Menduga Pernyataan Agus Rahardjo soal Perintah Jokowi di Kasus Setnov, Antara Kontroversi dan Agenda Politik

Oleh: Prof. Dr. Tjipta Lesmana*

Minggu, 03 Desember 2023 – 07:01 WIB
Prof Tjipta Lesmana. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Dalam bincang-bincang di program Rosi yang ditayangkan Kompas TV pada Kamis malam lalu (30/11/2023), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2014-2019 Agus Rahardjo melontarkan narasi yang mengejutkan.

Menurut Agus, dirinya dipanggil menghadap Presiden Jokowi di Istana Negara pada 2017.

BACA JUGA: Praktisi Hukum Sebut Pernyataan Agus Rahardjo Tendensius dan Bernuansa Politis

Agus yang saat itu masih menjadi ketua KPK diminta masuk tidak melalui pintu biasanya, tetapi melewati pintu kecil di masjid yang terletak di Istana Negara. 

Sesampai Istana Negara masuk ke ruang kerja presiden, Agus langsung mendengar teriakan. Ternyata teriakan kata ‘hentikan’ itu dari Presiden Jokowi. 

BACA JUGA: Jokowi Saja Begitu, Pantas KPK Kini Karut-Marut

Menurut Agus, ketika itu Presiden Jokowi hanya didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Ternyata Agus langsung diperintahkan oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto atau Setnov yang pada saat itu menjabat Ketua DPR.

BACA JUGA: YLBHI Menduga Jokowi Melakukan Obstruction of Justice Dalam Kasus Korupsi e-KTP

Setnov bukan hanya ketua DPR, melainkan juga ketua umum Partai Golkar. Di depan Rosiana Silalahi yang memandu program Rosi di Kompas TV, Agus juga menggambarkan ekspresi wajah Presiden Jokowi ketika itu.

Namun, Agus merespons perintah Presiden Jokowi itu dengan menyatakan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan terhadap Setnov. Ketika itu KPK sudah membuat surat perintah penyidikan atau sprindik penetapan Setnov sebagai tersangka korupsi e-KTP.

Dalam UU KPK saat itu, sprindik yang sudah dikeluarkan lembaga antikorupsi itu tidak bisa ditarik lagi. Sekali sprindik diterbitkan, penyidikan terhadap tersangka harus berjalan.

Jika pernyataan Agus Rahardjo benar, tentu akan membawa konsekuensi yang serius, seolah Presiden telah melakukan obstruction of justice dalam skandal e-KTP, bahkan intervensi terhadap penegakan hukum.

Istana Kepresidenan melalui juru bicaranya langsung mengeluarkan bantahan keras atas pengakuan mantan ketua KPK itu. 

Di tengah kritik dan kecaman yang bertubi-tubi dari berbagai kalangan terhadap kepemimpinan Jokowi belakangan ini sehubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 90/PUU-XXI/2023 yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024, pernyataan Agus itu langsyng menjadi “makanan empuk” untuk dilalap oleh berbagai kalangan. 

Ada fakta lain yang tidak bisa dibungkiri, yakni kerasnya upaya penguasa selama beberapa tahun terakhir ini dalam melemahkan KPK. 

Namun, narasi yang disampaikan Agus Rahardjo belum bisa diterima sebagai “the whole truth” yang diterima semua kalangan. Pertama, Setnov sudah dijatuhi hukuman dengan kekuatan hukum yang tetap meski masih menunggu putusan PK dari Mahkamah Agung (MA). 

Kedua, “bom” yang diledakkan Agus Rahardjo berbarengan dengan berita bahwa ia diam-diam sedang berupaya maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Jawa Timur. 

Mungkinkah “bom pernyataan” Agus Rahardjo sengaja dilemparkan untuk mengharumkan namanya, sekaligus melicinkan jalannya menjadi senator di DPR?! (***)

*Penulis adalah Guru Besar Emeritus Ilmu Komunikasi dan pemegang Press Card Number One (PCNO) PWI

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler