia.
“Dr Winai sangat menginginkan terjalinnya kerjasama yang baik antara HSC dengan berbagai negara lainnya, tujuan utamanya untuk melindungi muslim,” kata Wina.

Bangga Menguasai Bahasa Indonesia

Hari sudah beranjak malam. Tak terasa sudah hampir 4,5 jam pembicaraan JPNN dengan Mina, cucu KH Ahmad Dahlan. Diakhir pertemuan, karena rasa penasaran, JPNN pun bertanya, bagaimana Mina bisa menguasai banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia. Sementara saudara lainnya tidak bisa lagi berbahasa asal leluhur mereka itu.
 
Mina akhirnya menjawab bahwa ia saat ini bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok.”Saya sudah bekerja sejak tahun 1977, artinya sekitar 35 tahun,” jawabnya.
 
“Semua tidak direncanakan. Saat saya diterima bekerja di KBRI Bangkok, keluarga sempat berdiskusi. Akhirnya kami mengembalikan semua ini adalah keinginan Allah. Di keluarga kami,  hanya ada dua yang bisa berbicara bahasa Indonesia,” kata Mina.

“Pertama kakak saya bernama Rambhai atau Marifah (anak tertua Erfan Dahlan) karena ia juga bekerja di kedutaan dan saya sendiri. Saya bangga bisa berbicara bahasa Indonesia dan saat ini mengajar bahasa Indonesia dasar. Murid saya kebanyakan para pebisnis Thailand yang membutuhkan penerjemah untuk pebisnis di Indonesia.  Mungkin ini salah satu jalan, agar kami tetap dekat dengan tanah leluhur kami. Salam dari kami untuk rakyat Indonesia,” kata Mina menitip pesan.(TAMAT)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yang Vertigo dan Takut Ketinggian pun Sembuh

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler